MEDAN, SUMUTPOS.CO – Ada yang menarik dari pemeriksaan saksi untuk tujuh tersangka baru yang menerima suap dari Gubernur Sumut, Gatot Pujo Nugroho pada hari ketiga, Rabu (22/6). Anggota DPRD Sumut Periode 2009-2014 dari Fraksi PKS, Raudin Purba dipaksa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengaku telah menerima uang suap dari Gatot.
Setelah menjalani empat jam pemeriksaan di Mako Brimob Polda Sumut, Raudin Purba dihadang wartawan untuk mengorek informasi terkait pemeriksaan tersebut. Kepada wartawan, Raudin mengaku ada upaya penggiringan oleh penyidik KPK agar dirinya mengakui telah menerima suap. Namun, Raudin bergeming dan tetap membantah telah menerima sesuatu dari Gatot seperti yang disangkakan KPK kepada tujuh tersangka baru.
“Digiring supaya mengaku (terima suap). Tapi apa yang mau diakui, saya tidak pernah terima apapun. Saya juga ditanya soal hubungan dengan tujuh tersangka baru, dan perkenalan dengan pejabat Pemprovsu,” ujar Raudin.
Selama menjadi anggota dewan, dia mengaku hanya sekali menerima uang dari Fraksi PKS menjelang Hari Raya Idul Fitri yang jumlahnya Rp5juta. “Saya pikir itu kontribusi yang dikembalikan kepada masing-masing anggota dewan. Di PKS itu potongannya besar, setiap bulan mencapai Rp11 juta dengan rincian Rp10 juta untuk partai dan Rp1 juta lagi untuk kas fraksi,” cetusnya.
Selanjutnya, Raudin bercerita tentang bagaimana peranannya yang tidak begitu terlihat di dewan selama priode 2009-2014. Raudin sendiri dilantik menjadi anggota dewan karena menggantikan Timbas Tarigan yang terpilih sebagai Wakil Wali Kota Binjai pada Pilkada 2010.
“Saya ini anak bawang, tidak tahu apa-apa. Apakah yang lain terima uang, saya tidak tahu. Apakah uang yang seharusnya untuk saya diambil orang lain, saya tidak peduli,” tegasnya.
Karena banyak anggota dewan yang menerima uang terus dikembalikan, penyidik pun gencar memaksanya untuk mengakui. “Kalau pimpinan dewan dari Fraksi PKS (Sigit Pramono Asri, Red) terbukti menerima uang dari Gatot, saya tidak campuri,” urainya.
Raudin meyakini, peristiwa suap-menyuap pengesahan APBD, LPj sudah terjadi sejak 2011 lalu, karena saat ini informasinya begitu gencar. Apalagi, mayoritas anggota dewan menggulirkan hak interplasi jilid pertama kepada Gubernur Sumut, Gatot Pujo Nugroho atas pengelolaan keuangan daerah.
Secara pribadi, dia mengaku tidak menolak dan tidak menerima digulirkannya hak Interplasi kepada Gubernur. Namun, ketika sidang Paripurna berlangsung, dia pun berusaha agar hak interplasi gagal.
“Bukan karena ada sesuatu atau suap. Ini murni karena gubernur itu kader PKS. Dan saya juga dari Fraksi PKS, bagaimana mungkin saya bisa melihat teman dikuliti di muka umum oleh anggota dewan yang lain,” paparnya.
“Ibaratnya seperti ini. Hubungan antara orangtua dengan anaknya. Bagaimanapun kelakuan nakal anak pasti akan dibela oleh orangtua,” lanjutnya.
Penyidik lain, kata dia, juga melakukan hal yang sama kepada saksi agar mengaku sudah menerima uang. “Saya bilang ke penyidik, saat ini sedang puasa dan tidak mungkin bohong,” bebernya.
Raudin pun mengaku bosan diperiksa terus-menerus oleh KPK, apalagi pertanyaan yang dipertanyakan sama seperti pemeriksaan sebelumnya. Secara psikologis, keadaan keluarga pasti terganggu.
“Setelah diperiksa, istri dan anak sibuk menelepon menanyakan perkembangan. Sepertinya pemeriksaan ini terus berlanjut ketika KPK mengumumkan tersangka baru. Belum lagi wajah nongol di TV dan koran setelah diperiksa,” ungkapnya.
Penyidik, kata dia, memberitahu dalam waktu dekat bakal ada sidang untuk terdakwa Gatot. Diapun meyakini akan kembali dipanggil sebagai saksi di persidangan.
“Kan capek harus ke Jakarta, walaupun tiketnya diberikan KPK,” tukasnya. (dik)