31.8 C
Medan
Friday, May 10, 2024

Harga Gabah Anjlok, Padi Petani di Sumut Menjerit

Foto: Hendrik Saragih/Sumut Pos
Seorang petani di Deliserdang menunjuk padi yang sudah menguning. Petani mengeluhkan HPP beras yang ditetapkan pemerintah, menyusul anjloknya harga gabah di kabupaten itu.

Menurut pria yang juga merangkap sebagai agen padi itu, selayaknya harga padi kering panen Rp5.000 per kilogram. Sedangkan harga padi kering giling Rp6.000 per kilogram. Dijelaskanya, bahwa saat ini harga beras yang terendah di pasaran Rp7.500-Rp8.000 per kilogram. “Kalau kondisi ini dipertahankan maka petani tak pernah sejahtera. Bila mau musim panen harga padi dipermaikan toke,” ungkapnya.

Sementara petani di Langkat masih mengabaikan HPP. Mereka justru menjual gabah seharga Rp4.300 per kg. Hal itu dibenarkan Kepala Dinas Pertanian Langkat, Nasiruddin. “Memang ada kita dengar penurunan harga sesuai intruksi itu, tapi di Kabupaten Langkat, harga jual gabah masih standart, karena petani keberatan,” katanya kepada Sumut Pos, kemarin.

Diakui Nasiruddin, jika dijual dengan harga yang diintruksikan. Maka para petani enggan menjual gabah mereka kepada pemerintah dan koperasi. Oleh sebab itu, pihaknya menyerahkan keputusan kepada petani dan menuruti semua keinginan petani. “Kalau harga jual gabah petani di Kabupaten Langkat, masih standart berkisar Rp4.300 sampai Rp4.500. Dan kita berharap harga terus melonjak sehingga para petani dapat terus menanam padi guna menuju swasembada pangan,” jelasnya.

Jikapun pihak Bulog meminta harga sekitar Rp3.700 papar dia, maka petani akan menjual jika rendemen padi berkisar 45 persen. Dan sejauh ini, Kabupaten Langkat, masih menjadi salah satu penghasil beras terbesar di Sumut. “Kita berharap kualitas padi di sini terus membaik,” akunya.

Wakil Ketua Masyarakat Agribisnis Indonesia (MAI) Sumut Syahri Syawal Harahap mengungkapkan, kebijakan yang diberlakukan saat ini ada-ada saja. Seharusnya pemerintah menjamin dulu harga gabah petani, barulah menetapkan harga beras Rp9.000/kg. Kalau seperti itu kondisinya, maka petani akan sengsara.

“Memang kebijakan itu pro kepada rakyat, tetapi mengesampingkan petani. Padahal, petani juga bagian dari rakyat. Makanya, jangan mengesampingkan pendapatan petani,” ujar Syahri saat dihubungi, Minggu (30/7).

Menurut dia, boleh-boleh saja kebijakan mematok harga beras diberlakukan di seluruh Indonesia. Namun, kebijakan itu jangan pula menekan harga gabah. “Kalau yang diinginkan masyarakat di seluruh Indonesia menikmati harga beras yang murah, jangan pula harga gabah diturunkan. Untuk itu, kebijakan ini perlu dikaji ulang,” ucapnya.

Dia menyebutkan, gabah itu setelah dipanen minimal harganya Rp5.000. Kalau ditetapkan jauh di bawah itu harganya sangat tidak wajar. “Kalau harga gabah dijamin, maka tentunya sama-sama merasakan,” tutur Syahri.

Diutarakannya, salah satunya cara agar tidak terjadi ketimpangan dalam kebijakan harga beras yaitu pemerintah menetapkan harga beli gabah tidak seperti sekarang ini. Pemerintah harus menjamin harga gabah tetap stabil dan tidak anjlok.

“Kalau harga beras ditetapkan Rp9.000/kg sementara harga gabah hanya Rp3.500-Rp3.600/kg, maka para petani pasti akan gulung tikar,” ucapnya.

Ia menambahkan, cara lain yang bisa dilakukan tidak perlu mensubsidi pupuk. Subsidi dialihkan kepada harga gabah. (sur/ian/bam/btr/mag-2/ris/adz)

Foto: Hendrik Saragih/Sumut Pos
Seorang petani di Deliserdang menunjuk padi yang sudah menguning. Petani mengeluhkan HPP beras yang ditetapkan pemerintah, menyusul anjloknya harga gabah di kabupaten itu.

Menurut pria yang juga merangkap sebagai agen padi itu, selayaknya harga padi kering panen Rp5.000 per kilogram. Sedangkan harga padi kering giling Rp6.000 per kilogram. Dijelaskanya, bahwa saat ini harga beras yang terendah di pasaran Rp7.500-Rp8.000 per kilogram. “Kalau kondisi ini dipertahankan maka petani tak pernah sejahtera. Bila mau musim panen harga padi dipermaikan toke,” ungkapnya.

Sementara petani di Langkat masih mengabaikan HPP. Mereka justru menjual gabah seharga Rp4.300 per kg. Hal itu dibenarkan Kepala Dinas Pertanian Langkat, Nasiruddin. “Memang ada kita dengar penurunan harga sesuai intruksi itu, tapi di Kabupaten Langkat, harga jual gabah masih standart, karena petani keberatan,” katanya kepada Sumut Pos, kemarin.

Diakui Nasiruddin, jika dijual dengan harga yang diintruksikan. Maka para petani enggan menjual gabah mereka kepada pemerintah dan koperasi. Oleh sebab itu, pihaknya menyerahkan keputusan kepada petani dan menuruti semua keinginan petani. “Kalau harga jual gabah petani di Kabupaten Langkat, masih standart berkisar Rp4.300 sampai Rp4.500. Dan kita berharap harga terus melonjak sehingga para petani dapat terus menanam padi guna menuju swasembada pangan,” jelasnya.

Jikapun pihak Bulog meminta harga sekitar Rp3.700 papar dia, maka petani akan menjual jika rendemen padi berkisar 45 persen. Dan sejauh ini, Kabupaten Langkat, masih menjadi salah satu penghasil beras terbesar di Sumut. “Kita berharap kualitas padi di sini terus membaik,” akunya.

Wakil Ketua Masyarakat Agribisnis Indonesia (MAI) Sumut Syahri Syawal Harahap mengungkapkan, kebijakan yang diberlakukan saat ini ada-ada saja. Seharusnya pemerintah menjamin dulu harga gabah petani, barulah menetapkan harga beras Rp9.000/kg. Kalau seperti itu kondisinya, maka petani akan sengsara.

“Memang kebijakan itu pro kepada rakyat, tetapi mengesampingkan petani. Padahal, petani juga bagian dari rakyat. Makanya, jangan mengesampingkan pendapatan petani,” ujar Syahri saat dihubungi, Minggu (30/7).

Menurut dia, boleh-boleh saja kebijakan mematok harga beras diberlakukan di seluruh Indonesia. Namun, kebijakan itu jangan pula menekan harga gabah. “Kalau yang diinginkan masyarakat di seluruh Indonesia menikmati harga beras yang murah, jangan pula harga gabah diturunkan. Untuk itu, kebijakan ini perlu dikaji ulang,” ucapnya.

Dia menyebutkan, gabah itu setelah dipanen minimal harganya Rp5.000. Kalau ditetapkan jauh di bawah itu harganya sangat tidak wajar. “Kalau harga gabah dijamin, maka tentunya sama-sama merasakan,” tutur Syahri.

Diutarakannya, salah satunya cara agar tidak terjadi ketimpangan dalam kebijakan harga beras yaitu pemerintah menetapkan harga beli gabah tidak seperti sekarang ini. Pemerintah harus menjamin harga gabah tetap stabil dan tidak anjlok.

“Kalau harga beras ditetapkan Rp9.000/kg sementara harga gabah hanya Rp3.500-Rp3.600/kg, maka para petani pasti akan gulung tikar,” ucapnya.

Ia menambahkan, cara lain yang bisa dilakukan tidak perlu mensubsidi pupuk. Subsidi dialihkan kepada harga gabah. (sur/ian/bam/btr/mag-2/ris/adz)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/