MEDAN, SUMUTPOS.CO – Wakil Gubernur Sumatera Utara (Sumut) Tengku Erry Nuradi lompat pagar dari Partai Golkar ke Partai Nasdem. Dia menjadi ‘bos’ partai pimpinan Surya Paloh itu di Sumatera Utara. Manuver ini pun disebut sebagai tindak khianat terhadap Partai Golkar yang telah membesarkannya.
“Untuk politisi muda, ini jangan ditiru. Orangtua bilang, jangan lompat tinggi-tinggi nanti patah kaki,” kata Shohibul Ansor, pengamat politik di Medan, tadi malam.
Shohibul tak menampik apa yang dilakukan oleh Erry bisa dikategorikan sebagai bentuk tindak khianat. “Kalau dikatakan kutu loncat, saya kira sah. Ini akan mengurangi kepercayaan publik, bukan hanya dianggap pengkhianat bagi kader Golkar,” tegasnya.
Soal persiapan Pilkada Sumut 2018, kata Shohibul, bisa diartikan sebagai alasan Erry melakukan manuver. Pasalnya, posisi Erry di Golkar cenderung kurang bagus. Pun, untuk menjadi Sumut satu dari Golkar cukup berat untuk seorang Erry. Tapi, menyeberang ke NasDem juga bisa menjadi perjudian dan malah bisa jadi bumerang. “Kawan kita ini (Erry) hanya mau mengambil tiket. Jangan seperti lebai malang (cerita rakyat, Red) memburu yang lebih besar ke hulu, begitu juga ke hilir. Akhirnya semua tidak dapat,” tambah Shohibul.
Menurut Shohibul, dalam politik soal kutu loncat cenderung biasa. Namun, kesetian pada partai tentunya memiliki nilai lebih. Dan, apa yang dilakukan Erry menunjukkan suatu tindak yang tidak pas. “Jadi, amat tidak etis seorang yang menjabat sebagai tokoh masyarakat, pimpinan pemerintah melakukan itu,” katanya.
Kabar penunjukan Erry sebagai Ketua DPW NasDem Sumut dipastikan kemarin melalui konfrensi pers. “Pak Tengku Erry Nuradi ditunjuk menjadi ketua DPW NasDem Sumut menggantikan Ali Umri berdasarkan SK DPP Partai NasDem Nomor 137/DPP-Nasdem/II/2015,” sebut Ketua DPP Partai NasDem yang juga Koodinator Wilayah Sumut, Martin Manurung dalam jumpa pers di Medan, Senin (23/2).
Martin menjelaskan, pengangkatan T Erry ini merupakan salah satu upaya penyegaran di internal NasDem Sumut mengingat ketua DPW sebelumnya terpilih menjadi anggota dewan. “Jadi aturan di internal partai memang begitu, kalau sudah duduk di Senayan (DPR) maka jabatan mereka akan diganti,” ungkapnya.