24 C
Medan
Sunday, June 16, 2024

Jokowi Ingin Duduk Bersama Perusahaan Tambang

Foto: AP/Dita Alangkara Presiden terpilih Joko Widodo berbicara dengan wartawan dalam kunjungannya ke Waduk Pluit di Jakarta (22/7).
Foto: AP/Dita Alangkara
Presiden terpilih Joko Widodo berbicara dengan wartawan dalam kunjungannya ke Waduk Pluit di Jakarta (22/7).

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Presiden terpilih Joko “Jokowi” Widodo mengatakan ia ingin duduk bersama dengan perusahaan-perusahaan tambang dan pihak-pihak lain dalam rangka menyelesaikan sengketa atas kebijakan-kebijakan pertambangan yang telah menghentikan ekspor-ekspor logam senilai US$500 juta per bulan di Indonesia.

Pernyataan Jokowi dianggap sebagai indikasi positif setelah sengketa yang semakin memanas antara sektor pertambangan dan pemerintah yang akan segera berakhir.

Sampai tahun ini, Indonesia merupakan pengekspor bijih nikel teratas di dunia dan pemasok besar tembaga, bijih besi dan bauksit. Namun sebuah larangan pada Januari mengenai ekspor bijih logam yang tidak diproses dan lonjakan pajak untuk konsentrat-konsentrat logam telah melumpuhkan pengiriman-pengiriman.

“Pertama, saya ingin duduk bersama dengan para pemegang saham, investor, regulator dan dengan orang-orang untuk mengetahui masalahnya dan mencari solusi yang baik untuk mereka. Saya ingin tahu detailnya,” ujar Jokowi dalam sebuah wawancara di rumahnya akhir pekan lalu.

Ia tidak mengatakan secara spesifik bagaimana ia akan menangani sengketa mengenai larangan atas bijih logam, dan ketika didesak mengenai isu tersebut, seorang stafnya menyela dan mengatakan “terlalu banyak detail.”

Namun para perusahaan tambang akan berharap presiden baru dapat membantu menghidupkan kembali negosiasi-negosiasi, yang telah menghadapi masalah dengan pemerintahan President Susilo Bambang Yudhyono.

Darmawan Prasodjo, seorang penasihat ekonomi Jokowi, mengatakan presiden baru tersebut tidak akan “mematikan industri” dan bahwa pemerintah dan industri merupakan mitra yang seharusnya menghadapi isu tersebut bersama-sama. Darmawan mengkritik pemerintahan sekarang karena tidak menciptakan kondisi-kondisi supaya industri maju berkembang.

“Jika Anda ingin membangun smelter (pabrik pengolahan), apa yang Anda perlukan? Untuk saat ini, ekspor-ekspor harus dibuka, dan pembangkit-pembangkit listrik harus dibangun untuk memenuhi kebutuhan listrik, dengan harga yang kompetitif,” ujarnya.

Kebijakan-kebijakan pertambangan tersebut bertujuan meningkatkan pendapatan negara dari logam-logam yang dihasilkan dan menciptakan lapangan pekerjaan. Namun para perusahaan tambang mengatakan hal itu menimbulkan kebingungan yang tak perlu dan memaksa ribuan penambang kehilangan pekerjaan.

Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc dan Newmont Mining Corp, yang mencakup 97 persen dari produksi tembaga di Indonesia, mengekspor puluhan ribu ton konsentrat logam per bulan sebelum sengketa muncul dan menghentikan pengiriman.

Syahrir Abubakar, direktur eksekutif Asosiasi Pertambangan Indonesia, mengatakan langkah apapun untuk mengevaluasi aturan pertambangan akan disambut baik.

“Ada kontradiksi-kontradiksi dari satu ayat ke ayat lain, dan banyak negosiasi ulang tertunda karena aturan-aturan ini,” ujarnya.

Namun memberikan peluang bagi perusahaan-perusahaan pertambangan tersebut akan menyulitkan Jokowi secara politik mengingat tekanan nasionalis mengenai isu tersebut, ujar beberapa ahli.

Wakil Presiden terpilihkelihatannya juga ingin mengambil langkah yang lebih tegas. Jusuf Kalla, pengusaha dari wilayah yang kaya nikel, ikut bertanggung jawab atas kebijakan pertambangan ketika ia menjadi wakil presiden pada 2007.

“Mereka seharusnya tidak diperlakukan berbeda,” ujar Kalla dalam wawancara yang berbeda, mengacu pada penolakan dari perusahaan-perusahaan tambang seperti Freeport dan Newmon atas pajak ekspor.

“Ini hanya pajak ekspor untuk dua, tiga tahun.”

Kalla juga mengatakan seharusnya tidak ada gangguan terhadap larangan ekspor bijih yang tidak diproses yang disahkan menjadi undang-undang lima tahun lalu.

“Ini undang-undang. Kita menyepakatinya pada 2009. Kita membahasnya pada 2007. Saya setuju bahwa logam-logam harusnya memiliki nilai tambah karena jika kita mengekspor bijih logam, bijih nikel… tidak baik bagi lapangan pekerjaan di negara ini,” ujarnya. (Reuters)

Foto: AP/Dita Alangkara Presiden terpilih Joko Widodo berbicara dengan wartawan dalam kunjungannya ke Waduk Pluit di Jakarta (22/7).
Foto: AP/Dita Alangkara
Presiden terpilih Joko Widodo berbicara dengan wartawan dalam kunjungannya ke Waduk Pluit di Jakarta (22/7).

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Presiden terpilih Joko “Jokowi” Widodo mengatakan ia ingin duduk bersama dengan perusahaan-perusahaan tambang dan pihak-pihak lain dalam rangka menyelesaikan sengketa atas kebijakan-kebijakan pertambangan yang telah menghentikan ekspor-ekspor logam senilai US$500 juta per bulan di Indonesia.

Pernyataan Jokowi dianggap sebagai indikasi positif setelah sengketa yang semakin memanas antara sektor pertambangan dan pemerintah yang akan segera berakhir.

Sampai tahun ini, Indonesia merupakan pengekspor bijih nikel teratas di dunia dan pemasok besar tembaga, bijih besi dan bauksit. Namun sebuah larangan pada Januari mengenai ekspor bijih logam yang tidak diproses dan lonjakan pajak untuk konsentrat-konsentrat logam telah melumpuhkan pengiriman-pengiriman.

“Pertama, saya ingin duduk bersama dengan para pemegang saham, investor, regulator dan dengan orang-orang untuk mengetahui masalahnya dan mencari solusi yang baik untuk mereka. Saya ingin tahu detailnya,” ujar Jokowi dalam sebuah wawancara di rumahnya akhir pekan lalu.

Ia tidak mengatakan secara spesifik bagaimana ia akan menangani sengketa mengenai larangan atas bijih logam, dan ketika didesak mengenai isu tersebut, seorang stafnya menyela dan mengatakan “terlalu banyak detail.”

Namun para perusahaan tambang akan berharap presiden baru dapat membantu menghidupkan kembali negosiasi-negosiasi, yang telah menghadapi masalah dengan pemerintahan President Susilo Bambang Yudhyono.

Darmawan Prasodjo, seorang penasihat ekonomi Jokowi, mengatakan presiden baru tersebut tidak akan “mematikan industri” dan bahwa pemerintah dan industri merupakan mitra yang seharusnya menghadapi isu tersebut bersama-sama. Darmawan mengkritik pemerintahan sekarang karena tidak menciptakan kondisi-kondisi supaya industri maju berkembang.

“Jika Anda ingin membangun smelter (pabrik pengolahan), apa yang Anda perlukan? Untuk saat ini, ekspor-ekspor harus dibuka, dan pembangkit-pembangkit listrik harus dibangun untuk memenuhi kebutuhan listrik, dengan harga yang kompetitif,” ujarnya.

Kebijakan-kebijakan pertambangan tersebut bertujuan meningkatkan pendapatan negara dari logam-logam yang dihasilkan dan menciptakan lapangan pekerjaan. Namun para perusahaan tambang mengatakan hal itu menimbulkan kebingungan yang tak perlu dan memaksa ribuan penambang kehilangan pekerjaan.

Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc dan Newmont Mining Corp, yang mencakup 97 persen dari produksi tembaga di Indonesia, mengekspor puluhan ribu ton konsentrat logam per bulan sebelum sengketa muncul dan menghentikan pengiriman.

Syahrir Abubakar, direktur eksekutif Asosiasi Pertambangan Indonesia, mengatakan langkah apapun untuk mengevaluasi aturan pertambangan akan disambut baik.

“Ada kontradiksi-kontradiksi dari satu ayat ke ayat lain, dan banyak negosiasi ulang tertunda karena aturan-aturan ini,” ujarnya.

Namun memberikan peluang bagi perusahaan-perusahaan pertambangan tersebut akan menyulitkan Jokowi secara politik mengingat tekanan nasionalis mengenai isu tersebut, ujar beberapa ahli.

Wakil Presiden terpilihkelihatannya juga ingin mengambil langkah yang lebih tegas. Jusuf Kalla, pengusaha dari wilayah yang kaya nikel, ikut bertanggung jawab atas kebijakan pertambangan ketika ia menjadi wakil presiden pada 2007.

“Mereka seharusnya tidak diperlakukan berbeda,” ujar Kalla dalam wawancara yang berbeda, mengacu pada penolakan dari perusahaan-perusahaan tambang seperti Freeport dan Newmon atas pajak ekspor.

“Ini hanya pajak ekspor untuk dua, tiga tahun.”

Kalla juga mengatakan seharusnya tidak ada gangguan terhadap larangan ekspor bijih yang tidak diproses yang disahkan menjadi undang-undang lima tahun lalu.

“Ini undang-undang. Kita menyepakatinya pada 2009. Kita membahasnya pada 2007. Saya setuju bahwa logam-logam harusnya memiliki nilai tambah karena jika kita mengekspor bijih logam, bijih nikel… tidak baik bagi lapangan pekerjaan di negara ini,” ujarnya. (Reuters)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/