26.7 C
Medan
Sunday, April 28, 2024

Media Online Mulai Ditinggalkan Pembaca dan Pemasang Iklan

Baca berita di facebook-Ilustrasi. Pembaca lebih suka membaca berita yang dilink kan ke facebook.
Baca berita di facebook-Ilustrasi. Pembaca lebih suka membaca berita yang dilink kan ke facebook.

NEW YORK, SUMUTPOS.CO – Sempat bersinar sebentar, bisnis media online (online news) perlahan mulai redup. Beberapa pekan terakhir, sedikitnya tiga perusahaan di Amerika Serikat (AS) yang menerbitkan media online dilanda rasa panik. Sebab, kekhawatiran mereka terhadap masa depan bisnisnya telah menjelma menjadi nyata. Pendapatan dari sisi iklan menurun seiring dengan anjloknya jumlah kunjungan ke situs media mereka.

Adalah Mashable, salah satu generasi pertama situs koran digital Negeri Paman Sam, yang kali pertama mewujudkan kepanikan itu dalam efisiensi karyawan. Bulan ini, situs yang baru saja membukukan pendapatan USD 15 juta (sekitar Rp 197,3 miliar) tersebut merumahkan setidaknya 30 orang. Selain Mashable, ada dua pemain dalam bisnis media digital yang mulai tergoda untuk menyerah, yakni Salon dan BuzzFeed.

Salon telah mengumumkan rencana untuk kembali memangkas anggaran. Juga mengurangi jumlah karyawan. Sebelumnya Salon melakukan hal yang sama. Maka, ketika Salon kembali menempuh langkah tersebut, BuzzFeed pun merasa harus mulai ancang-ancang. Sebab, perusahaan start-up news online itu juga tidak bisa lagi menutupi fakta bahwa mereka terus merugi.

”Ini masa yang sangat genting,” kata Om Malik seperti dilansir New York Times awal pekan ini. Salah seorang penanam modal pada True Ventures tersebut mengakui bahwa bisnis online kian susah berkembang. Pada 2015 True Ventures terpaksa merelakan Gigaom gulung tikar. Gigaom adalah situs berita teknologi milik True Ventures yang sudah beroperasi sedari awal booming-nya media online. ”Bisnis iklan online selalu tidak bisa diprediksi dan belakangan menjadi kian membahayakan,” ujarnya.

Di samping pendapatan dari iklan online yang tidak pasti, Malik mengatakan bahwa kunjungan ke situs-situs media online juga semakin turun. Itu jauh berbeda dengan satu dekade lalu, saat semua orang di seluruh penjuru dunia keranjingan berita online.

Kemajuan pesat teknologi ternyata justru membuat bisnis iklan online rugi. Setidaknya itu yang dipaparkan Malik. Sebab, seiring dengan perkembangan zaman, banyak muncul sistem otomatis yang mampu memblokir iklan atau menutup iklan yang muncul tiba-tiba. Semua itu jelas menghambat perkembangan iklan di koran digital atau blog informatif semacam blog berita.

Tapi, sebenarnya, di balik kemajuan teknologi dan kemutakhiran sistem di dunia maya, ada hal lain yang lebih membahayakan bisnis online, yakni perilaku masyarakat. Dewasa ini ada peralihan penggunaan internet dari model situs (di komputer atau laptop) ke model ponsel. Di ponsel, aplikasi yang bersifat hiburan dan jejaring sosial menjadi primadona. Maka, para penikmat berita pun berubah menjadi penikmat hiburan.

Perubahan sistem dari komputer ke ponsel itu membuat sumber pendapatan pebisnis media online semakin tidak jelas. ”Perubahan demi perubahan itu membuat kami semakin paham bahwa manusia memang tidak bisa menggariskan takdir mereka,” ungkap Scott Rosenberg.

Baca berita di facebook-Ilustrasi. Pembaca lebih suka membaca berita yang dilink kan ke facebook.
Baca berita di facebook-Ilustrasi. Pembaca lebih suka membaca berita yang dilink kan ke facebook.

NEW YORK, SUMUTPOS.CO – Sempat bersinar sebentar, bisnis media online (online news) perlahan mulai redup. Beberapa pekan terakhir, sedikitnya tiga perusahaan di Amerika Serikat (AS) yang menerbitkan media online dilanda rasa panik. Sebab, kekhawatiran mereka terhadap masa depan bisnisnya telah menjelma menjadi nyata. Pendapatan dari sisi iklan menurun seiring dengan anjloknya jumlah kunjungan ke situs media mereka.

Adalah Mashable, salah satu generasi pertama situs koran digital Negeri Paman Sam, yang kali pertama mewujudkan kepanikan itu dalam efisiensi karyawan. Bulan ini, situs yang baru saja membukukan pendapatan USD 15 juta (sekitar Rp 197,3 miliar) tersebut merumahkan setidaknya 30 orang. Selain Mashable, ada dua pemain dalam bisnis media digital yang mulai tergoda untuk menyerah, yakni Salon dan BuzzFeed.

Salon telah mengumumkan rencana untuk kembali memangkas anggaran. Juga mengurangi jumlah karyawan. Sebelumnya Salon melakukan hal yang sama. Maka, ketika Salon kembali menempuh langkah tersebut, BuzzFeed pun merasa harus mulai ancang-ancang. Sebab, perusahaan start-up news online itu juga tidak bisa lagi menutupi fakta bahwa mereka terus merugi.

”Ini masa yang sangat genting,” kata Om Malik seperti dilansir New York Times awal pekan ini. Salah seorang penanam modal pada True Ventures tersebut mengakui bahwa bisnis online kian susah berkembang. Pada 2015 True Ventures terpaksa merelakan Gigaom gulung tikar. Gigaom adalah situs berita teknologi milik True Ventures yang sudah beroperasi sedari awal booming-nya media online. ”Bisnis iklan online selalu tidak bisa diprediksi dan belakangan menjadi kian membahayakan,” ujarnya.

Di samping pendapatan dari iklan online yang tidak pasti, Malik mengatakan bahwa kunjungan ke situs-situs media online juga semakin turun. Itu jauh berbeda dengan satu dekade lalu, saat semua orang di seluruh penjuru dunia keranjingan berita online.

Kemajuan pesat teknologi ternyata justru membuat bisnis iklan online rugi. Setidaknya itu yang dipaparkan Malik. Sebab, seiring dengan perkembangan zaman, banyak muncul sistem otomatis yang mampu memblokir iklan atau menutup iklan yang muncul tiba-tiba. Semua itu jelas menghambat perkembangan iklan di koran digital atau blog informatif semacam blog berita.

Tapi, sebenarnya, di balik kemajuan teknologi dan kemutakhiran sistem di dunia maya, ada hal lain yang lebih membahayakan bisnis online, yakni perilaku masyarakat. Dewasa ini ada peralihan penggunaan internet dari model situs (di komputer atau laptop) ke model ponsel. Di ponsel, aplikasi yang bersifat hiburan dan jejaring sosial menjadi primadona. Maka, para penikmat berita pun berubah menjadi penikmat hiburan.

Perubahan sistem dari komputer ke ponsel itu membuat sumber pendapatan pebisnis media online semakin tidak jelas. ”Perubahan demi perubahan itu membuat kami semakin paham bahwa manusia memang tidak bisa menggariskan takdir mereka,” ungkap Scott Rosenberg.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/