27.8 C
Medan
Saturday, May 4, 2024

Sumut Suplai Cabai ke Provinsi Lain

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Harga cabai merah kini mulai turun secara perlahan. Harga salah satu komoditas penyumbang inflasi terbesar ini dijual dalam rentang harga Rp50 ribu hingga Rp55 ribu per Kg. Turunnya harga bumbu dapur ini dipengaruhi kuat oleh membaiknya pasokan dan dikabarkan melimpah. Untuk itu, ada rencana akan menyuplai cabai ke provinsi lain.

Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Sumut, Difi A Johansyah mengungkapkan, tanaman cabai merah di Sumut sudah mulai panen. Kata Difi, sebenarnya pada tahun 2016 lalu hendak dipanen atau dikeluarkan.

“Panen cabai ini cukup besar, mudah-mudahan itu semacam obat terhadap kelangkaan cabai merah di Sumut beberapa waktu lalu. Kondisi ini berbeda dengan yang dialami provinsi-provinsi lain yang tengah menjerit lantaran cabai langka. Bahkan, provinsi tersebut meminta suplai cabai dari Sumut, seperti Bangka Belitung. Namun demikian, bukan berarti kita bebas melakukan suplai tetapi tetap memperhatikan kebutuhan di daerah sendiri,” ujar Difi, kemarin.

Dia menyebutkan, sejumlah daerah yang tengah memasuki masa panen cabai salah satunya adalah Tapanuli Utara. Selain itu, Batubara juga demikian tetapi pada pertengahan Februari nanti.

“Tahun ini diyakini inflasi bisa dikendalikan, karena indikasinya sudah banyak dan yang akan panen cabai merah di daerah Sumut. Jadi, kalau harga cabai merah di Sumut sudah terkendali, dan kita berangkat dari harga cabai merah tertinggi, sehingga kemungkinan deflasi akan lebih tinggi. Ditambah juga, faktor yang mempengaruhi inflasi seperti harga bahan bakar minyak (BBM) dan tarif dasar listrik (TDL) bisa dikendalikan, diyakini inflasi Sumut tahun ini di bawah nasional,” papar Difi.

Disinggung upaya memperbesar produksi cabai merah di Sumut dengan memperluas lahan tanam, Difi mengaku sebenarnya sejak tahun lalu Dinas Pertanian Sumut sudah mulai fokus untuk cabai merah dan bawang merah. Rencana fokus tersebut terlaksana pada tahun ini, salah satunya panen cabai di beberapa daerah yang telah disebutkan tadi.

“Beberapa waktu lalu memang kita menjerit soal cabai merah. Akan tetapi, kita tetap berupaya dari TPID (Tim Pengendali Inflasi Daerah) Sumut menanam cabai dan bawang. Upaya ini butuh waktu dan kebetulan panennya jatuh pada Januari dan pertengahan Februari. Jadi, ketika provinsi lain sedang bergejolak cabai, kita masih bisa aman karena banyak suplai dari beberapa daerah,” ungkap Difi.

Ditanya apabila permintaan dari provinsi lain dipenuhi apakah tidak berdampak terhadap kebutuhan cabai di Sumut? Difi mengatakan bawah hal itu mekanisme pasar saja dan harga cabai pun tidak akan bertahan lama mahal.

“Kita masih bisa berharap pertumbuhan ekonomi Sumut di atas nasional, sedangkan inflasi di bawah nasional. Kenapa, karena dilihat tanda-tanda rebound-nya harga komoditas salah satunya harga cabai. Namun, untuk berapa angka pertumbuhan ekonomi Sumut tentunya belum bisa diperkirakan sekarang. Untuk itu, dia optimis pertumbuhan ekonomi Sumutb isa dicapai. Sebab, secara based line inflasi kita sudah tinggi,” pungkasnya. (ris/ram)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Harga cabai merah kini mulai turun secara perlahan. Harga salah satu komoditas penyumbang inflasi terbesar ini dijual dalam rentang harga Rp50 ribu hingga Rp55 ribu per Kg. Turunnya harga bumbu dapur ini dipengaruhi kuat oleh membaiknya pasokan dan dikabarkan melimpah. Untuk itu, ada rencana akan menyuplai cabai ke provinsi lain.

Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Sumut, Difi A Johansyah mengungkapkan, tanaman cabai merah di Sumut sudah mulai panen. Kata Difi, sebenarnya pada tahun 2016 lalu hendak dipanen atau dikeluarkan.

“Panen cabai ini cukup besar, mudah-mudahan itu semacam obat terhadap kelangkaan cabai merah di Sumut beberapa waktu lalu. Kondisi ini berbeda dengan yang dialami provinsi-provinsi lain yang tengah menjerit lantaran cabai langka. Bahkan, provinsi tersebut meminta suplai cabai dari Sumut, seperti Bangka Belitung. Namun demikian, bukan berarti kita bebas melakukan suplai tetapi tetap memperhatikan kebutuhan di daerah sendiri,” ujar Difi, kemarin.

Dia menyebutkan, sejumlah daerah yang tengah memasuki masa panen cabai salah satunya adalah Tapanuli Utara. Selain itu, Batubara juga demikian tetapi pada pertengahan Februari nanti.

“Tahun ini diyakini inflasi bisa dikendalikan, karena indikasinya sudah banyak dan yang akan panen cabai merah di daerah Sumut. Jadi, kalau harga cabai merah di Sumut sudah terkendali, dan kita berangkat dari harga cabai merah tertinggi, sehingga kemungkinan deflasi akan lebih tinggi. Ditambah juga, faktor yang mempengaruhi inflasi seperti harga bahan bakar minyak (BBM) dan tarif dasar listrik (TDL) bisa dikendalikan, diyakini inflasi Sumut tahun ini di bawah nasional,” papar Difi.

Disinggung upaya memperbesar produksi cabai merah di Sumut dengan memperluas lahan tanam, Difi mengaku sebenarnya sejak tahun lalu Dinas Pertanian Sumut sudah mulai fokus untuk cabai merah dan bawang merah. Rencana fokus tersebut terlaksana pada tahun ini, salah satunya panen cabai di beberapa daerah yang telah disebutkan tadi.

“Beberapa waktu lalu memang kita menjerit soal cabai merah. Akan tetapi, kita tetap berupaya dari TPID (Tim Pengendali Inflasi Daerah) Sumut menanam cabai dan bawang. Upaya ini butuh waktu dan kebetulan panennya jatuh pada Januari dan pertengahan Februari. Jadi, ketika provinsi lain sedang bergejolak cabai, kita masih bisa aman karena banyak suplai dari beberapa daerah,” ungkap Difi.

Ditanya apabila permintaan dari provinsi lain dipenuhi apakah tidak berdampak terhadap kebutuhan cabai di Sumut? Difi mengatakan bawah hal itu mekanisme pasar saja dan harga cabai pun tidak akan bertahan lama mahal.

“Kita masih bisa berharap pertumbuhan ekonomi Sumut di atas nasional, sedangkan inflasi di bawah nasional. Kenapa, karena dilihat tanda-tanda rebound-nya harga komoditas salah satunya harga cabai. Namun, untuk berapa angka pertumbuhan ekonomi Sumut tentunya belum bisa diperkirakan sekarang. Untuk itu, dia optimis pertumbuhan ekonomi Sumutb isa dicapai. Sebab, secara based line inflasi kita sudah tinggi,” pungkasnya. (ris/ram)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/