25 C
Medan
Saturday, May 4, 2024

Harga Cabai Berfluktuasi di Sumut

Foto: Sutan Siregar/Sumut Pos
Penjual cabai merah di Pasar Petisah Medan, Harga cabai merah mengalami fluktuasi  di Medan.

MEDAN,SUMUTPOS.CO -Fluktuasi atau naik-turunnya harga cabai belakangan ini, sering terjadi di Provinsi Sumatera Utara (Sumut). Tak hanya Sumut gejolak harga salah satu komoditas ini juga terjadi pada beberapa daerah di tanah air, dan bahkan harganya cenderung bertahan mahal.

Menyoroti fluktuasi harga cabai tersebut, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Kantor Perwakilan Daerah (KPD) Medan melakukan penelusuran. Alhasil, Bulog dinilai belum mampu mengintervensi pasar.

Kepala KPPU KPD, Abdul Hakim Pasaribu mengatakan, sejauh ini belum efektif pemberlakuan harga acuan pembelian di tingkat petani dan konsumen dalam menjaga stabilitas beberapa harga pangan salah satunya cabai. Karena itu, gejolak harga pangan dalam beberapa bulan terakhir ini di beberapa daerah yang sangat tidak wajar, memungkingkan peluang dimanfaatkan oleh pihak tertentu untuk mengambil keuntungan yang tidak wajar bila dilihat dari ongkos produksi petani.

“Berdasarkan Permendag Nomor 63/2016 Tentang Penetapan Harga Acuan Pembelian di Petani & Harga Acuan Penjualan di Konsumen, pengendalian dilakukan oleh pemerintah. Dalam hal ini, adalah Bulog dan BUMN lainnya. Pengendalian harga itu meliputi cabai, beras, jagung, kedelai, gula, bawang merah, hingga daging sapi,” ungkap Abdul Hakim di kantornya, kemarin.

Dijelaskannya, tujuan harga acuan pembelian di tingkat petani dibuat agar pengepul yang biasa mengambil hasil pertanian untuk dijual kembali, tidak menekan harga serendah mungkin sehingga merugikan petani. Harga acuan penjualan di tingkat konsumen dibuat agar pengepul, distributor, dan pedagang diharapkan tidak menarik untung terlalu besar terhadap para konsumen.

Namun demikian, dalam prosesnya harga acuan tersebut hanyalah sebatas acuan. Harga pembelian di petani masih rendah dan harga-harga bahan pokok tetap lebih tinggi dari harga yang ditetapkan.

“Bulog dan atau BUMN yang ditunjuk belum mampu mengintervensi pasar dengan kecukupan pasokan, sebagai badan penyangga terutama untuk komoditas yang rentan terhadap cuaca seperti cabai dan bawang. Keterbatasan pasokan terutama yang disebabkan berkurangnya produksi akibat cuaca menjadi penyebab harga tidak dapat dikontrol. Untuk itu, kembali lagi karena sifatnya adalah acuan dan tidak ada sanksi buat pelaku usaha yang dengan sengaja menjual harga dengan tidak wajar. Terkecuali, ada isu penimbunan barang lantaran masuk ke dalam aspek pidana, atau kesepakatan yang secara bersama-sama untuk mengatur pasokan dan harga aspek persaingan usaha,” papar Abdul Hakim.

Lebih lanjut diutarakan dia, rantai distribusi yang cukup panjang sehingga tiap mata rantai mengambil keuntungan yang susah untuk dikendalikan. Terutama, pada saat pasokan berkurang. Petani tidak memiliki informasi yang cukup terkait harga pasar (eceran/konsumen), sehingga harga yang diterima petani sepenuhnya berdasarkan keputusan pengepul terutama pada saat musim panen raya.

Kendati demikian, harga cabai dalam 2 bulan terakhir relatif normal, baik itu harga cabai merah, cabe hijau dan cabe rawit. Hal ini disebabkan pasokan relatif cukup.

“Hasil pemantauan kita untuk harga cabe masih dalam tahap yang wajar atau stabil. Akan tetapi, ini tetap menjadi tugas kita agar jangan sampai ada perilaku-perilaku yang terjadi di Jakarta dan sekitarnya, terjadi di Medan yaitu mempermainkan harga. Oleh karenanya, perlu koordinasi dengan instansi terkait seperti Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Dinas Pertanian hingga aparat hukum yakni kepolisian,” imbuhnya.

Dia menambahkan, harga cabai merah di Medan saat ini mencapai Rp25.500 per kilogram. Namun, di daerah di luar Sumut harganya masih bertahan mahal. “Kami akan terus pantau, agar harga cabai tidak naik diatas Rp50 ribu per kilogram,” pungkasnya.

Sebagaimana diketahui, pada awal Januari lalu setelah sempat lamanya melambung, harga cabai merah dan rawit mulai turun. Penurunan harga terhadap kedua bumbu dapur ini terjadi berangsur-angsur dan cukup signifikan hingga sekitar 50 persen.

Foto: Sutan Siregar/Sumut Pos
Penjual cabai merah di Pasar Petisah Medan, Harga cabai merah mengalami fluktuasi  di Medan.

MEDAN,SUMUTPOS.CO -Fluktuasi atau naik-turunnya harga cabai belakangan ini, sering terjadi di Provinsi Sumatera Utara (Sumut). Tak hanya Sumut gejolak harga salah satu komoditas ini juga terjadi pada beberapa daerah di tanah air, dan bahkan harganya cenderung bertahan mahal.

Menyoroti fluktuasi harga cabai tersebut, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Kantor Perwakilan Daerah (KPD) Medan melakukan penelusuran. Alhasil, Bulog dinilai belum mampu mengintervensi pasar.

Kepala KPPU KPD, Abdul Hakim Pasaribu mengatakan, sejauh ini belum efektif pemberlakuan harga acuan pembelian di tingkat petani dan konsumen dalam menjaga stabilitas beberapa harga pangan salah satunya cabai. Karena itu, gejolak harga pangan dalam beberapa bulan terakhir ini di beberapa daerah yang sangat tidak wajar, memungkingkan peluang dimanfaatkan oleh pihak tertentu untuk mengambil keuntungan yang tidak wajar bila dilihat dari ongkos produksi petani.

“Berdasarkan Permendag Nomor 63/2016 Tentang Penetapan Harga Acuan Pembelian di Petani & Harga Acuan Penjualan di Konsumen, pengendalian dilakukan oleh pemerintah. Dalam hal ini, adalah Bulog dan BUMN lainnya. Pengendalian harga itu meliputi cabai, beras, jagung, kedelai, gula, bawang merah, hingga daging sapi,” ungkap Abdul Hakim di kantornya, kemarin.

Dijelaskannya, tujuan harga acuan pembelian di tingkat petani dibuat agar pengepul yang biasa mengambil hasil pertanian untuk dijual kembali, tidak menekan harga serendah mungkin sehingga merugikan petani. Harga acuan penjualan di tingkat konsumen dibuat agar pengepul, distributor, dan pedagang diharapkan tidak menarik untung terlalu besar terhadap para konsumen.

Namun demikian, dalam prosesnya harga acuan tersebut hanyalah sebatas acuan. Harga pembelian di petani masih rendah dan harga-harga bahan pokok tetap lebih tinggi dari harga yang ditetapkan.

“Bulog dan atau BUMN yang ditunjuk belum mampu mengintervensi pasar dengan kecukupan pasokan, sebagai badan penyangga terutama untuk komoditas yang rentan terhadap cuaca seperti cabai dan bawang. Keterbatasan pasokan terutama yang disebabkan berkurangnya produksi akibat cuaca menjadi penyebab harga tidak dapat dikontrol. Untuk itu, kembali lagi karena sifatnya adalah acuan dan tidak ada sanksi buat pelaku usaha yang dengan sengaja menjual harga dengan tidak wajar. Terkecuali, ada isu penimbunan barang lantaran masuk ke dalam aspek pidana, atau kesepakatan yang secara bersama-sama untuk mengatur pasokan dan harga aspek persaingan usaha,” papar Abdul Hakim.

Lebih lanjut diutarakan dia, rantai distribusi yang cukup panjang sehingga tiap mata rantai mengambil keuntungan yang susah untuk dikendalikan. Terutama, pada saat pasokan berkurang. Petani tidak memiliki informasi yang cukup terkait harga pasar (eceran/konsumen), sehingga harga yang diterima petani sepenuhnya berdasarkan keputusan pengepul terutama pada saat musim panen raya.

Kendati demikian, harga cabai dalam 2 bulan terakhir relatif normal, baik itu harga cabai merah, cabe hijau dan cabe rawit. Hal ini disebabkan pasokan relatif cukup.

“Hasil pemantauan kita untuk harga cabe masih dalam tahap yang wajar atau stabil. Akan tetapi, ini tetap menjadi tugas kita agar jangan sampai ada perilaku-perilaku yang terjadi di Jakarta dan sekitarnya, terjadi di Medan yaitu mempermainkan harga. Oleh karenanya, perlu koordinasi dengan instansi terkait seperti Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Dinas Pertanian hingga aparat hukum yakni kepolisian,” imbuhnya.

Dia menambahkan, harga cabai merah di Medan saat ini mencapai Rp25.500 per kilogram. Namun, di daerah di luar Sumut harganya masih bertahan mahal. “Kami akan terus pantau, agar harga cabai tidak naik diatas Rp50 ribu per kilogram,” pungkasnya.

Sebagaimana diketahui, pada awal Januari lalu setelah sempat lamanya melambung, harga cabai merah dan rawit mulai turun. Penurunan harga terhadap kedua bumbu dapur ini terjadi berangsur-angsur dan cukup signifikan hingga sekitar 50 persen.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/