25.6 C
Medan
Friday, May 10, 2024

Tim Kerja Mulai Pengukuran Kualitas Air

Foto: TRIADI WIBOWO/SUMUT POS
Keramba Jaring Apung (KJA) ikan di perairan Danau Toba, dianggap mencemari air danau.

MEDAN, SUMUTPOS.CO -Produksi ikan dari keramba jaring apung (KJA) di kawasan perairan Danau Toba, yang diperkirakan melebihi ambang batas dan daya dukung lingkungan, perlu dikurangi secara terukur. Karena itu, dibutuhkan upaya menurunkan jumlah produksi sebagai satu dari beberapa sumber pencemaran.

“Kalau dibandingkan produksi ikan pada 2015 dengan 2016, memang sudah ada penurunan, tapi belum sesuai dengan daya dukung lingkungan. Makanya, perlahan akan dilakukan kajian dan zonasi KJA,” ungkap Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Sumut Zonny Waldi, Jumat (24/2).

Dari angka produksi ikan di 7 kabupaten se-kawasan Danau Toba, pada 2015 mencapai 84.806 ton, dengan rincian, milik masyarakat sebanyak 29.806 ton, produksi PT Aquafarm Nusantara sebanyak 34 ribu ton, dan PT Suri Tani Pemuka sebanyak 21 ribu ton. “Untuk 2016, produksi tinggal sekitar 64 ribu ton, dan ini akan terus dikurangi, sehingga berada pada angka produksi proporsional, yakni 50 ribu ton saja,” tutur Zonny.

Pengurangan tersebut, menurut Zonny, diakibatkan beberapa hal, di antaranya karena adanya kejadian kematian ikan dalam jumlah besar, yang disebabkan adanya peralihan musim dari panas ke musim hujan, atau pancaroba di kawasan tersebut.

Iklim pancaroba tersebut, lanjutnya, mengakibatkan banyaknya plankton yang mati di musim dengan suhu dingin. Saat biota tersebut mengurai, membutuhkan banyak oksigen yang mengakibatkan oksigen terlarut air banyak berkurang, dan kualitas air menurun. Itu disebutkan menjadi penyebab utama kematian ikan. “Di sisi lain, karena kurangnya daya tampung akibat produksi yang sudah berlebih,” ungkap Zonny.

Terkait pengendalian pencemaran air, sambung Zonny, pihaknya berupaya menekan produksi ikan KJA di 7 kabupaten se-kawasan Danau Toba. Untuk produksi masyarakat, akan diupayakan penurunan hingga menjadi 17.573 ton, produksi PT Aquafarm menjadi 20.045 ton, dan produksi PT Suri Tani Pemuka jadi 12.381 ton. Dengan begitu, produksi ikan di kawasan Danau Toba baru sesuai dengan daya tampung lingkungan.

Selain itu, pengurangan ini juga akan dilakukan dengan sistem zonasi, apalagi hal tersebut harus dilakukan sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 81, yang nantinya akan ada zonasi A3 dan A4, serta ada juga kawasan yang bebas KJA, yang sudah ditetapkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. “Untuk menetapkan zonasi ini, kita sudah membentuk tim yang telah diatur dalam SK Gubernur. Tim akan mulai bekerja tahun ini. Untuk tahap awal, pada Maret ini direncanakan akan memanggil tim pakar, dan kami akan mengundang pakar dari LIPI untuk menentukan berapa banyak jumlah produksi ikan yang dapat ditampung lingkungan pada masing-masing daerah,” jelas Zonny.

Terpisah, Direktur Utama Badan Otorita Pengelola Kawasan Pariwisata Danau Toba (BOPKPDT), Arie Prasetyo mengatakan, untuk mengatasi masalah lingkungan di sekitar Danau Toba, maka dalam waktu dekat akan kembali dilakukan penelitian terkait daya dukung dan daya tampung lingkungan Danau Toba. “Untuk persoalan lingkungan itu, nanti akan dilakukan kajian kembali, dan penelitian. Sehingga bisa dilakukan zonasi,” pungkasnya. (bal/saz)

Foto: TRIADI WIBOWO/SUMUT POS
Keramba Jaring Apung (KJA) ikan di perairan Danau Toba, dianggap mencemari air danau.

MEDAN, SUMUTPOS.CO -Produksi ikan dari keramba jaring apung (KJA) di kawasan perairan Danau Toba, yang diperkirakan melebihi ambang batas dan daya dukung lingkungan, perlu dikurangi secara terukur. Karena itu, dibutuhkan upaya menurunkan jumlah produksi sebagai satu dari beberapa sumber pencemaran.

“Kalau dibandingkan produksi ikan pada 2015 dengan 2016, memang sudah ada penurunan, tapi belum sesuai dengan daya dukung lingkungan. Makanya, perlahan akan dilakukan kajian dan zonasi KJA,” ungkap Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Sumut Zonny Waldi, Jumat (24/2).

Dari angka produksi ikan di 7 kabupaten se-kawasan Danau Toba, pada 2015 mencapai 84.806 ton, dengan rincian, milik masyarakat sebanyak 29.806 ton, produksi PT Aquafarm Nusantara sebanyak 34 ribu ton, dan PT Suri Tani Pemuka sebanyak 21 ribu ton. “Untuk 2016, produksi tinggal sekitar 64 ribu ton, dan ini akan terus dikurangi, sehingga berada pada angka produksi proporsional, yakni 50 ribu ton saja,” tutur Zonny.

Pengurangan tersebut, menurut Zonny, diakibatkan beberapa hal, di antaranya karena adanya kejadian kematian ikan dalam jumlah besar, yang disebabkan adanya peralihan musim dari panas ke musim hujan, atau pancaroba di kawasan tersebut.

Iklim pancaroba tersebut, lanjutnya, mengakibatkan banyaknya plankton yang mati di musim dengan suhu dingin. Saat biota tersebut mengurai, membutuhkan banyak oksigen yang mengakibatkan oksigen terlarut air banyak berkurang, dan kualitas air menurun. Itu disebutkan menjadi penyebab utama kematian ikan. “Di sisi lain, karena kurangnya daya tampung akibat produksi yang sudah berlebih,” ungkap Zonny.

Terkait pengendalian pencemaran air, sambung Zonny, pihaknya berupaya menekan produksi ikan KJA di 7 kabupaten se-kawasan Danau Toba. Untuk produksi masyarakat, akan diupayakan penurunan hingga menjadi 17.573 ton, produksi PT Aquafarm menjadi 20.045 ton, dan produksi PT Suri Tani Pemuka jadi 12.381 ton. Dengan begitu, produksi ikan di kawasan Danau Toba baru sesuai dengan daya tampung lingkungan.

Selain itu, pengurangan ini juga akan dilakukan dengan sistem zonasi, apalagi hal tersebut harus dilakukan sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 81, yang nantinya akan ada zonasi A3 dan A4, serta ada juga kawasan yang bebas KJA, yang sudah ditetapkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. “Untuk menetapkan zonasi ini, kita sudah membentuk tim yang telah diatur dalam SK Gubernur. Tim akan mulai bekerja tahun ini. Untuk tahap awal, pada Maret ini direncanakan akan memanggil tim pakar, dan kami akan mengundang pakar dari LIPI untuk menentukan berapa banyak jumlah produksi ikan yang dapat ditampung lingkungan pada masing-masing daerah,” jelas Zonny.

Terpisah, Direktur Utama Badan Otorita Pengelola Kawasan Pariwisata Danau Toba (BOPKPDT), Arie Prasetyo mengatakan, untuk mengatasi masalah lingkungan di sekitar Danau Toba, maka dalam waktu dekat akan kembali dilakukan penelitian terkait daya dukung dan daya tampung lingkungan Danau Toba. “Untuk persoalan lingkungan itu, nanti akan dilakukan kajian kembali, dan penelitian. Sehingga bisa dilakukan zonasi,” pungkasnya. (bal/saz)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/