26 C
Medan
Saturday, December 7, 2024
spot_img

RSI Siap Bantu Pemerintah Tingkatkan Produktivitas dan Mutu Sawit

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Rumah Sawit Indonesia (RSI) resmi dideklarasikan di Gedung Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS), Jalan Brigjend Katamso, Kota Medan, Sumatera Utara (Sumut), Jumat (23/6) pagi.

Kehadiran RSI diharapkan dapat menjadi solusi dalam mengatasi berbagai kendala yang dihadapi petani sawit nasional, diantaranya pelaksanaan Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) yang berjalan belum sesuai harapan.

Ketua Umum RSI, Kacuk Sumarto mengatakan, lambatnya pelaksanaan PSR yang belum sesuai dengan target telah menjadi keprihatinan utama pihaknya. Padahal, PSR merupakan program utama pemerintah.

“Lambatnya program PSR juga menjadi kendala dalam meningkatkan produktivitas dan mutu buah sawit dari petani. Ini berpengaruh pada kesejahteraan petani sawit,” kata Kacuk.

Diungkapkan Kacuk, RSI siap menjadi mitra pemerintah dalam percepatan dan perluasan pelaksanaan program PSR agar sesuai dengan yang ditargetkan. Mulai dari penataan ulang peraturan-peraturan pemerintah yang mengatur PSR sampai dengan Juklak dan Juknis.

“Sampai dengan pola-pola pengamanan lapangan dengan menjalin kerja sama pihak Kejaksaan, Kepolisian, Satgas PSR, Ditjendbun, ATR/BPN, KLHK, BPDPKS, dan pihak-pihak terkait,” ujarnya.

Disampaikan Kacuk, RSI juga menyoroti kondisi petani sawit yang kesejahteraannya tidak beranjak meskipun sudah harus meremajakan kembali kebun sawitnya. Para petani sawit perlu melakukan perbaikan dalam hal budidaya, agar tanaman sawit dapat menghasilkan produktivitas tinggi dan mutu buah yang bagus.

Tidak hanya itu, pola pengusahaannya dengan industrialisasi juga harus diperbaiki, sehingga mereka memiliki pabrik pengolah buah, secara bersama-sama gotong-royong.

“Dengan demikian petani tidak lagi mudah dipermainkan harga produksinya, bahkan mendapatkan tambahan pendapatan dengan adanya pabrik pengolahan. Diperlukan juga adanya industrialisasi,” ucapnya.

RSI juga akan menerapkan pola integrasi, mulai dari sektor hulu hingga hilir yang melibatkan para petani kelapa sawit berbadan hukum, perusahaan kelapa sawit yang masuk kategori kecil dan menengah, industri pengolahan dan juga industri penyedia teknologi perkelapasawitan.

Pola kemitraan ini diharapkan dapat menghadapi masalah isu sutainability atas pengelolaan kebun sawit oleh petani, yang dapat berdampak pada pandangan negatif banyak pihak luar negeri dan bahkan dalam negeri.

Hal itu sudah dilakukan di Poktan Mitra Paya Pinang Group (PPG) dengan pendampingan dari IDH (Industri Dagang Hijau), yang diharapkan pada akhir 2023 sudah tersertifikasi ISPO dan juga RSPO.

Disampaikan Kacuk, para penggagas RSI juga prihatin dengan ketidaksinkronan program PSR diantara pelaku yang terkait, sejak pengajuan proposal PSR yang melibatkan ATR/BPN, KLHK, dinas-dinas setempat, perbenihan, penyiapan bibit unggul, penyediaan pupuk dan herbisida, perusahaan mitra, poktan, dan termasuk perbankan.

“Kondisi ini mengakibatkan banyak hambatan sepanjang perjalanan pengajuan proposal sampai dengan pelaksanaan. Hal ini diperparah oleh oknum-oknum tertentu yang memanfaatkan situasi bahwa dana PSR adalah ‘hibah’ dan banyak juga petani yang bermata gelap atau tidak mempunyai keberdayaan,” sebutnya.

Kacuk menegaskan, munculnya keadaan di antara penggagas RSI bahwa dengan berhimpun melalui korporatisasi berkelanjutan akan mempunyai posisi tawar yang tinggi, sehingga mudah untuk mendapatkan prosi pendapatan atau penghasilan yang lebih tinggi.

“RSI merupakan organisasi yang keanggotaannya terbuka, dan harus dalam bentuk badan hukum yang bersifat korporasi bidang perkelapasawitan, yang mempunyai kebutuhan untuk bersinergi dalam usaha bersama terintegrasi, dengan cara ‘resource sharing’ berbagi sumber daya, dan untuk itu juga berbagi keuntungan sesuai dengan kontribusinya,” terang Kacuk.

Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Musdhalifah Machmud mengatakan, pemerintah menyambut baik kehadiran RSI sebagai upaya untuk meningkatkan kesejahteraan petani sawit.

“Diperlukan kekompakan di antara pelaku perkelapasawitan untuk menyelesaikan banyak tantangan yang saat ini tengah dihadapi. Kehadiran RSI diharapkan dapat menjadi saluran komunikasi serta solusi dalam menyelesaikan tantangan yang ada,” ucapnya.

Pengusaha Sumut, Irvan Mutiara mengatakan, kehadiran RSI juga bertujuan untuk memberikan pendampingan bagi petani sawit agar produktivitas dan kualitas tanaman sawit mereka dapat meningkat.

RSI juga akan bermitra dengan pemerintah. Untuk itu harus memiliki lobi yang kuat di pemerintah untuk ‘Menjayakan dan Menjaga Kejayaan Sawit Indonesia’.(gus)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Rumah Sawit Indonesia (RSI) resmi dideklarasikan di Gedung Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS), Jalan Brigjend Katamso, Kota Medan, Sumatera Utara (Sumut), Jumat (23/6) pagi.

Kehadiran RSI diharapkan dapat menjadi solusi dalam mengatasi berbagai kendala yang dihadapi petani sawit nasional, diantaranya pelaksanaan Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) yang berjalan belum sesuai harapan.

Ketua Umum RSI, Kacuk Sumarto mengatakan, lambatnya pelaksanaan PSR yang belum sesuai dengan target telah menjadi keprihatinan utama pihaknya. Padahal, PSR merupakan program utama pemerintah.

“Lambatnya program PSR juga menjadi kendala dalam meningkatkan produktivitas dan mutu buah sawit dari petani. Ini berpengaruh pada kesejahteraan petani sawit,” kata Kacuk.

Diungkapkan Kacuk, RSI siap menjadi mitra pemerintah dalam percepatan dan perluasan pelaksanaan program PSR agar sesuai dengan yang ditargetkan. Mulai dari penataan ulang peraturan-peraturan pemerintah yang mengatur PSR sampai dengan Juklak dan Juknis.

“Sampai dengan pola-pola pengamanan lapangan dengan menjalin kerja sama pihak Kejaksaan, Kepolisian, Satgas PSR, Ditjendbun, ATR/BPN, KLHK, BPDPKS, dan pihak-pihak terkait,” ujarnya.

Disampaikan Kacuk, RSI juga menyoroti kondisi petani sawit yang kesejahteraannya tidak beranjak meskipun sudah harus meremajakan kembali kebun sawitnya. Para petani sawit perlu melakukan perbaikan dalam hal budidaya, agar tanaman sawit dapat menghasilkan produktivitas tinggi dan mutu buah yang bagus.

Tidak hanya itu, pola pengusahaannya dengan industrialisasi juga harus diperbaiki, sehingga mereka memiliki pabrik pengolah buah, secara bersama-sama gotong-royong.

“Dengan demikian petani tidak lagi mudah dipermainkan harga produksinya, bahkan mendapatkan tambahan pendapatan dengan adanya pabrik pengolahan. Diperlukan juga adanya industrialisasi,” ucapnya.

RSI juga akan menerapkan pola integrasi, mulai dari sektor hulu hingga hilir yang melibatkan para petani kelapa sawit berbadan hukum, perusahaan kelapa sawit yang masuk kategori kecil dan menengah, industri pengolahan dan juga industri penyedia teknologi perkelapasawitan.

Pola kemitraan ini diharapkan dapat menghadapi masalah isu sutainability atas pengelolaan kebun sawit oleh petani, yang dapat berdampak pada pandangan negatif banyak pihak luar negeri dan bahkan dalam negeri.

Hal itu sudah dilakukan di Poktan Mitra Paya Pinang Group (PPG) dengan pendampingan dari IDH (Industri Dagang Hijau), yang diharapkan pada akhir 2023 sudah tersertifikasi ISPO dan juga RSPO.

Disampaikan Kacuk, para penggagas RSI juga prihatin dengan ketidaksinkronan program PSR diantara pelaku yang terkait, sejak pengajuan proposal PSR yang melibatkan ATR/BPN, KLHK, dinas-dinas setempat, perbenihan, penyiapan bibit unggul, penyediaan pupuk dan herbisida, perusahaan mitra, poktan, dan termasuk perbankan.

“Kondisi ini mengakibatkan banyak hambatan sepanjang perjalanan pengajuan proposal sampai dengan pelaksanaan. Hal ini diperparah oleh oknum-oknum tertentu yang memanfaatkan situasi bahwa dana PSR adalah ‘hibah’ dan banyak juga petani yang bermata gelap atau tidak mempunyai keberdayaan,” sebutnya.

Kacuk menegaskan, munculnya keadaan di antara penggagas RSI bahwa dengan berhimpun melalui korporatisasi berkelanjutan akan mempunyai posisi tawar yang tinggi, sehingga mudah untuk mendapatkan prosi pendapatan atau penghasilan yang lebih tinggi.

“RSI merupakan organisasi yang keanggotaannya terbuka, dan harus dalam bentuk badan hukum yang bersifat korporasi bidang perkelapasawitan, yang mempunyai kebutuhan untuk bersinergi dalam usaha bersama terintegrasi, dengan cara ‘resource sharing’ berbagi sumber daya, dan untuk itu juga berbagi keuntungan sesuai dengan kontribusinya,” terang Kacuk.

Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Musdhalifah Machmud mengatakan, pemerintah menyambut baik kehadiran RSI sebagai upaya untuk meningkatkan kesejahteraan petani sawit.

“Diperlukan kekompakan di antara pelaku perkelapasawitan untuk menyelesaikan banyak tantangan yang saat ini tengah dihadapi. Kehadiran RSI diharapkan dapat menjadi saluran komunikasi serta solusi dalam menyelesaikan tantangan yang ada,” ucapnya.

Pengusaha Sumut, Irvan Mutiara mengatakan, kehadiran RSI juga bertujuan untuk memberikan pendampingan bagi petani sawit agar produktivitas dan kualitas tanaman sawit mereka dapat meningkat.

RSI juga akan bermitra dengan pemerintah. Untuk itu harus memiliki lobi yang kuat di pemerintah untuk ‘Menjayakan dan Menjaga Kejayaan Sawit Indonesia’.(gus)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/