27.8 C
Medan
Saturday, May 4, 2024

Edy Rahmayadi: Sumut 1 Harga Mati

Letjen TNI Edy Rahmayadi saat menjadi komandan upacara beberapa waktu lalu.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Letjen TNI Edy Rahmayadi tetap berkomitmen maju di Pemilihan Gubernur Sumatera Utara (Pilgubsu) 2018 mendatang, kendati mutasi jabatan Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad) dianulir oleh Panglima TNI, Marsekal Hadi Tjahjanto,

Keputusan untuk maju di Pilgubsu menjadi harga mati bagi Edy Rahmayadi. Sebab, hal tersebut sudah menjadi keputusannya.

“Tidak ada hubungannya dengan Sumut 1. Sumut 1 harga mati. Sampaikan sama orang-orang sumut yang kita cintai, saya tetap maju untuk Sumut 1,” kata Edy ketika dikonfirmasi melalui pesan singkat, Kamis (21/12).

Edy menuding ada pihak yang sengaja melakukan manuver untuk menjegal dirinya agar tidak jadi maju. Meski begitu, Edy tetap tidak gentar, dia akan menghadapinya.

“Dan manuver itu tak akan bisa melemahkan semangat saya untuk bangun Sumut bermartabat,” pungkasnya.

Pengamat Politik, Dr Warjio menilai manuver-manuver menjelang pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2018 wajar terjadi.

Kata dia, batalnya mutasi Edy Rahmayadi hanya persoalan administrasi di internal TNI. Seharusnya, kata dia, keputusan menganulir itu tidak dilakukan oleh Panglima TNI yang baru.

Meski mutasi dibatalkan, Warjio menyebut Edy bisa menempuh jalur lain yakni pengunduran diri. Di mana, proses pengunduran diri atau pensiun dini merupakan hak pribadi beliau sebagai prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI).

“Keputusan Panglima Hadi menganulir keputusan Panglima sebelumnya telah menimbulkan kegaduhan,” ungkapnya.

Kegaduhan ini, dia bilang akan menimbulkan persepsi buruk masyarakat kepada institusi TNI secara menyeluruh.

“Kejanggalan ini terlihat ketika Presiden memutuskan mencopot Gatot Nurmantyo sebagai Panglima TNI dan mengusulkan Marsekal Hadi sebagai pengganti. Padahal, Gatot baru akan pensiun april 2018. Belum lagi, proses pergantian yang begitu cepat, dan setelah ada pergantian muncul kejadian ini,” bebernya.

Di sisi lain, Warjio melihat ada agenda setting di balik ini semua. Dia mengaku peristiwa ini sengaja di desain sedemikian rupa. “Kalau insiden ini dilakukan untuk menaikkan popularitas Edy sepertinya upayanya berhasil, karena ini menjadi isu nasional. Akan muncul pemikiran di masyarakat bahwa Edy teraniaya. Sehingga, menimbulkan rasa empati dan perhatian yang lebih,” paparnya. (dik/azw)

Letjen TNI Edy Rahmayadi saat menjadi komandan upacara beberapa waktu lalu.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Letjen TNI Edy Rahmayadi tetap berkomitmen maju di Pemilihan Gubernur Sumatera Utara (Pilgubsu) 2018 mendatang, kendati mutasi jabatan Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad) dianulir oleh Panglima TNI, Marsekal Hadi Tjahjanto,

Keputusan untuk maju di Pilgubsu menjadi harga mati bagi Edy Rahmayadi. Sebab, hal tersebut sudah menjadi keputusannya.

“Tidak ada hubungannya dengan Sumut 1. Sumut 1 harga mati. Sampaikan sama orang-orang sumut yang kita cintai, saya tetap maju untuk Sumut 1,” kata Edy ketika dikonfirmasi melalui pesan singkat, Kamis (21/12).

Edy menuding ada pihak yang sengaja melakukan manuver untuk menjegal dirinya agar tidak jadi maju. Meski begitu, Edy tetap tidak gentar, dia akan menghadapinya.

“Dan manuver itu tak akan bisa melemahkan semangat saya untuk bangun Sumut bermartabat,” pungkasnya.

Pengamat Politik, Dr Warjio menilai manuver-manuver menjelang pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2018 wajar terjadi.

Kata dia, batalnya mutasi Edy Rahmayadi hanya persoalan administrasi di internal TNI. Seharusnya, kata dia, keputusan menganulir itu tidak dilakukan oleh Panglima TNI yang baru.

Meski mutasi dibatalkan, Warjio menyebut Edy bisa menempuh jalur lain yakni pengunduran diri. Di mana, proses pengunduran diri atau pensiun dini merupakan hak pribadi beliau sebagai prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI).

“Keputusan Panglima Hadi menganulir keputusan Panglima sebelumnya telah menimbulkan kegaduhan,” ungkapnya.

Kegaduhan ini, dia bilang akan menimbulkan persepsi buruk masyarakat kepada institusi TNI secara menyeluruh.

“Kejanggalan ini terlihat ketika Presiden memutuskan mencopot Gatot Nurmantyo sebagai Panglima TNI dan mengusulkan Marsekal Hadi sebagai pengganti. Padahal, Gatot baru akan pensiun april 2018. Belum lagi, proses pergantian yang begitu cepat, dan setelah ada pergantian muncul kejadian ini,” bebernya.

Di sisi lain, Warjio melihat ada agenda setting di balik ini semua. Dia mengaku peristiwa ini sengaja di desain sedemikian rupa. “Kalau insiden ini dilakukan untuk menaikkan popularitas Edy sepertinya upayanya berhasil, karena ini menjadi isu nasional. Akan muncul pemikiran di masyarakat bahwa Edy teraniaya. Sehingga, menimbulkan rasa empati dan perhatian yang lebih,” paparnya. (dik/azw)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/