25.6 C
Medan
Friday, May 3, 2024

Delapan Gugatan Hasil Pilkada dari Sumut Kembali Rontok

Foto: Girsang/JPNN Ketua Majelis Hakim MK, Arief Hidayat membuka sidang gugatan Pilkada, Kamis (21/1/2016) pukul 09.00 WIB
Foto: Girsang/JPNN
Ketua Majelis Hakim MK, Arief Hidayat membuka sidang gugatan Pilkada, Kamis (21/1/2016) pukul 09.00 WIB

SUMUTPOS.CO – Suasana sidang kedua pembacaan putusan persilihan hasil pemilihan kepala daerah (PHP) di Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis (21/1) tak seramai sidang-sidang sebelumnya saat Majelis Hakim memeriksa dalil-dalil pemohon. Bahkan sejak Ketua Majelis Hakim MK Arief Hidayat membuka sidang Pukul 09.00 WIB, kursi yang selama ini diperuntukkan bagi kuasa hukum pemohon, banyak yang kosong. Hanya beberapa yang terlihat menghadiri sidang. 

Mereka seolah telah memprediksi MK akan memutus menolak gugatan para pemohon dan mengabulkan eksepsi pihak termohon serta pihak terkait. Seperti yang terjadi pada pembacaan putusan Senin (18/1) kemarin, seluruh gugatan ditolak. 35 perkara ditolak karena alasan tidak memenuhi ketentuan batas waktu pengajuan perkara 3×24 jam. Sementara lima gugatan gugur karena pemohon menarik kembali gugatannya.

Tebakan sepinya kehadiran kuasa hukum pemohon sepertinya mendekati kebenaran. Terbukti, dari 26 perkara yang dibacakan, Majelis Hakim MK kembali menyatakan menolak gugatan para pemohon. Dari jumlah tersebut, delapan perkara berasal dari Sumatera Utara. Masing-masing gugatan untuk hasil pilkada Humbang Hasundutan yang diajukan pasangan calon kepala daerah Palbet Siboro-Henri Sihombing dan pasangan Harry Marbun-Momento Nixon M Sihombing.

Kemudian gugatan hasil pilkada Labuhanbatu yang diajukan pasangan Tigor Panusunan Siregar-Erik Adtrada Ritonga, gugatan hasil pilkada.Labuhanbatu Selatan (Uslan-Arwi Winata), Nias (Faigi’asa Bawamenewi-Bezatulo Gulo) dan Nias Selatan (Idealisman Dachi-Siotaraizokho Gaho). Selanjutnya gugatan hasil pilkada Nias Utara yang diajukan Edward Zega-Yostinus Hulu dan Samosir yang diajukan Raun Sitanggang-Pardamean Gultom.

Dengan demikian dari 15 gugatan yang berasal dari Sumut, sebelas perkara telah ditolak. Sementara empat perkara lain keputusannya akan dibacakan Majelis Hakim MK, Jumat (22/1). Masing-masing gugatan hasil pilkada Serdang Bedagai yang diajukan pasangan Syahrianto-Riski Ramadhan Hasibuan. Kemudian Kota Gunung Sitoli (Martinus Lase-Kemurnian Zebua), Kota Medan (Ramadhan Pohan-Eddie Kusuma) dan Kota Sibolga (Memori Eva Ulina Panggabean-Jansul Perdana Pasaribu).

Dalam memutus 26 perkara kali ini, MK menyebut permohonan tak memenuhi syarat sebagaimana diatur dalam Pasal 158 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota dan Pasal 6 Peraturan MK Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pedoman Beracara dalam Perkara Perselisihan Hasil Pilkada. Dengan demikian sampai sejauh ini sudah 66 perkara pilkada yang digugurkan MK, dari total 147 gugatan yang dilayangkan para calon kepala daerah.

“MK terlebih dahulu memertimbangkan eksepsi pihak termohon dan pihak terkait, bahwa pengaduan tidak memenuhi syarat Pasal 158 UU Nomor 8 Tahun 2015 dan Pasal 6 PMK Nomor 1 Tahun 2015,”ujar Majelis Hakim MK Wahiduddin Adams, saat membacakan pertimbangan putusan, di Jakarta, Kamis (21/1).

Atas pertimbangan tersebut, Ketua Majelis Hakim MK Arief Hidayat kemudian membacakan putusan. Menyatakan mengabulkan eksepsi pihak termohon dan pihak terkait, serta menyatakan permohonan pemohon tak dapat diterima.

Sikap MK yang menolak seluruh gugatan pada sidang kali ini mendapat reaksi keras dari Ilham Prasetio Gultom. Kuasa Hukum pasangan calon Bupati Labuhanbatu Tigor Panusunan Siregar-Erik Adtrada Ritonga ini menyatakan, putusan berakibat semua pihak tidak bisa melakukan kajian sejauh mana kualitas penyelenggaraan pilkada yang dilakukan KPUD.

“Karena terbukti, hari ini (Kamis,red) KPUD tidak pernah bisa dikaji karena dibatasi segmen 158 (Pasal 158 UU Pilkada,red). Jadi dampaknya akan panjang. Sangat ironis sekali kita dengar hakim membacakan alasannya karena ini pertimbangan budaya hukum,” ujar Ilham.

Ilham melihat pertimbangan MK bertolak belakang dengan pernyataan yang sebelumnya pernah dilontarkan pada tahun 2008 lalu. Ketika itu majelis hakim MK menyatakan lembaganya bukan lembaga kalkulator, namun mencari keadilan.

Selain itu Ilham juga menyesalkan pertimbangan hakim karena berdasarkan perhitungan pihaknya, selisih suara pasangan Tigor-erik hanya 350 suara. Artinya tidak melewati ambang batas. Sementara menurut pendapat KPUD, selisih suara mencapai sekitar 7 persen.

“Makanya kami kecewa apalagi petimbangan hukum yang kami ajukan dalam dalil tidak dibacakan oleh hakim.

Foto: Girsang/JPNN Ketua Majelis Hakim MK, Arief Hidayat membuka sidang gugatan Pilkada, Kamis (21/1/2016) pukul 09.00 WIB
Foto: Girsang/JPNN
Ketua Majelis Hakim MK, Arief Hidayat membuka sidang gugatan Pilkada, Kamis (21/1/2016) pukul 09.00 WIB

SUMUTPOS.CO – Suasana sidang kedua pembacaan putusan persilihan hasil pemilihan kepala daerah (PHP) di Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis (21/1) tak seramai sidang-sidang sebelumnya saat Majelis Hakim memeriksa dalil-dalil pemohon. Bahkan sejak Ketua Majelis Hakim MK Arief Hidayat membuka sidang Pukul 09.00 WIB, kursi yang selama ini diperuntukkan bagi kuasa hukum pemohon, banyak yang kosong. Hanya beberapa yang terlihat menghadiri sidang. 

Mereka seolah telah memprediksi MK akan memutus menolak gugatan para pemohon dan mengabulkan eksepsi pihak termohon serta pihak terkait. Seperti yang terjadi pada pembacaan putusan Senin (18/1) kemarin, seluruh gugatan ditolak. 35 perkara ditolak karena alasan tidak memenuhi ketentuan batas waktu pengajuan perkara 3×24 jam. Sementara lima gugatan gugur karena pemohon menarik kembali gugatannya.

Tebakan sepinya kehadiran kuasa hukum pemohon sepertinya mendekati kebenaran. Terbukti, dari 26 perkara yang dibacakan, Majelis Hakim MK kembali menyatakan menolak gugatan para pemohon. Dari jumlah tersebut, delapan perkara berasal dari Sumatera Utara. Masing-masing gugatan untuk hasil pilkada Humbang Hasundutan yang diajukan pasangan calon kepala daerah Palbet Siboro-Henri Sihombing dan pasangan Harry Marbun-Momento Nixon M Sihombing.

Kemudian gugatan hasil pilkada Labuhanbatu yang diajukan pasangan Tigor Panusunan Siregar-Erik Adtrada Ritonga, gugatan hasil pilkada.Labuhanbatu Selatan (Uslan-Arwi Winata), Nias (Faigi’asa Bawamenewi-Bezatulo Gulo) dan Nias Selatan (Idealisman Dachi-Siotaraizokho Gaho). Selanjutnya gugatan hasil pilkada Nias Utara yang diajukan Edward Zega-Yostinus Hulu dan Samosir yang diajukan Raun Sitanggang-Pardamean Gultom.

Dengan demikian dari 15 gugatan yang berasal dari Sumut, sebelas perkara telah ditolak. Sementara empat perkara lain keputusannya akan dibacakan Majelis Hakim MK, Jumat (22/1). Masing-masing gugatan hasil pilkada Serdang Bedagai yang diajukan pasangan Syahrianto-Riski Ramadhan Hasibuan. Kemudian Kota Gunung Sitoli (Martinus Lase-Kemurnian Zebua), Kota Medan (Ramadhan Pohan-Eddie Kusuma) dan Kota Sibolga (Memori Eva Ulina Panggabean-Jansul Perdana Pasaribu).

Dalam memutus 26 perkara kali ini, MK menyebut permohonan tak memenuhi syarat sebagaimana diatur dalam Pasal 158 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota dan Pasal 6 Peraturan MK Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pedoman Beracara dalam Perkara Perselisihan Hasil Pilkada. Dengan demikian sampai sejauh ini sudah 66 perkara pilkada yang digugurkan MK, dari total 147 gugatan yang dilayangkan para calon kepala daerah.

“MK terlebih dahulu memertimbangkan eksepsi pihak termohon dan pihak terkait, bahwa pengaduan tidak memenuhi syarat Pasal 158 UU Nomor 8 Tahun 2015 dan Pasal 6 PMK Nomor 1 Tahun 2015,”ujar Majelis Hakim MK Wahiduddin Adams, saat membacakan pertimbangan putusan, di Jakarta, Kamis (21/1).

Atas pertimbangan tersebut, Ketua Majelis Hakim MK Arief Hidayat kemudian membacakan putusan. Menyatakan mengabulkan eksepsi pihak termohon dan pihak terkait, serta menyatakan permohonan pemohon tak dapat diterima.

Sikap MK yang menolak seluruh gugatan pada sidang kali ini mendapat reaksi keras dari Ilham Prasetio Gultom. Kuasa Hukum pasangan calon Bupati Labuhanbatu Tigor Panusunan Siregar-Erik Adtrada Ritonga ini menyatakan, putusan berakibat semua pihak tidak bisa melakukan kajian sejauh mana kualitas penyelenggaraan pilkada yang dilakukan KPUD.

“Karena terbukti, hari ini (Kamis,red) KPUD tidak pernah bisa dikaji karena dibatasi segmen 158 (Pasal 158 UU Pilkada,red). Jadi dampaknya akan panjang. Sangat ironis sekali kita dengar hakim membacakan alasannya karena ini pertimbangan budaya hukum,” ujar Ilham.

Ilham melihat pertimbangan MK bertolak belakang dengan pernyataan yang sebelumnya pernah dilontarkan pada tahun 2008 lalu. Ketika itu majelis hakim MK menyatakan lembaganya bukan lembaga kalkulator, namun mencari keadilan.

Selain itu Ilham juga menyesalkan pertimbangan hakim karena berdasarkan perhitungan pihaknya, selisih suara pasangan Tigor-erik hanya 350 suara. Artinya tidak melewati ambang batas. Sementara menurut pendapat KPUD, selisih suara mencapai sekitar 7 persen.

“Makanya kami kecewa apalagi petimbangan hukum yang kami ajukan dalam dalil tidak dibacakan oleh hakim.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/