27.8 C
Medan
Saturday, May 4, 2024

Kapolres Karo Dicopot, Warga Keukeuh Tolak Berdamai

Foto: Moral Sitepu/Sumut Pos Warga Desa Lingga Karo membakar alat berat milik pengembang, dalam aksi protes karena pagar jalan pintas ke desa mereka dibongkar, Jumat (29/7/2016).
Foto: Moral Sitepu/Sumut Pos
Warga Desa Lingga Karo membakar alat berat milik pengembang, dalam aksi protes karena pagar jalan pintas ke desa mereka dibongkar, Jumat (29/7/2016). Pembakaran ini berbuntut konflik antara warga dengan polisi.

KARO, SUMUTPOS.CO – Kapolres Karo, AKBP Pangasian Sitio dicopot. Kabar pencopotan ITU disambut gembira warga Desa Lingga. Mereka menilai, hal ini pantas dilakukan. Namun, untuk menjalin perdamaian, warga masih menolak.

AKBP Pangasian Sitio mendadak dicopot dari jabatannya sebagai Kapolres Karo, Senin (8/8) dan digantikan oleh AKBP Rio Nababan, yang kini menjabat sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Kapolres Karo. Ketua BPD Lingga, Pelita Sinulingga, mengaku pihaknya merasa senang. Meski demikian, mereka meminta agar proses hukum terkait bentrok antara warga Desa Lingga dan polisi, harus tetap berjalan sesuai hukum yang berlaku.

Dikatakan, proses hukum tersebut harus dilaksanakan dengan adil dan sebagaimana kenyataan sebenarnya. Memang, kata dia, pihaknya sebelumnya sudah mendapat kabar jika pihak kepolisian berniat merencanakan upaya perdamaian dengan warga desanya khususnya keluarga korban.

“Memang Polres Karo sudah beberapa kali mengusulkan supaya mereka berdamai dengan warga Desa Lingga khususnya pihak keluarga korban tewas, Abdi Saputra Purba. Namun, warga Desa Lingga belum menerima perdamaian tersebut, mengingat kebrutalan Kapolres Karo dan anggotanya yang begitu sadis menurut warga,” jelas Pelita Sinulingga, Selasa (9/8).

Menurutnya, rencana pihak Polres Karo melakukan upaya perdamaian melalui Pur-pur Sage (damai secara adat) yang rencananya dilaksanakan pada tanggal 12 Agustus 2016, belum dapat diterima warga desa. Sebab, kata dia, Desa Lingga yang dihuni 1.000-an penduduk dan memiliki 30 sekitar orang tokoh adat maupun tokoh masyarakat, harus menggelar musyawarah (runggu) terlebih dahulu terkait persoalan itu.

Sebelumnya juga, pasca terjadinya bentrokan antar kedua kubu, seluruh warga desa telah melakukan musyawarah di Losd (Jambur) Desa Lingga. Hasilnya, kata dia, seluruh warga sepakat untuk menolak jika Polres Karo meminta upaya perdamaian.

“Ini sudah menjadi masalah bersama seluruh warga Desa Lingga. Ini marwah kami. Warga tentunya belum siap menerima rencana perdamaian itu. Terlebih lagi, ini masih rencana sepihak dari Polres Karo. Belum ada kesepakatan dengan kita, pasti kita menolak,” tegasnya.

Dijelaskan, sesuai penuturan Tamulina beru Ginting selaku ibu kandung korban tewas, Abdi Saputra Purba kepada seluruh warga desa sebelumnya, pihak keluarga korban tidak akan menerima upaya perdamaian yang rencana dilakukan Polres Karo.

“Menurut keyakinan saya, keluarga korban tidak akan mau berdamai. Sebab dia (ibu korban) sudah menyampaikan kepada warga desa bahwa, dengan apapun dibayar, anaknya telah tewas dan tidak akan bisa dihidupkan kembali,” jelas Pelita.

Hal tersebut dikatakannya bukan tanpa alasan. Sebab, korban tewas merupakan anak tunggal dari Tamulina beru Ginting. “Anaknya cuma satu dan belakangan ini dia (Tamulina) selalu sakit-sakitan. Selama dua tahun ini, dia tidak lagi bisa beraktifitas. Dia hanya di rumah saja karena sakit stroke ringan. Korbanlah yang merawat ibunya selama ini,” ujarnya.

Korban, kata dia, selama hidupnya mencari nafkah dari bertani. “Korban adalah sosok yang baik dan disiplin. Dia menghidupi keluarganya dari bekerja di ladang dan dia sangat rajin bekerja. Ayahnya sudah bercerai dengan ibunya,” katanya.

Foto: Moral Sitepu/Sumut Pos Warga Desa Lingga Karo membakar alat berat milik pengembang, dalam aksi protes karena pagar jalan pintas ke desa mereka dibongkar, Jumat (29/7/2016).
Foto: Moral Sitepu/Sumut Pos
Warga Desa Lingga Karo membakar alat berat milik pengembang, dalam aksi protes karena pagar jalan pintas ke desa mereka dibongkar, Jumat (29/7/2016). Pembakaran ini berbuntut konflik antara warga dengan polisi.

KARO, SUMUTPOS.CO – Kapolres Karo, AKBP Pangasian Sitio dicopot. Kabar pencopotan ITU disambut gembira warga Desa Lingga. Mereka menilai, hal ini pantas dilakukan. Namun, untuk menjalin perdamaian, warga masih menolak.

AKBP Pangasian Sitio mendadak dicopot dari jabatannya sebagai Kapolres Karo, Senin (8/8) dan digantikan oleh AKBP Rio Nababan, yang kini menjabat sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Kapolres Karo. Ketua BPD Lingga, Pelita Sinulingga, mengaku pihaknya merasa senang. Meski demikian, mereka meminta agar proses hukum terkait bentrok antara warga Desa Lingga dan polisi, harus tetap berjalan sesuai hukum yang berlaku.

Dikatakan, proses hukum tersebut harus dilaksanakan dengan adil dan sebagaimana kenyataan sebenarnya. Memang, kata dia, pihaknya sebelumnya sudah mendapat kabar jika pihak kepolisian berniat merencanakan upaya perdamaian dengan warga desanya khususnya keluarga korban.

“Memang Polres Karo sudah beberapa kali mengusulkan supaya mereka berdamai dengan warga Desa Lingga khususnya pihak keluarga korban tewas, Abdi Saputra Purba. Namun, warga Desa Lingga belum menerima perdamaian tersebut, mengingat kebrutalan Kapolres Karo dan anggotanya yang begitu sadis menurut warga,” jelas Pelita Sinulingga, Selasa (9/8).

Menurutnya, rencana pihak Polres Karo melakukan upaya perdamaian melalui Pur-pur Sage (damai secara adat) yang rencananya dilaksanakan pada tanggal 12 Agustus 2016, belum dapat diterima warga desa. Sebab, kata dia, Desa Lingga yang dihuni 1.000-an penduduk dan memiliki 30 sekitar orang tokoh adat maupun tokoh masyarakat, harus menggelar musyawarah (runggu) terlebih dahulu terkait persoalan itu.

Sebelumnya juga, pasca terjadinya bentrokan antar kedua kubu, seluruh warga desa telah melakukan musyawarah di Losd (Jambur) Desa Lingga. Hasilnya, kata dia, seluruh warga sepakat untuk menolak jika Polres Karo meminta upaya perdamaian.

“Ini sudah menjadi masalah bersama seluruh warga Desa Lingga. Ini marwah kami. Warga tentunya belum siap menerima rencana perdamaian itu. Terlebih lagi, ini masih rencana sepihak dari Polres Karo. Belum ada kesepakatan dengan kita, pasti kita menolak,” tegasnya.

Dijelaskan, sesuai penuturan Tamulina beru Ginting selaku ibu kandung korban tewas, Abdi Saputra Purba kepada seluruh warga desa sebelumnya, pihak keluarga korban tidak akan menerima upaya perdamaian yang rencana dilakukan Polres Karo.

“Menurut keyakinan saya, keluarga korban tidak akan mau berdamai. Sebab dia (ibu korban) sudah menyampaikan kepada warga desa bahwa, dengan apapun dibayar, anaknya telah tewas dan tidak akan bisa dihidupkan kembali,” jelas Pelita.

Hal tersebut dikatakannya bukan tanpa alasan. Sebab, korban tewas merupakan anak tunggal dari Tamulina beru Ginting. “Anaknya cuma satu dan belakangan ini dia (Tamulina) selalu sakit-sakitan. Selama dua tahun ini, dia tidak lagi bisa beraktifitas. Dia hanya di rumah saja karena sakit stroke ringan. Korbanlah yang merawat ibunya selama ini,” ujarnya.

Korban, kata dia, selama hidupnya mencari nafkah dari bertani. “Korban adalah sosok yang baik dan disiplin. Dia menghidupi keluarganya dari bekerja di ladang dan dia sangat rajin bekerja. Ayahnya sudah bercerai dengan ibunya,” katanya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/