31.7 C
Medan
Monday, May 6, 2024

Jantung M Rum Batubara Berhenti Tiba-tiba, Calhaj Asal Madina Wafat di Tanah Suci

WAFAT: M Rum Batubara saat di Asrama Haji Medan. Ia wafat di Tanah Suci, Minggu (21/7) lalu.// agusman/sumut pos

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Satu jamaah calon haji Embarkasi Medan Kloter 5 asal Kabupaten Mandailing Natal (Madina) wafat di Tanah Suci. M Rum Batubara (64) manifes 201, meninggal karena sakit dengan diagnosa Cardiac Arrest (berhenti jantung secara tiba-tiba) di Hotel As-Sholihiah Adzahabi Madinah, Minggu (21/7).

Kabar duka ini disampaikan Ketua Kloter 5/MES H Irfansyah Nasution, kepada Humas Kemenag Mandailing Natal Armen Rahmad Hasibuan. Warga Lumban Dolok Kecamatan Siabu ini, berangkat haji bersama istrinya Bahria Nasution (64), setelah mereka menunggu keberangkatan selama 8 tahun.

Irfansyah Nasution juga menyampaikan, almarhum telah dimakamkan di pekuburan Baqi tidak jauh dari Masjid Nabawi pada hari Senin (22/7) kemarin, usai salat subuh. “Mari kita berdoa semoga almarhum ditempatkan di jannahnya Allah SWT. Apalagi beliau meninggal di tanah haram dan sedang beribadah dan akan melaksanakan ibadah haji. Dan kepada keluarga terutama istri beliau, Bahria Nasution selalu dicurahkan Allah kekuatan, kesabaran dalam ketaqwaan,” imbuh Ketua Kloter.

Irfansyah Nasution juga mengajak para jamaah haji Kabupaten Mandailing Natal untuk melaksanakan tahlilan dan mendoakan almarhum, yang akan digelar di Lantai R hotel tempat jamaah menginap.

Berhaji Berkat Jual Tanah

Belum lama ini, saat masih di Asrama Haji Medan, Sumut Pos berkesempatan mewawancarai Muhammad Rum Batubara. Saat itu, almarhun ditemui di ruang makan Bi’ir Ali, sedang makan siang. Muhammad Rum Batubara bercerita, untuk bisa berangkat ke Tanah Suci, petani karet ini rela menjual tanah seluas satu hektare, demi memenuhi rukun islam kelima bersama istri tercinta, Bahria Nasution (64).

Mendaftar sejak tahun 2011, penantian panjangnya selama 8 tahun akhirnya terjawab pada tahun ini. Kakek 9 orang cucu ini, yang tergabung dalam kloter 5 asal Mandailing Natal (Madina) bersama 387 calon jamaah haji lainnya. “Saya jual tanah saya satu hektare sebesar biar supaya berangkat haji. Terus tahun 2011, saya sama nenekmu (Bahria) mendaftar haji,” ungkapnya kepada, Rabu (17/7) lalu.

Dengan Bahasa Indonesia yang masih terbata-bata, sebelum mendaftar Bapak 6 orang anak ini mengatakan, sebelumnya dirinya merupakan petani kampung, yang setiap harinya hanya mengutip getah karet untuk dijual kepada pengepul karet di Desa Lumban Dolok, Kecamatan Siabu, Kabupaten Madina. “Hanya petani karetnya saya. Memang saya punya lahan sendiri, lalu hasilnya saya jual ke pengepul karet,” katanya, sambil menyantap hidangan makanannya.

Rum Batubara mengaku tak menyesal telah menjual tanahnya tersebut. Menurutnya, bisa menunaikan rukun islam kelima merupakan suatu kebahagiaan dan kewajiban bagi yang mampu. “Adalah tanah saya sekarang sedikit-sedikit lagi, cukuplah untuk hidup berdua sama nenekmu di kampung,” katanya.

Seperti katanya, kakek dan nenek pasangan suami istri ini, hanya tinggal berdua saja di kampung halamannya. Jelas saja, tidak ada perasaan sedih baginya meninggalkan orang-orang yang disayanginya. “Anak saya 6 sudah merantau semua, kalau cucu saya 9. Jadi kami cuma tinggal berdua saja,” imbuhnya.

Kakek inipun telah siap mengambil resiko, bila selama menjalankan ibadah di Tanah Suci terjadi sesuatu hal kepadanya dan istrinya. “Memang saya punya penyakit gula, tapi saya sudah ikhlas dan khusuk menjalankan ibadah disana,” urainya.

Saat ini katanya lagi, dirinya hanya ingin melihat Baitullah, seperti kerinduan umat muslim pada umumnya. “Saya cuma berdoa kesehatan dan keselamatan kembali ke tanah air,” pungkasnya. (man)

WAFAT: M Rum Batubara saat di Asrama Haji Medan. Ia wafat di Tanah Suci, Minggu (21/7) lalu.// agusman/sumut pos

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Satu jamaah calon haji Embarkasi Medan Kloter 5 asal Kabupaten Mandailing Natal (Madina) wafat di Tanah Suci. M Rum Batubara (64) manifes 201, meninggal karena sakit dengan diagnosa Cardiac Arrest (berhenti jantung secara tiba-tiba) di Hotel As-Sholihiah Adzahabi Madinah, Minggu (21/7).

Kabar duka ini disampaikan Ketua Kloter 5/MES H Irfansyah Nasution, kepada Humas Kemenag Mandailing Natal Armen Rahmad Hasibuan. Warga Lumban Dolok Kecamatan Siabu ini, berangkat haji bersama istrinya Bahria Nasution (64), setelah mereka menunggu keberangkatan selama 8 tahun.

Irfansyah Nasution juga menyampaikan, almarhum telah dimakamkan di pekuburan Baqi tidak jauh dari Masjid Nabawi pada hari Senin (22/7) kemarin, usai salat subuh. “Mari kita berdoa semoga almarhum ditempatkan di jannahnya Allah SWT. Apalagi beliau meninggal di tanah haram dan sedang beribadah dan akan melaksanakan ibadah haji. Dan kepada keluarga terutama istri beliau, Bahria Nasution selalu dicurahkan Allah kekuatan, kesabaran dalam ketaqwaan,” imbuh Ketua Kloter.

Irfansyah Nasution juga mengajak para jamaah haji Kabupaten Mandailing Natal untuk melaksanakan tahlilan dan mendoakan almarhum, yang akan digelar di Lantai R hotel tempat jamaah menginap.

Berhaji Berkat Jual Tanah

Belum lama ini, saat masih di Asrama Haji Medan, Sumut Pos berkesempatan mewawancarai Muhammad Rum Batubara. Saat itu, almarhun ditemui di ruang makan Bi’ir Ali, sedang makan siang. Muhammad Rum Batubara bercerita, untuk bisa berangkat ke Tanah Suci, petani karet ini rela menjual tanah seluas satu hektare, demi memenuhi rukun islam kelima bersama istri tercinta, Bahria Nasution (64).

Mendaftar sejak tahun 2011, penantian panjangnya selama 8 tahun akhirnya terjawab pada tahun ini. Kakek 9 orang cucu ini, yang tergabung dalam kloter 5 asal Mandailing Natal (Madina) bersama 387 calon jamaah haji lainnya. “Saya jual tanah saya satu hektare sebesar biar supaya berangkat haji. Terus tahun 2011, saya sama nenekmu (Bahria) mendaftar haji,” ungkapnya kepada, Rabu (17/7) lalu.

Dengan Bahasa Indonesia yang masih terbata-bata, sebelum mendaftar Bapak 6 orang anak ini mengatakan, sebelumnya dirinya merupakan petani kampung, yang setiap harinya hanya mengutip getah karet untuk dijual kepada pengepul karet di Desa Lumban Dolok, Kecamatan Siabu, Kabupaten Madina. “Hanya petani karetnya saya. Memang saya punya lahan sendiri, lalu hasilnya saya jual ke pengepul karet,” katanya, sambil menyantap hidangan makanannya.

Rum Batubara mengaku tak menyesal telah menjual tanahnya tersebut. Menurutnya, bisa menunaikan rukun islam kelima merupakan suatu kebahagiaan dan kewajiban bagi yang mampu. “Adalah tanah saya sekarang sedikit-sedikit lagi, cukuplah untuk hidup berdua sama nenekmu di kampung,” katanya.

Seperti katanya, kakek dan nenek pasangan suami istri ini, hanya tinggal berdua saja di kampung halamannya. Jelas saja, tidak ada perasaan sedih baginya meninggalkan orang-orang yang disayanginya. “Anak saya 6 sudah merantau semua, kalau cucu saya 9. Jadi kami cuma tinggal berdua saja,” imbuhnya.

Kakek inipun telah siap mengambil resiko, bila selama menjalankan ibadah di Tanah Suci terjadi sesuatu hal kepadanya dan istrinya. “Memang saya punya penyakit gula, tapi saya sudah ikhlas dan khusuk menjalankan ibadah disana,” urainya.

Saat ini katanya lagi, dirinya hanya ingin melihat Baitullah, seperti kerinduan umat muslim pada umumnya. “Saya cuma berdoa kesehatan dan keselamatan kembali ke tanah air,” pungkasnya. (man)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/