26.7 C
Medan
Friday, May 3, 2024

Inflasi Sumut Cukup Terkendali

HT Erry memimpin rapat TPID Sumut di ruang rapat Bank Indonesia, Lantai 3, Jalan Balai Kota Medan, Rabu (7/2) lalu.

MEDAN, SUMUTPOS.CO -Gubernur Sumatera Utara (Sumut), HT Erry Nuradi mengatakan, hasil rapat Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) di triwulan pertama 2018, mengungkap, inflasi Sumut pada 2017 yakni 3,2 persen, atau lebih kecil dibanding inflasi nasional yang mencapai 3,61 persen untuk year of year (YoY) selama 2017.

“Inflasi kita cukup terkendali,” tutur Erry pada rapat TPID Sumut di ruang rapat Bank Indonesia, Lantai 3, Jalan Balai Kota Medan, Rabu (7/2) lalu.

Hadir pada acara tersebut, Kepala Perwakilan Bank Indonesia Wilayah Sumut Arief Budi Santoso, Plt Sekdaprov Sumut Ibnu S Hutomo, serta sejumlah pejabat jajaran Pemprov Sumut.

Lebih lanjut Erry menyampaikan, untuk 2018, pada Januari, inflasi masih berkisar 0,69 persen, dan Februari deflasi -0,89 persen, dengan total selisih deflasi -0,2 persen. Sedangkan untuk nasional, pada Januari inflasi mencapai 0,62 persen, dan Februari 0,79 persen. “Ada perbedaan satu persen inflasi kita di bawah rata-rata nasional, ini berkat kerja sama TPID,” jelasnya.

Selain itu, lanjutnya, untuk pengendalian inflasi di Sumut sebenarnya ada beberapa hal penting, yakni sisi produksi dan distribusi. Kalau dari produksi ada permasalahan dan kesalahan, tentu dari sisi produksi yang berhubungan dengan ketahanan pangan, dan perikanan, juga bermasalah. Apabila terkendali dalam pasokan, diyakini inflasi bisa terkendali. “Tapi inflasi juga kadang terjadi di sisi distribusi. Maka peran satgas pangan harus bertindak apabila di sisi distribusi ada spekulan. Katakanlah terjadi penimbunan barang hasil pertanian, sehingga mereka mengambil keuntungan dari pihak-pihak tertentu dengan menaikkan harga. Untuk itu, satgas harus segera bertindak. Bila ada terjadi spekulan barang, ini menyebabkan harga jauh lebih tinggi di tingkat konsumen dari produsen, yang bisa mencapai 230 persen atau 2,3 kali dari harga produksi,” jelas Erry.

Karena itu, Erry mengatakan, ada peran dari produsen, distributor, satgas pangan, Bulog, dan sisi iklim yang mempengaruhi.

Sementara Kepala Perwakilan Bank Indonesia wilayah Sumut, Arief Budi Santoso mengatakan, komoditi cabai menjadi pengaruh terbesar dalam inflasi, yang membuat dinamikanya bergerak sangat tinggi. “Hal ini juga dipengaruhi pasokan dan distribusi, sehingga harga cabai merah mengalami kenaikan,” pungkasnya. (prn/saz)

HT Erry memimpin rapat TPID Sumut di ruang rapat Bank Indonesia, Lantai 3, Jalan Balai Kota Medan, Rabu (7/2) lalu.

MEDAN, SUMUTPOS.CO -Gubernur Sumatera Utara (Sumut), HT Erry Nuradi mengatakan, hasil rapat Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) di triwulan pertama 2018, mengungkap, inflasi Sumut pada 2017 yakni 3,2 persen, atau lebih kecil dibanding inflasi nasional yang mencapai 3,61 persen untuk year of year (YoY) selama 2017.

“Inflasi kita cukup terkendali,” tutur Erry pada rapat TPID Sumut di ruang rapat Bank Indonesia, Lantai 3, Jalan Balai Kota Medan, Rabu (7/2) lalu.

Hadir pada acara tersebut, Kepala Perwakilan Bank Indonesia Wilayah Sumut Arief Budi Santoso, Plt Sekdaprov Sumut Ibnu S Hutomo, serta sejumlah pejabat jajaran Pemprov Sumut.

Lebih lanjut Erry menyampaikan, untuk 2018, pada Januari, inflasi masih berkisar 0,69 persen, dan Februari deflasi -0,89 persen, dengan total selisih deflasi -0,2 persen. Sedangkan untuk nasional, pada Januari inflasi mencapai 0,62 persen, dan Februari 0,79 persen. “Ada perbedaan satu persen inflasi kita di bawah rata-rata nasional, ini berkat kerja sama TPID,” jelasnya.

Selain itu, lanjutnya, untuk pengendalian inflasi di Sumut sebenarnya ada beberapa hal penting, yakni sisi produksi dan distribusi. Kalau dari produksi ada permasalahan dan kesalahan, tentu dari sisi produksi yang berhubungan dengan ketahanan pangan, dan perikanan, juga bermasalah. Apabila terkendali dalam pasokan, diyakini inflasi bisa terkendali. “Tapi inflasi juga kadang terjadi di sisi distribusi. Maka peran satgas pangan harus bertindak apabila di sisi distribusi ada spekulan. Katakanlah terjadi penimbunan barang hasil pertanian, sehingga mereka mengambil keuntungan dari pihak-pihak tertentu dengan menaikkan harga. Untuk itu, satgas harus segera bertindak. Bila ada terjadi spekulan barang, ini menyebabkan harga jauh lebih tinggi di tingkat konsumen dari produsen, yang bisa mencapai 230 persen atau 2,3 kali dari harga produksi,” jelas Erry.

Karena itu, Erry mengatakan, ada peran dari produsen, distributor, satgas pangan, Bulog, dan sisi iklim yang mempengaruhi.

Sementara Kepala Perwakilan Bank Indonesia wilayah Sumut, Arief Budi Santoso mengatakan, komoditi cabai menjadi pengaruh terbesar dalam inflasi, yang membuat dinamikanya bergerak sangat tinggi. “Hal ini juga dipengaruhi pasokan dan distribusi, sehingga harga cabai merah mengalami kenaikan,” pungkasnya. (prn/saz)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/