34.5 C
Medan
Friday, May 3, 2024

Pasar Modern Harus Berjarak Minimal 2 KM dari Pasar Tradisional

File/Sumut Pos
Pekerja swalayan menata susunan coklat kemasan tersusun di rak yang dijajakan di salah satu supermarket di kota Medan, belum lama ini.

MEDAN, SUMUTPOS.CO -Mulai terpinggirkannya pasar tradisional lantaran kalah bersaing dengan pasar modern/retail yang tumbuh subur, membuat pemerintah pusat melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) meminta pemerintah daerah (Pemda) khususnya di Sumatera Utara (Sumut) untuk mengatur ulang tata letak keberadaannya.

Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartiasto Lukita menyatakan, jarak antara pasar modern dengan pasar tradisional maksimal 2 kilo meter. Oleh karenanya, Pemda diminta untuk mengatur ulang tata letak pasar modern.

“Sebenarnya kami ada peraturan tentang jarak antara pasar tradisional dengan pasar modern. Artinya, ada jarak tertentu yang boleh diizinkan pasar modern atau retail berdiri. Jaraknya, pasar modern maksimal 2 kilo meter dari pasar tradisional,” ungkap Mendag saat menghadiri pelantikan pengurus Persatuan Pedagang Pasar Tradisional Sumatera Utara (P3TSU) periode 2017-2022, di aula kampus Universitas Sari Mutiara-Indonesia, Medan, Selasa (2/5).

Menurutnya, pengaturan jarak tersebut bertujuan untuk mempertahankan keberadaan pasar tradisional. Sebab, kalau tidak begitu maka pasar tradisional tak mungkin mampu bersaing.

Akan tetapi, lanjutnya, regulasi itu kewenangannya ada di Pemda dan pihaknya sudah mengeluarkan kembali ketentuan tersebut. Selain itu, mempersiapkan satu regulasi lagi agar ketentuan itu dipatuhi.

“Kami akan mempergunakan instrumen anggaran. Apabila ada daerah atau provinsi yang tetap melanggar ketentuan kami berikan, maka kami akan mengambil kebijakan untuk mengurangi beberapa bantuan anggaran dari pusat,” cetus Enggar.

Diutarakannya, pasar tradisional atau pasar rakyat mencerminkan budaya dari masyarakat pada umumnya. Dimana di pasar tradisional, dalam transaksi jual beli terjadi adanya tawar menawar.

Kata dia, transaksi jual beli yang benar ada terjadi di pasar tradisional dan bisa diukur. Namun, lain halnya dengan pasar modern. Sebab, yang ada hanya pembeli mengambil barang dan membayarnya ke kasir. Sehingga, proses tawar menawar yang biasa terjadi dan sudah menjadi kebiasaan hilang. Padahal, proses itu sudah menjadi budaya.

“Istri saya itu, kalau lagi ke luar kota atau daerah dan bahkan luar negeri, ketika berbelanja pasti mencari pasar tradisional. Tidak ada pasar tradisional yang tidak dikunjunginya,” aku Enggar.

Namun sayangnya, sambung dia, kondisi pasar tradisional kini sebagian besar telah kumuh dan tidak layak. Sehingga, timbul pertanyaan apakah kondisi tersebut didiamkan? Jawabannya, tentu tidak karena Presiden Joko Widodo (Jokowi) sendiri memberi perhatian lebih terhadap pasar tradisional. Artinya, perbaiki semaksimal mungkin dengan segala keterbatasan anggaran yang ada.

“Kami diperintahkan Presiden Jokowi bersama pemerintah daerah untuk melakukan renovasi maupun revitalisasi, terhadap kondisi pasar yang kumuh, jorok, bocor atau tidak layak lagi. Karena, dengan kondisi pasar yang tidak layak lagi, tentunya berdampak terhadap peningkatan ekonomi. Artinya, bagaimana mungkin meningkatkan ekonomi pedagang, sementara kondisi fisik pasar sudah tidak layak lagi,” jelasnya.

Enggar menyebutkan, ketika fisik pasar tradisional sudah direnovasi atau direvitalisasi, pedagang harus menjaga kebersihan dan juga merawatnya. “Kami tidak mau jika pasar sudah direvitalisasi tapi dalam waktu setahun sudah kumuh. Jadi, tolong rawat kondisi pasar dan anggap seperti rumah kita sendiri karena sebagai tempat untuk menyambung hidup,” ujarnya.

File/Sumut Pos
Pekerja swalayan menata susunan coklat kemasan tersusun di rak yang dijajakan di salah satu supermarket di kota Medan, belum lama ini.

MEDAN, SUMUTPOS.CO -Mulai terpinggirkannya pasar tradisional lantaran kalah bersaing dengan pasar modern/retail yang tumbuh subur, membuat pemerintah pusat melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) meminta pemerintah daerah (Pemda) khususnya di Sumatera Utara (Sumut) untuk mengatur ulang tata letak keberadaannya.

Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartiasto Lukita menyatakan, jarak antara pasar modern dengan pasar tradisional maksimal 2 kilo meter. Oleh karenanya, Pemda diminta untuk mengatur ulang tata letak pasar modern.

“Sebenarnya kami ada peraturan tentang jarak antara pasar tradisional dengan pasar modern. Artinya, ada jarak tertentu yang boleh diizinkan pasar modern atau retail berdiri. Jaraknya, pasar modern maksimal 2 kilo meter dari pasar tradisional,” ungkap Mendag saat menghadiri pelantikan pengurus Persatuan Pedagang Pasar Tradisional Sumatera Utara (P3TSU) periode 2017-2022, di aula kampus Universitas Sari Mutiara-Indonesia, Medan, Selasa (2/5).

Menurutnya, pengaturan jarak tersebut bertujuan untuk mempertahankan keberadaan pasar tradisional. Sebab, kalau tidak begitu maka pasar tradisional tak mungkin mampu bersaing.

Akan tetapi, lanjutnya, regulasi itu kewenangannya ada di Pemda dan pihaknya sudah mengeluarkan kembali ketentuan tersebut. Selain itu, mempersiapkan satu regulasi lagi agar ketentuan itu dipatuhi.

“Kami akan mempergunakan instrumen anggaran. Apabila ada daerah atau provinsi yang tetap melanggar ketentuan kami berikan, maka kami akan mengambil kebijakan untuk mengurangi beberapa bantuan anggaran dari pusat,” cetus Enggar.

Diutarakannya, pasar tradisional atau pasar rakyat mencerminkan budaya dari masyarakat pada umumnya. Dimana di pasar tradisional, dalam transaksi jual beli terjadi adanya tawar menawar.

Kata dia, transaksi jual beli yang benar ada terjadi di pasar tradisional dan bisa diukur. Namun, lain halnya dengan pasar modern. Sebab, yang ada hanya pembeli mengambil barang dan membayarnya ke kasir. Sehingga, proses tawar menawar yang biasa terjadi dan sudah menjadi kebiasaan hilang. Padahal, proses itu sudah menjadi budaya.

“Istri saya itu, kalau lagi ke luar kota atau daerah dan bahkan luar negeri, ketika berbelanja pasti mencari pasar tradisional. Tidak ada pasar tradisional yang tidak dikunjunginya,” aku Enggar.

Namun sayangnya, sambung dia, kondisi pasar tradisional kini sebagian besar telah kumuh dan tidak layak. Sehingga, timbul pertanyaan apakah kondisi tersebut didiamkan? Jawabannya, tentu tidak karena Presiden Joko Widodo (Jokowi) sendiri memberi perhatian lebih terhadap pasar tradisional. Artinya, perbaiki semaksimal mungkin dengan segala keterbatasan anggaran yang ada.

“Kami diperintahkan Presiden Jokowi bersama pemerintah daerah untuk melakukan renovasi maupun revitalisasi, terhadap kondisi pasar yang kumuh, jorok, bocor atau tidak layak lagi. Karena, dengan kondisi pasar yang tidak layak lagi, tentunya berdampak terhadap peningkatan ekonomi. Artinya, bagaimana mungkin meningkatkan ekonomi pedagang, sementara kondisi fisik pasar sudah tidak layak lagi,” jelasnya.

Enggar menyebutkan, ketika fisik pasar tradisional sudah direnovasi atau direvitalisasi, pedagang harus menjaga kebersihan dan juga merawatnya. “Kami tidak mau jika pasar sudah direvitalisasi tapi dalam waktu setahun sudah kumuh. Jadi, tolong rawat kondisi pasar dan anggap seperti rumah kita sendiri karena sebagai tempat untuk menyambung hidup,” ujarnya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/