SURABAYA, SUMUTPOS.CO – Penyidik Polda Jatim mulai mendapat keterangan tentang detail kasus pencabulan yang diduga dilakukan pembimbing rohani berinisial IAG. Tujuh anak asuh asal Nias, Sumut, yang menjadi korban selama ini selalu dilarang berinteraksi dengan dunia luar. Alasannya, khawatir mereka tersesat di Surabaya.
Informasi itu muncul dalam lanjutan penyidikan oleh Unit Perlindungan Perempuan dan Anak Subdit Renakta Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Jatim. Penyidik telah memeriksa sejumlah saksi untuk mengungkap kasus tersebut. Antara lain, saksi korban yang mendapat perlakuan tidak senonoh.
Berdasar pengakuan para korban yang semua berasal dari Nias, mereka sengaja dibuat tidak berani melawan sejak kali pertama tiba di Surabaya. Semua diwajibkan menaati peraturan yang dibuat IAG jika masih mau disekolahkan. Termasuk tidak boleh berinteraksi dengan lingkungan.
IAG memang menepati janjinya menyekolahkan para korban. Hanya, gerak mereka sangat dibatasi.Misalnya, untuk berangkat dan pulang sekolah, mereka selalu diantar dan dijemput.
Penjemputan itu dilakukan selalu tepat waktu ketika jam sekolah berakhir. Dengan begitu, tidak ada kesempatan bagi para korban untuk berinteraksi selepas sekolah.
Kepada penyidik, para korban mengaku sebenarnya tidak ada ancaman yang spesifik jika melawan atau membongkar kasus pencabulan tersebut. Namun, para korban merasa tertekan dan sangat ketakutan jika harus berhadapan dengan IAG.
Karena itulah, meski sudah dicabuli berkali-kali selama bertahun-tahun, mereka tidak berani menolak dan melawan. Mereka hanya bisa pasrah ketika didatangi pelaku dan diajak berbuat cabul.
Kabidhumas Polda Jatim Kombespol R.P. Argo Yuwono saat dikonfirmasi menolak menjelaskan materi penyidikan. Menurut dia, penyidik masih berfokus memeriksa korban dan para saksi. ”Termasuk saksi ahli untuk mendukung penyidikan,” katanya. (eko/did/c5/fat/flo/jpnn)