32 C
Medan
Friday, June 28, 2024

Main Meriam Bambu, Bocah 10 Tahun Tewas Terbakar

Meriam bambu-Ilustrasi
Meriam bambu-Ilustrasi

GUNUNG MALIGAS, SUMUTPOS.CO – Hari pertama masuk sekolah, guru dan siswa Sekolah Dasar Negeri No 096780 Kampung Tape di kejutkan oleh kabar meninggalnya Wahyu Ardiansyah (10). Bungsu dari pasangan Marjuki dan Asmarani itu tewas saat bermain meriam bamboo, Kamis (9/6) sekira pukul 05.00 WIB.

Informasi yang dihimpun Metro Siantar (Grup Sumut Pos), Rabu (8/6) sekira pukul 16.00 WIB korban bersama temannya Nazwa (12) bermain meriam bambu. Keduanya bermain tak jauh dari rumah mereka di Jalan Purwo, Huta 3 Nagori Karang Sari, Kecamatan Gunung Maligas, Simalungun.

Saat korban meniup meriam bambu, tiba-tiba api pemicu yang dipegang korban menyambar. Sehingga mengakibatkan percikan minyak dari dalam meriam ke baju korban. Seketika itu juga api menyambar baju korban dan membakar tubuh korban sebelah kanan.

Korban dan beberapa temannya pun berteriak minta tolong. Melihat itu, salah satu warga bernama Suparmi langsung memadamkan api yang membakar tubuh korban dengan cara menyiramkan air. Korban langsung dilarikan ke Bidan Tyiben Hutagaol.

Atas anjuran bidan, korban dibawa pulang Marjuki, orang tuanya.

Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Kamis (9/6) sekira pukul 05.00 Wib korban menghembuskan nafas terakhirnya.

Keluarga korban tidak membawa jenazah korban untuk diotopsi. Itu karena keluarga korban yakin penyebab kematian karena murni kecelakaan. Jenazah korban kemudian dimakamkan di TPU Kampung Tape Nagori Karang Sari.

Ayah korban, Marjuki, tak menyangka anak bungsunya yang periang meninggal dengan cara seperti itu. Padahal menurutnya, tidak ada firasat dan tanda-tanda. Saat ditemui di rumah duka, ia tampak berusaha mengingat kenangan manis bersama putranya. Sekejab matanya berkaca-kaca.

“Padahal kata bidannya tidak usah di bawa kerumah sakit. Kata bidannya sampai di rumah dikasih bubuk kopi saja. Tetapi malam itu anak saya terus merintih kesakitan, katanya badannya panas,” ujar Marjuki.

“Memang malam itu anak saya terus merintih kepanasan. Tapi entah lah, Tuhan berkehendak lain,” lirihnya.

Sayang, saat reporter menyambangi tempat peraktek bidan Tyiben Hutagaol Am.Keb di jalan Anjang Sana Nagori Karang Sari, Kecamatan Gunung Maligas, yang bersangkutan tidak berada di tempat. Pintu depan praktek bidan tertutup rapat. Padahal di samping pintu ada tulisan BIDAN ADA.

Terpisah, Kanit Reskrim Bangun, Iptu Arjun mengatakan pihaknya sudah turun langsung ke lokasi begitu mendapat informasi adanya korban meninggal. “Dari hasil pemeriksaan di tubuh korban, pihaknya tidak ada menemukan tanda-tanda kekerasan. Namun kita tetap memintai keterangan keluarga dan saksi-saksi,” jelasnya.(ag/smg/ala)

Meriam bambu-Ilustrasi
Meriam bambu-Ilustrasi

GUNUNG MALIGAS, SUMUTPOS.CO – Hari pertama masuk sekolah, guru dan siswa Sekolah Dasar Negeri No 096780 Kampung Tape di kejutkan oleh kabar meninggalnya Wahyu Ardiansyah (10). Bungsu dari pasangan Marjuki dan Asmarani itu tewas saat bermain meriam bamboo, Kamis (9/6) sekira pukul 05.00 WIB.

Informasi yang dihimpun Metro Siantar (Grup Sumut Pos), Rabu (8/6) sekira pukul 16.00 WIB korban bersama temannya Nazwa (12) bermain meriam bambu. Keduanya bermain tak jauh dari rumah mereka di Jalan Purwo, Huta 3 Nagori Karang Sari, Kecamatan Gunung Maligas, Simalungun.

Saat korban meniup meriam bambu, tiba-tiba api pemicu yang dipegang korban menyambar. Sehingga mengakibatkan percikan minyak dari dalam meriam ke baju korban. Seketika itu juga api menyambar baju korban dan membakar tubuh korban sebelah kanan.

Korban dan beberapa temannya pun berteriak minta tolong. Melihat itu, salah satu warga bernama Suparmi langsung memadamkan api yang membakar tubuh korban dengan cara menyiramkan air. Korban langsung dilarikan ke Bidan Tyiben Hutagaol.

Atas anjuran bidan, korban dibawa pulang Marjuki, orang tuanya.

Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Kamis (9/6) sekira pukul 05.00 Wib korban menghembuskan nafas terakhirnya.

Keluarga korban tidak membawa jenazah korban untuk diotopsi. Itu karena keluarga korban yakin penyebab kematian karena murni kecelakaan. Jenazah korban kemudian dimakamkan di TPU Kampung Tape Nagori Karang Sari.

Ayah korban, Marjuki, tak menyangka anak bungsunya yang periang meninggal dengan cara seperti itu. Padahal menurutnya, tidak ada firasat dan tanda-tanda. Saat ditemui di rumah duka, ia tampak berusaha mengingat kenangan manis bersama putranya. Sekejab matanya berkaca-kaca.

“Padahal kata bidannya tidak usah di bawa kerumah sakit. Kata bidannya sampai di rumah dikasih bubuk kopi saja. Tetapi malam itu anak saya terus merintih kesakitan, katanya badannya panas,” ujar Marjuki.

“Memang malam itu anak saya terus merintih kepanasan. Tapi entah lah, Tuhan berkehendak lain,” lirihnya.

Sayang, saat reporter menyambangi tempat peraktek bidan Tyiben Hutagaol Am.Keb di jalan Anjang Sana Nagori Karang Sari, Kecamatan Gunung Maligas, yang bersangkutan tidak berada di tempat. Pintu depan praktek bidan tertutup rapat. Padahal di samping pintu ada tulisan BIDAN ADA.

Terpisah, Kanit Reskrim Bangun, Iptu Arjun mengatakan pihaknya sudah turun langsung ke lokasi begitu mendapat informasi adanya korban meninggal. “Dari hasil pemeriksaan di tubuh korban, pihaknya tidak ada menemukan tanda-tanda kekerasan. Namun kita tetap memintai keterangan keluarga dan saksi-saksi,” jelasnya.(ag/smg/ala)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/