28.9 C
Medan
Saturday, May 18, 2024

1.365 Lahan Kualanamu Masih Dikuasai PTPN 2

PAKAM-Pembangunan Bandara Internasional Kualanamu masih menyisakan banyak masalah. Selain potensi keterlambatan operasional yang ditarget Oktober 2012 dan pengadaan pasir untuk run way, pembangunan bandara pengganti Polonia Medan itu ternyata masih dibayangi masalah status lahan.

Ketua Komisi A DPRD Deli Serdang Benhur Silitongga, membeberkan fakta mengejutkan kepada media. Setelah lahan Kualanamu diganti rugi selama 1995-1997, ternyata sekitar 1.365 hektare (ha) masih tecatat sebagai aset PTPN 2 dengan status lahan hak guna usaha (HGU) Hal itu dinyatakan dengan terbitnya SK No 42 /HGU BPN 2002.
Hal ini diketahui dalam pertemuan DPRD Deliserdang dengan direksi PTPN 2 yang diwakili Direktur SDM PTPN 2, Tambak Karo-Karo, di kantor direksi PTPN 2 Tanjung Morawa, Kamis (11/8).

Dikatakannya, terbitnya SK HGU lahan atas nama PTPN II tersebut dikeluarkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Pusat yang kembali memasukkan lokasi Bandara Kualanamu ke peta bidang HGU PTPN 2 pada tahun 2002 silam. Bila merujuk terhadap peraturan yang ada, masa berlaku HGU tersebut selama 20 tahun. Lahan yang ada sekarang sewaktu-waktu dapat dibersihkan (diokupasi) pihak PTPN 2 untuk kepentingan penanam kembali (replanting). Artinya, bila kondisi ini tidak segera diperjelas maka pembebasan untuk kebutuhan lahan Bandara Kualanamu baru boleh dilakukan tahun 2023 mendatang.

Benhur Silitongga menuding BPN pusat tidak serius mengurus administrasi pertanahan di Indonesia hingga menimbulkan kerancuan penerbitan hak atas tanah dimaksud.

“Jangan-jangan BPN tidak mencek ke lapangan ketika hendak penerbitan SK HGU PTPN 2. Atau ketika diusulkan kembali diduga ada korupsi di sana. Kalau begitu, bubarkan saja BPN. Biarkan daerah yang mengurusnya,” kecamnya.
Terpisah, Kepala Project Implementation Unit (PIU) Satker AP II Joko Waskito ketika dikonfirmasi menyatakan, lahan Bandara Kualanamu sudah memiliki sertifikat. Bahkan lahan Bandara sekitar 1.365 Ha merupakan sebagian lahan PTPN 2, sebagian lagi lahan milik warga yang dilepaskan, Puskopat serta PT Serdang Hilir.

Ketika ditanyakan apakah pihaknya mengetahui PTPN 2 masih mendaftarkan lahan bandara ke dalam HGU No 42, Joko Waskito menyatakan pihaknya tidak mengetahui itu. Bahkan kalaupun terjadi demikian, kemungkinan BPN pusat lupa. “Sertifikatnya sudah ada. Soal ganti rugi lahan PTPN 2 kan kementrian BUMN yang lebih kerkompeten disitu,” tandasnya.

Mebidangro Dukung Kualanamu

Di sisi lain, upaya percepatan penyelesaian pembangunan Bandara Internasional Kualanamu akan berpengaruh pada rencana tata ruang wilayah di sekitar bandara. Dengan demikian, hal ini menjadi tanggung jawab bersama pemerintah provinsi dan pemkab Deliserdang.

Pengamat Otda asal USU Ridwan Rangkuti menjelaskan, untuk merencanakan tata ruang satu wilayah harus mengacu kepada pemerintah pusat yang terlebih dahulu diusulkan pemerintah provinsi.

“Setelah mendapat legalisasi dari pusat, pemerintah provinsi yang menjadi acuan, mengkoordinasikannya ke Pemkab untuk lebih memperinci tentang perencanaan tata ruang dan wilayah itu,” terangnya, Kamis (11/8).
Tata ruang dan wilayah juga harus sejalan dengan pembangunan daerah. “Maka, untuk pembangunan makro harus dikoordinatori oleh Pemprovsu. Karena pemerintah provinsi hanya memiliki dua sifat, sebagai koordinator di daerah otonom dan menjadi wakil pusat di provinsi,” katanya lagi.

Mengenai perencanaan tata ruang dan wilayah untuk pendukung penyelesaian Bandara Internasional Kualanamu yang terletak di Deliserdang, bukanlah semata-mata tanggung jawab daerah tersebut (Deliserdang, Red). “Pemprovsu juga harus ikut pro aktif di dalamnya, jangan hanya mengimbau tapi juga ikut memfasilitasi,” tegas Ridwan.

Sementara itu, mengenai konsolidasi antar beberapa daerah di Sumut seperti Medan, Binjai, Deliserdang dan Karo (Mebidangro), Ridwan menegaskan, tak perlu ijin atau mandat dari presiden atau pusat hanya untuk mengkoordinasikan Mebidangro dalam membangun serta mengembangkan wilayah strategik nasional yang saling berhubungan dengan beberapa daerah tersebut.

Dasar pernyataan tersebut dikutip dari UU Nomor 32 Tahun 2004. “Menurut UU itu, untuk mengkoordinasikan beberapa daerah seperti Mebidangro tadi, hanya perlu persetujuan dan koordinasi antar kepala daerah saja. Makanya harus banyak belajar dengan melakukan studi banding, jangan hanya plesiran,” ujar Ridwan.

Sudah banyak contoh, sambungnya, seperti Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi dan Cianjur (Jabodetabekjur) juga Gresik, Jombang, Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo dan Lamongan (Gerbang Kertosusila). “Dan untuk membentuk itu hanya diperlukan koordinasi antar kepala daerah saja. Seperti Jabodetabekjur itu tak memerlukan ijin dari Pemerintah DKI Jakarta untuk membentuknya, hanya koordinasi antar kepala daerah,” tuturnya lagi.

Nah, lanjut Ridwan, begitu pula seharusnya yang dilakukan terhadap Mebidangro. “Perwujudan Mebidangro ini juga diharapkan untuk mempercepat penyelesaian Bandara Internasional Kualanamu. Dengan berkoordinasinya Mebidangro, maka penyelesaian bandara ini diharapkan juga bisa selesai sesuai jadwal yang beroperasi pada 2012 mendatang,” jelasnya.

Di permasalahan ini, katanya lagi, Pemprovsu harusnya bisa menjadi fasilitator dan mengkoordinasikan Mebidangro agar bisa sejalan. “Bukan membiarkan daerah bekerja sendiri-sendiri,” tegas Ridwan. (btr/saz)

Sebelumnya Kepala Bappeda Sumut Riadil Akhir Lubis sempat menerangkan, pihaknya sudah mendesak Pemkab Deliserdang untuk segera merencanakan dan membuat Perda tentang tata ruang di sekitar bandara.
Menurut Riadil, pihaknya juga sudah mengajukan pembentukan konsep kerjasama antara Medan, Binjai, Deliserdang dan Karo (Mebidangro) ke masing-masing pemkab/pemko tersebut. “Kita berharap Pemkab/Pemko Mebidangro bisa mengemukakan kerjasama pembangunan kawasan strategik nasional, dalam hal ini daerah sekitar Bandara Internasional Kualanamu. Seperti mendukung pembangunan jalan tol, non tol, arteri maupun pelabuhan,” tuturnya.
Lebih lanjut ia juga menjelaskan, untuk mendukung hal ini pula, pihak Pemprov sudah mengajukan rancangan aturan pembentukan kerjasama Mebidangro ini ke Presiden. “Rancangannya sudah di pusat, tepatnya sudah di Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional (BKPRN). Dan ini sudah memasuki tahap finalisasi, diharapkan dengan terbentuknya konsep ini, pembangunan dan pengembangan kawasan-kawasan strategik nasional bisa menjadi prioritas nantinya,” ujar Riadil. (btr/saz)

PAKAM-Pembangunan Bandara Internasional Kualanamu masih menyisakan banyak masalah. Selain potensi keterlambatan operasional yang ditarget Oktober 2012 dan pengadaan pasir untuk run way, pembangunan bandara pengganti Polonia Medan itu ternyata masih dibayangi masalah status lahan.

Ketua Komisi A DPRD Deli Serdang Benhur Silitongga, membeberkan fakta mengejutkan kepada media. Setelah lahan Kualanamu diganti rugi selama 1995-1997, ternyata sekitar 1.365 hektare (ha) masih tecatat sebagai aset PTPN 2 dengan status lahan hak guna usaha (HGU) Hal itu dinyatakan dengan terbitnya SK No 42 /HGU BPN 2002.
Hal ini diketahui dalam pertemuan DPRD Deliserdang dengan direksi PTPN 2 yang diwakili Direktur SDM PTPN 2, Tambak Karo-Karo, di kantor direksi PTPN 2 Tanjung Morawa, Kamis (11/8).

Dikatakannya, terbitnya SK HGU lahan atas nama PTPN II tersebut dikeluarkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Pusat yang kembali memasukkan lokasi Bandara Kualanamu ke peta bidang HGU PTPN 2 pada tahun 2002 silam. Bila merujuk terhadap peraturan yang ada, masa berlaku HGU tersebut selama 20 tahun. Lahan yang ada sekarang sewaktu-waktu dapat dibersihkan (diokupasi) pihak PTPN 2 untuk kepentingan penanam kembali (replanting). Artinya, bila kondisi ini tidak segera diperjelas maka pembebasan untuk kebutuhan lahan Bandara Kualanamu baru boleh dilakukan tahun 2023 mendatang.

Benhur Silitongga menuding BPN pusat tidak serius mengurus administrasi pertanahan di Indonesia hingga menimbulkan kerancuan penerbitan hak atas tanah dimaksud.

“Jangan-jangan BPN tidak mencek ke lapangan ketika hendak penerbitan SK HGU PTPN 2. Atau ketika diusulkan kembali diduga ada korupsi di sana. Kalau begitu, bubarkan saja BPN. Biarkan daerah yang mengurusnya,” kecamnya.
Terpisah, Kepala Project Implementation Unit (PIU) Satker AP II Joko Waskito ketika dikonfirmasi menyatakan, lahan Bandara Kualanamu sudah memiliki sertifikat. Bahkan lahan Bandara sekitar 1.365 Ha merupakan sebagian lahan PTPN 2, sebagian lagi lahan milik warga yang dilepaskan, Puskopat serta PT Serdang Hilir.

Ketika ditanyakan apakah pihaknya mengetahui PTPN 2 masih mendaftarkan lahan bandara ke dalam HGU No 42, Joko Waskito menyatakan pihaknya tidak mengetahui itu. Bahkan kalaupun terjadi demikian, kemungkinan BPN pusat lupa. “Sertifikatnya sudah ada. Soal ganti rugi lahan PTPN 2 kan kementrian BUMN yang lebih kerkompeten disitu,” tandasnya.

Mebidangro Dukung Kualanamu

Di sisi lain, upaya percepatan penyelesaian pembangunan Bandara Internasional Kualanamu akan berpengaruh pada rencana tata ruang wilayah di sekitar bandara. Dengan demikian, hal ini menjadi tanggung jawab bersama pemerintah provinsi dan pemkab Deliserdang.

Pengamat Otda asal USU Ridwan Rangkuti menjelaskan, untuk merencanakan tata ruang satu wilayah harus mengacu kepada pemerintah pusat yang terlebih dahulu diusulkan pemerintah provinsi.

“Setelah mendapat legalisasi dari pusat, pemerintah provinsi yang menjadi acuan, mengkoordinasikannya ke Pemkab untuk lebih memperinci tentang perencanaan tata ruang dan wilayah itu,” terangnya, Kamis (11/8).
Tata ruang dan wilayah juga harus sejalan dengan pembangunan daerah. “Maka, untuk pembangunan makro harus dikoordinatori oleh Pemprovsu. Karena pemerintah provinsi hanya memiliki dua sifat, sebagai koordinator di daerah otonom dan menjadi wakil pusat di provinsi,” katanya lagi.

Mengenai perencanaan tata ruang dan wilayah untuk pendukung penyelesaian Bandara Internasional Kualanamu yang terletak di Deliserdang, bukanlah semata-mata tanggung jawab daerah tersebut (Deliserdang, Red). “Pemprovsu juga harus ikut pro aktif di dalamnya, jangan hanya mengimbau tapi juga ikut memfasilitasi,” tegas Ridwan.

Sementara itu, mengenai konsolidasi antar beberapa daerah di Sumut seperti Medan, Binjai, Deliserdang dan Karo (Mebidangro), Ridwan menegaskan, tak perlu ijin atau mandat dari presiden atau pusat hanya untuk mengkoordinasikan Mebidangro dalam membangun serta mengembangkan wilayah strategik nasional yang saling berhubungan dengan beberapa daerah tersebut.

Dasar pernyataan tersebut dikutip dari UU Nomor 32 Tahun 2004. “Menurut UU itu, untuk mengkoordinasikan beberapa daerah seperti Mebidangro tadi, hanya perlu persetujuan dan koordinasi antar kepala daerah saja. Makanya harus banyak belajar dengan melakukan studi banding, jangan hanya plesiran,” ujar Ridwan.

Sudah banyak contoh, sambungnya, seperti Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi dan Cianjur (Jabodetabekjur) juga Gresik, Jombang, Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo dan Lamongan (Gerbang Kertosusila). “Dan untuk membentuk itu hanya diperlukan koordinasi antar kepala daerah saja. Seperti Jabodetabekjur itu tak memerlukan ijin dari Pemerintah DKI Jakarta untuk membentuknya, hanya koordinasi antar kepala daerah,” tuturnya lagi.

Nah, lanjut Ridwan, begitu pula seharusnya yang dilakukan terhadap Mebidangro. “Perwujudan Mebidangro ini juga diharapkan untuk mempercepat penyelesaian Bandara Internasional Kualanamu. Dengan berkoordinasinya Mebidangro, maka penyelesaian bandara ini diharapkan juga bisa selesai sesuai jadwal yang beroperasi pada 2012 mendatang,” jelasnya.

Di permasalahan ini, katanya lagi, Pemprovsu harusnya bisa menjadi fasilitator dan mengkoordinasikan Mebidangro agar bisa sejalan. “Bukan membiarkan daerah bekerja sendiri-sendiri,” tegas Ridwan. (btr/saz)

Sebelumnya Kepala Bappeda Sumut Riadil Akhir Lubis sempat menerangkan, pihaknya sudah mendesak Pemkab Deliserdang untuk segera merencanakan dan membuat Perda tentang tata ruang di sekitar bandara.
Menurut Riadil, pihaknya juga sudah mengajukan pembentukan konsep kerjasama antara Medan, Binjai, Deliserdang dan Karo (Mebidangro) ke masing-masing pemkab/pemko tersebut. “Kita berharap Pemkab/Pemko Mebidangro bisa mengemukakan kerjasama pembangunan kawasan strategik nasional, dalam hal ini daerah sekitar Bandara Internasional Kualanamu. Seperti mendukung pembangunan jalan tol, non tol, arteri maupun pelabuhan,” tuturnya.
Lebih lanjut ia juga menjelaskan, untuk mendukung hal ini pula, pihak Pemprov sudah mengajukan rancangan aturan pembentukan kerjasama Mebidangro ini ke Presiden. “Rancangannya sudah di pusat, tepatnya sudah di Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional (BKPRN). Dan ini sudah memasuki tahap finalisasi, diharapkan dengan terbentuknya konsep ini, pembangunan dan pengembangan kawasan-kawasan strategik nasional bisa menjadi prioritas nantinya,” ujar Riadil. (btr/saz)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/