27.8 C
Medan
Saturday, May 4, 2024

BNNP Sumut: Utamakan Rehabilitasi daripada Penjara

Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi Sumut, Brigjen Andi Loedianto.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi Sumut, Brigjen Andi Loedianto menyebutkan, yang paling utama dalam memberantas narkoba adalah rehabilitasi, bukan hukuman penjara. Hal ini disebutkannya mengingat, hampir 75 persen penghuni Lapas Klas IA Tanjunggusta dihuni narapidana kasus narkotika.

“Jadi pertanyaan, apakah para pecandu maupun pengedar narkotika akan menjadi lebih baik usai menjalani tahan 4 hingga 5 tahun di sana? Jawabannya tidak. Begitu lepas mereka masih akan menjual narkotika,” kata Brigjen Andi Loedianto ketika ditemui di ruang kerjanya, Selasa (18/7).

Jendral bintang satu ini menyebutkan, yang paling utama dalam memberantas narkoba dimulai dengan melakukan rehabilitasi. “Anda yakin mereka yang ditangkap tidak akan mengulangi lagi perbuatannya begitu keluar dari Lapas? Pertanyaan ini seperti sudah banyak dijawab. Itu masih sekedar di lapas ya, belum tahanan titipan polisi atau di kita,” tutur Andi.

Dia menganalisis, penyalahgunaan narkotika terjadi di semua lingkungan. Baik lingkungan kerja, lingkungan pendidikan, bahkan di lingkungan penegak hukum itu sendiri. Yang menyalahgunakan, katanya adalah oknum.

Kembali kepada niatan untuk melakukan perehaban, tugas tersebut menjadi tanggungjawab orang yang berada di lingkungannya. Dia beranggapan, pencandu narkotika berdampak negatif kepada lingkungannya. Mereka yang menjadi pecandu berdampak sangat negatif, alih-alih berbahaya.

Dia menyebut, sudah saatnya masyarakat peduli akan bahaya peredaran narkoba di sekitar lingkungannya. Masyarakat sudah saatnya sadar akan peran serta dalam menghempang masuknya narkotika dalam sendi-sendi bermasyarakat. “Masih ingat kasus kecelakaan lalulintas di Jakarta yang menewaskan sembilan orang pejalan kaki, Afriyani Susanti. Dia yang pakai narkoba, orang lain yang jadi korbannya. Jadi itu yang saya katakan, pecandu narkotika itu berbahaya. Pencandu narkotika itu sangat mungkin menjadi pelaku kriminal,” ujar Sandi.

Setidaknya program teknis yang dipaparkan Andi tersebut merupakan langkah mereka untuk menekan suplay demand (pasokan permintaan) narkoba. Saat ini pelaku penyalahgunaan narkotika di Sumut mencapai 300 ribu orang tersebar di 33 kabupaten/kota, atau 10 ribu orang per kabupaten/kota

Di Hari Anti Narkotika Internasional (HANI), dia mengatakan telah dibentuk satuan tugas (Satgas) yang yang terintegrasi dengan sejumlah pihak, TNI-Polri dan seluruh pihak dalam Pencegahan, Pemberantasan, Penyalahgunaan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN). Ini juga menjadi satu-satunya di Indonesia.

“Gubernur kita mendapat penghargaan atas langkahnya ini. Nah memang dalam Permendagri 23 2012 gubernur, walikota dan bupati itu menjadi fasilitator program P4GN. Kenapa mereka dilibatkan? Kalau saya (BBNP Sumut,red) sudah berhasil aparat lain sudah berhasil untuk memotivasi mereka yang pencadu direhab, kalau setiap kabupaten/kota ada 10 ribu pecandu, katakanlah 1000 orang saja dan harus direhabilitasi terus di mana tempatnya. Maka dari itu pemerintah setempat harus ikut memikirkannya, memberikan tempatnya,” ujar Andi.

Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi Sumut, Brigjen Andi Loedianto.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi Sumut, Brigjen Andi Loedianto menyebutkan, yang paling utama dalam memberantas narkoba adalah rehabilitasi, bukan hukuman penjara. Hal ini disebutkannya mengingat, hampir 75 persen penghuni Lapas Klas IA Tanjunggusta dihuni narapidana kasus narkotika.

“Jadi pertanyaan, apakah para pecandu maupun pengedar narkotika akan menjadi lebih baik usai menjalani tahan 4 hingga 5 tahun di sana? Jawabannya tidak. Begitu lepas mereka masih akan menjual narkotika,” kata Brigjen Andi Loedianto ketika ditemui di ruang kerjanya, Selasa (18/7).

Jendral bintang satu ini menyebutkan, yang paling utama dalam memberantas narkoba dimulai dengan melakukan rehabilitasi. “Anda yakin mereka yang ditangkap tidak akan mengulangi lagi perbuatannya begitu keluar dari Lapas? Pertanyaan ini seperti sudah banyak dijawab. Itu masih sekedar di lapas ya, belum tahanan titipan polisi atau di kita,” tutur Andi.

Dia menganalisis, penyalahgunaan narkotika terjadi di semua lingkungan. Baik lingkungan kerja, lingkungan pendidikan, bahkan di lingkungan penegak hukum itu sendiri. Yang menyalahgunakan, katanya adalah oknum.

Kembali kepada niatan untuk melakukan perehaban, tugas tersebut menjadi tanggungjawab orang yang berada di lingkungannya. Dia beranggapan, pencandu narkotika berdampak negatif kepada lingkungannya. Mereka yang menjadi pecandu berdampak sangat negatif, alih-alih berbahaya.

Dia menyebut, sudah saatnya masyarakat peduli akan bahaya peredaran narkoba di sekitar lingkungannya. Masyarakat sudah saatnya sadar akan peran serta dalam menghempang masuknya narkotika dalam sendi-sendi bermasyarakat. “Masih ingat kasus kecelakaan lalulintas di Jakarta yang menewaskan sembilan orang pejalan kaki, Afriyani Susanti. Dia yang pakai narkoba, orang lain yang jadi korbannya. Jadi itu yang saya katakan, pecandu narkotika itu berbahaya. Pencandu narkotika itu sangat mungkin menjadi pelaku kriminal,” ujar Sandi.

Setidaknya program teknis yang dipaparkan Andi tersebut merupakan langkah mereka untuk menekan suplay demand (pasokan permintaan) narkoba. Saat ini pelaku penyalahgunaan narkotika di Sumut mencapai 300 ribu orang tersebar di 33 kabupaten/kota, atau 10 ribu orang per kabupaten/kota

Di Hari Anti Narkotika Internasional (HANI), dia mengatakan telah dibentuk satuan tugas (Satgas) yang yang terintegrasi dengan sejumlah pihak, TNI-Polri dan seluruh pihak dalam Pencegahan, Pemberantasan, Penyalahgunaan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN). Ini juga menjadi satu-satunya di Indonesia.

“Gubernur kita mendapat penghargaan atas langkahnya ini. Nah memang dalam Permendagri 23 2012 gubernur, walikota dan bupati itu menjadi fasilitator program P4GN. Kenapa mereka dilibatkan? Kalau saya (BBNP Sumut,red) sudah berhasil aparat lain sudah berhasil untuk memotivasi mereka yang pencadu direhab, kalau setiap kabupaten/kota ada 10 ribu pecandu, katakanlah 1000 orang saja dan harus direhabilitasi terus di mana tempatnya. Maka dari itu pemerintah setempat harus ikut memikirkannya, memberikan tempatnya,” ujar Andi.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/