SUTAN SIREGAR/SUMUT PO
Warga mengantre saat mengurus pembuatan Kartu Tanda Penduduk elektronik (e-KTP) di kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil), Jalan Iskandar Muda Medan, Selasa (30/8). Menurut petugas permintaan pembuatan e-KTP dalam beberapa pekan terakhir mengalami peningkatan, dalam sehari mencapai 100 sampai 250 pemohon disebabkan adanya pemberian waktu tenggang oleh Menteri Dalam Negeri hingga akhir 30 September 2016 untuk pembuatan e-KTP.
SUTAN SIREGAR/SUMUT PO Warga mengantre saat mengurus pembuatan Kartu Tanda Penduduk elektronik (e-KTP) di kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil), Jalan Iskandar Muda Medan, beberapa waktu lalu. Masih banyak warga Sumut yang belum memiliki e-KTP sehingga terancam tak bisa menggunakan hak pilihnya.
Ia menambahkan, mengenai perekaman e-KTP pihaknya banyak melakukan inovasi dan program yang melibatkan KPU kabupaten/kota serta stakeholder terkait. “Kami membangun spirit dengan melakukan agenda sosialisasi Goes to Campus. Dan KPU kabupaten/kota melaksanakan Goes to School bersama Disdukcapil setempat. Dimana cukup mengurus A5 dari TPS. Sementara dari lapas ada pokja penyusunannya yang melibatkan instansi vertikal seperti Kemenkumham Sumut,” tuturnya.
Bahkan sesuai UU No.10/2016 tentang Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota, Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati, kepada warga Indonesia agar bisa memilih ditekankan pada 2019 wajib memiliki e-KTP. “Namun kita masih diberi toleransi sampai 2019. Artinya di tahun itu tidak bisa lagi pakai suket,” katanya.
Turut hadir perwakilan dari Poldasu, Kasubdit Waster AKBP JHS Tanjung, Kapolrestabes Medan Kombes Pol Dadang Hartanto, dan perwakilan Kapolres Belawan. Ketua Komisi A Nezar Djoeli menekankan kepada KPU jangan sungkan menjemput suara dari lapas, rutan, rumah sakit bahkan warga yang berada di perkebunan. “Terkadang pihak perkebunan sok ekslusif dengan menutup akses bagi penyelenggara pemilu masuk. Seperti di wilayah register 40 itu punya potensi sangat besar terjadi kecurangan. Ini gimana cara antisipasinya,” katanya.
Ia mencontohkan seperti KPU Provinsi Bali yang sukses menjemput suara pengungsi Gunung Agung untuk melakukan perekaman e-KTP. Dimana dengan menyiapkan suket yang dibawa petugas KPU bersama Disdukcapil. “Harusnya dari awal kita sudah bangun suasana kebatinan. Sebab ini merupakan tahun politik. Sehingga hak suara masyarakat tidak ada yang hilang,” katanya yang turut pertanyakan penyebab dan kendala APK lambat dilakukan pelelangan.
Anggota Komisi A, Ikrimah Hamidi menyebut sosialisasi paslon di Pilkada Serentak 2018 perlu mendapat dukungan masyarakat. Ia turut pertanyakan titik-titik pemasangan APK sehingga sosialisasi pilkada tidak maksimal. “Saya lihat di beberapa titik ada kayu APK sudah banyak yang hilang dan lapuk. Maunya ikut dimaksimalkan dukungan dari masyarakat akan hal ini,” katanya.
Menurutnya, soal kerawanan paling berbahaya bukan dari masyarakat melainkan instansi atau institusi pemerintah yang terlibat dalam pilkada. Ia mempertanyakan sikap institusi Polri/TNI mengingat bahwa Pilgubsu merupakan lonjatan Pilpres 2019. “Misal BIN atau institusi militer dan kepolisian. Kalau masalah masyarakat terlibat soal kecurangan pemilu, itu gampang menyelesaikannya. Tapi ketika institusi pemerintah terlibat bagaimana penanganannya,” katanya. (prn)
SUTAN SIREGAR/SUMUT PO Warga mengantre saat mengurus pembuatan Kartu Tanda Penduduk elektronik (e-KTP) di kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil), Jalan Iskandar Muda Medan, beberapa waktu lalu. Masih banyak warga Sumut yang belum memiliki e-KTP sehingga terancam tak bisa menggunakan hak pilihnya.
Ia menambahkan, mengenai perekaman e-KTP pihaknya banyak melakukan inovasi dan program yang melibatkan KPU kabupaten/kota serta stakeholder terkait. “Kami membangun spirit dengan melakukan agenda sosialisasi Goes to Campus. Dan KPU kabupaten/kota melaksanakan Goes to School bersama Disdukcapil setempat. Dimana cukup mengurus A5 dari TPS. Sementara dari lapas ada pokja penyusunannya yang melibatkan instansi vertikal seperti Kemenkumham Sumut,” tuturnya.
Bahkan sesuai UU No.10/2016 tentang Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota, Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati, kepada warga Indonesia agar bisa memilih ditekankan pada 2019 wajib memiliki e-KTP. “Namun kita masih diberi toleransi sampai 2019. Artinya di tahun itu tidak bisa lagi pakai suket,” katanya.
Turut hadir perwakilan dari Poldasu, Kasubdit Waster AKBP JHS Tanjung, Kapolrestabes Medan Kombes Pol Dadang Hartanto, dan perwakilan Kapolres Belawan. Ketua Komisi A Nezar Djoeli menekankan kepada KPU jangan sungkan menjemput suara dari lapas, rutan, rumah sakit bahkan warga yang berada di perkebunan. “Terkadang pihak perkebunan sok ekslusif dengan menutup akses bagi penyelenggara pemilu masuk. Seperti di wilayah register 40 itu punya potensi sangat besar terjadi kecurangan. Ini gimana cara antisipasinya,” katanya.
Ia mencontohkan seperti KPU Provinsi Bali yang sukses menjemput suara pengungsi Gunung Agung untuk melakukan perekaman e-KTP. Dimana dengan menyiapkan suket yang dibawa petugas KPU bersama Disdukcapil. “Harusnya dari awal kita sudah bangun suasana kebatinan. Sebab ini merupakan tahun politik. Sehingga hak suara masyarakat tidak ada yang hilang,” katanya yang turut pertanyakan penyebab dan kendala APK lambat dilakukan pelelangan.
Anggota Komisi A, Ikrimah Hamidi menyebut sosialisasi paslon di Pilkada Serentak 2018 perlu mendapat dukungan masyarakat. Ia turut pertanyakan titik-titik pemasangan APK sehingga sosialisasi pilkada tidak maksimal. “Saya lihat di beberapa titik ada kayu APK sudah banyak yang hilang dan lapuk. Maunya ikut dimaksimalkan dukungan dari masyarakat akan hal ini,” katanya.
Menurutnya, soal kerawanan paling berbahaya bukan dari masyarakat melainkan instansi atau institusi pemerintah yang terlibat dalam pilkada. Ia mempertanyakan sikap institusi Polri/TNI mengingat bahwa Pilgubsu merupakan lonjatan Pilpres 2019. “Misal BIN atau institusi militer dan kepolisian. Kalau masalah masyarakat terlibat soal kecurangan pemilu, itu gampang menyelesaikannya. Tapi ketika institusi pemerintah terlibat bagaimana penanganannya,” katanya. (prn)