26.7 C
Medan
Tuesday, May 21, 2024

DPR-RI Siap Adu Bukti dengan Pertamina

Kata Gus, Pertamina keliru karena yang dibahas adalah Perpres No. 191 tadi.  Amanatnya ada dua. Pertama penyediaan dan pendistribusian atas volume kebutuhan tahunan jenis bbm tertentu. Satu lagi jenis BBM khusus penugasan (premium) dilaksanakan badan usaha melalui penugasan oleh badan pengatur. “Nah yang ditugaskan oleh badan pengatur dalam mendistribusikan premium adalah Pertamina. Maka saya nyatakan Pertamina MOR 1 Sumut keliru menyikapi aturan tersebut. Malah tidak menganggap ada. Memang volume penyaluran premium diatur badan pengatur. Tapi badan pengatur menetapkan kemudian seberapa besar disiapkan. Pertamina lantas bersikukuh tidak wajib,” ungkapnya.

Gus Irawan juga menyatakan alasan kekosongan Premium di SPBU karena pereferensi pengguna Premium berpindah ke Pertalite. “Ini bohong lagi. Saya ingin buktikan kebohongan itu. Kemarin saya di Sidimpuan, langsung cek ke lapangan. Di Sidimpuan sekarang tidak satu pun lagi SPBU menjual Premium. Kalaupun ada ke arah pinggir kota wilayah Sihitang sana,” ujarnya.

Dia mengungkapkan MOR 1 juga tidak faham apa yang dibahas saat Pertamina rapat dengar pendapat pertamakali dengan Komisi VII yang memutuskan pertalite dilaunching ke masyarakat pertamakali hanya pilihan.

“Lho ternyata di SPBU sekarang, tangki premium pun tak ada sudah diganti pertalite. Saya kan bekas orang bank. Banyak kawan mengelola SPBU. Mereka menceritakan strategi Pertamina tersebut  mengosongkan Premium sehingga tak tersedia di pasar dan masyarakat terpaksa sekali membeli pertalite. Nah sekarang secara perlahan solar pun mulai tak masuk ke SPBU sebagai cara Pertamina mengkonversinya ke dexlite. Diawal dulu Pertalite dijual dengan harga hanya sedikit di atas Premiun, berbeda sekitar Rp300 saja. Ini akal-akalan,” pungkasnya. (ila)

“Kalau mereka bilang masyarakat yang tidak mau lagi menggunakan premium ayo kita buat jajak pendapat. Saya tantang mereka siapa yang melakukan kebohongan publik. Gus Irawan sebagai Ketua Komisi VII atau Pertamina,” ujarnya.

Banyak fakta di lapangan yang mengungkap ketidakberesan Pertamina mengelola premium sampai ke daerah, tambahnya. “Lihat juga neon box yang dipasang di SPBU sekarang sudah tidak ditemukan jenis premium. Padahal kita dulu menyatakan premium tak boleh dihilangkan. Ini kesengajaan,” ungkapnya.

Jika Pertamina menganggap mereka tak perlu menyiapkan premium adalah salah besar. “Karena premium masuk dalam kategori BBM khusus penugasan. Mereka melihat aturannya sebagai peraturan Menteri ESDM. Seolah-olah kalau peraturan menteri ESDM tak harus dipatuhi. Yang dipatuhi hanya kalau ada aturan Menteri BUMN. Aneh ini,” tambahnya.

Mereka harus faham aturan tersebut karena Perpres harus dijalankan. “Saya akan buktikan. Termasuk alasan mereka soal masyarakat yang menghendaki premium. Mari buat jajak pendapat. Jangan mereka anggap kami anggota dewan asal bicara. Kami menampung aspirasi rakyat. Apa yang kami ungkapkan adalah jeritan masyarakat. Mereka menganggap pendapat anggota dewan tidak perlu direspon. Nanti akan kita panggil  di rapat komisi VII. Setelah itu tentu akan ada action,” tuturnya. (ila/ram)

 

Kata Gus, Pertamina keliru karena yang dibahas adalah Perpres No. 191 tadi.  Amanatnya ada dua. Pertama penyediaan dan pendistribusian atas volume kebutuhan tahunan jenis bbm tertentu. Satu lagi jenis BBM khusus penugasan (premium) dilaksanakan badan usaha melalui penugasan oleh badan pengatur. “Nah yang ditugaskan oleh badan pengatur dalam mendistribusikan premium adalah Pertamina. Maka saya nyatakan Pertamina MOR 1 Sumut keliru menyikapi aturan tersebut. Malah tidak menganggap ada. Memang volume penyaluran premium diatur badan pengatur. Tapi badan pengatur menetapkan kemudian seberapa besar disiapkan. Pertamina lantas bersikukuh tidak wajib,” ungkapnya.

Gus Irawan juga menyatakan alasan kekosongan Premium di SPBU karena pereferensi pengguna Premium berpindah ke Pertalite. “Ini bohong lagi. Saya ingin buktikan kebohongan itu. Kemarin saya di Sidimpuan, langsung cek ke lapangan. Di Sidimpuan sekarang tidak satu pun lagi SPBU menjual Premium. Kalaupun ada ke arah pinggir kota wilayah Sihitang sana,” ujarnya.

Dia mengungkapkan MOR 1 juga tidak faham apa yang dibahas saat Pertamina rapat dengar pendapat pertamakali dengan Komisi VII yang memutuskan pertalite dilaunching ke masyarakat pertamakali hanya pilihan.

“Lho ternyata di SPBU sekarang, tangki premium pun tak ada sudah diganti pertalite. Saya kan bekas orang bank. Banyak kawan mengelola SPBU. Mereka menceritakan strategi Pertamina tersebut  mengosongkan Premium sehingga tak tersedia di pasar dan masyarakat terpaksa sekali membeli pertalite. Nah sekarang secara perlahan solar pun mulai tak masuk ke SPBU sebagai cara Pertamina mengkonversinya ke dexlite. Diawal dulu Pertalite dijual dengan harga hanya sedikit di atas Premiun, berbeda sekitar Rp300 saja. Ini akal-akalan,” pungkasnya. (ila)

“Kalau mereka bilang masyarakat yang tidak mau lagi menggunakan premium ayo kita buat jajak pendapat. Saya tantang mereka siapa yang melakukan kebohongan publik. Gus Irawan sebagai Ketua Komisi VII atau Pertamina,” ujarnya.

Banyak fakta di lapangan yang mengungkap ketidakberesan Pertamina mengelola premium sampai ke daerah, tambahnya. “Lihat juga neon box yang dipasang di SPBU sekarang sudah tidak ditemukan jenis premium. Padahal kita dulu menyatakan premium tak boleh dihilangkan. Ini kesengajaan,” ungkapnya.

Jika Pertamina menganggap mereka tak perlu menyiapkan premium adalah salah besar. “Karena premium masuk dalam kategori BBM khusus penugasan. Mereka melihat aturannya sebagai peraturan Menteri ESDM. Seolah-olah kalau peraturan menteri ESDM tak harus dipatuhi. Yang dipatuhi hanya kalau ada aturan Menteri BUMN. Aneh ini,” tambahnya.

Mereka harus faham aturan tersebut karena Perpres harus dijalankan. “Saya akan buktikan. Termasuk alasan mereka soal masyarakat yang menghendaki premium. Mari buat jajak pendapat. Jangan mereka anggap kami anggota dewan asal bicara. Kami menampung aspirasi rakyat. Apa yang kami ungkapkan adalah jeritan masyarakat. Mereka menganggap pendapat anggota dewan tidak perlu direspon. Nanti akan kita panggil  di rapat komisi VII. Setelah itu tentu akan ada action,” tuturnya. (ila/ram)

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/