MEDAN, SUMUTPOS.CO – Dua terdakwa korupsi (koruptor) pembangunan Gedung Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri Padanglawas Utara (Paluta) senilai Rp230 juta menjalani sidang perdana di Pengadilan Tipikor Medan, Senin (2/9). Aslin Harahap dan Koeswijan terancam hukuman seumur hidup dan paling singkat 4 tahun penjara.
Perbuatan kedua terdakwa diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) Juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dalam dakwaan JPU Agussalim Harahap, terdakwa Aslin Harahap saat itu menjabat sebagai Ketua Komite Pembangunan Gedung Unit Sekolah Baru (USB) SLB Negeri Padang Lawas Utara Tahun 2012.
Aslin bersama terdakwa Koeswijan selaku Wadir CV Setia Harapan Jaya melakukan dugaan korupsi dalam kurun waktu antara bulan April 2012 hingga Desember 2012.
“Terdakwa melakukan atau turut serta melakukan perbuatan secara melawan hukum yaitu melelangkan Pekerjaan Pembangunan Gedung USB SLB Negeri Paluta tahun 2012 yang seharusnya dilaksanakan dengan cara Swakelola bertentangan dengan Pasal 26 ayat (1) dan Pasal 6 Perpres No 54 Tahun 2010 yang dapat merugikan Keuangan Negara atau Perekonomian Negara sebesar Rp230.851.900,” ungkap Jaksa.
Selanjutnya, Panitia Pengadaan melakukan pembukaan dokumen penawaran hanya terdapat 3 perusahaan yang ikut mendaftar dan memasukan dokumen penawaran dalam pelelangan tersebut.
Di antaranya, CV Mutiara Selatan dengan harga penawaran sebesar Rp1.484.250.000, CV Setia Harahap Jaya dengan harga penawaran sebesar Rp1.483.250.000 dan CV Perintis Kemerdekaan, dengan harga penawaran sebesar Rp1.483.750.000.
Selanjutnya, terdakwa Aslin Harahap bersama dengan Koeswijan menandatangani kontrak Pembangunan Gedung USB SLB Negeri Padanglawas Utara tahun 2012 pada 3 Agustus 2012 di Kantor Dinas Pendidikan Kabupaten Padang Lawas Utara.
Setelah menandatangani kontrak, Koeswijan memulai pelaksanaan pekerjaan. Material bangunan dibeli dari Toko Nauli Padangsidimpuan dan toko Harapan Kita Gunungtua.
“Dalam penyelesaian pekerjaan, terdakwa Koeswijan menyelesaikan Pekerjaan Pembangunan Gedung USB SLB Negeri Paluta tahun 2012 melebihi batas waktu yang ditentukan dalam kontrak. Dimana batas waktu pelaksanaan kontrak 3 Agustus 2012 sampai dengan 20 Desember 2012,” ungkapnya.
Bahwa total pembayaran yang telah diterima oleh saksi Koeswijan yang ditandatangani Aslin dengan 4 kali pembayaran adalah sebesar Rp1.475.160.364 atau telah menerima pembayaran 100 persen.
Setelah pelaksanaan pekerjaan tersebut dianggap selesai, ternyata terdakwa Koeswijan tidak melaksanakan penyerahan hasil pekerjaan kepada Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan. Karena terdakwa Aslin tidak ada menunjuk Pejabat Pemeriksa Hasil Pekerjaan dan Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan terhadap Pembangunan Gedung USB SLB tersebut.
Terdakwa juga tidak pernah membuat laporan perkembangan pelaksanaan pembangunan setiap akhir bulan kepada Saksi Dr. Suyatmi selaku PPKK (Pejabat Pembuat Komitmen Kegiatan).
“Aslin juga tidak pernah mengirimkan laporan setiap bulan terkait bantuan langsung dan Laporan Pertanggungjawaban Keuangan kepada Dinas Pendidikan Kabupaten Paluta, Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Utara dan Direktorat Pembinaan Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus Kemendikbud di Jakarta,” ungkap Jaksa.
Selain itu, terdapat kekurangan volume pekerjaan terpasang senilai Rp230.851.900. Padahal dana yang telah dibayarkan oleh terdakwa Aslin Harahap kepada Koeswijan sudah 100 persen.
Berdasarkan Penghitungan Kerugian Keuangan Negara oleh BPKP Provinsi Sumatera Utara terhadap Pekerjaan Pembangunan Gedung USB SLB Negeri Paluta tahun 2012, sebagai berikut. Bantuan pemerintah sebesar Rp1.483.250.000,00 dikurangi realisasi pelaksanaan sebesar Rp1.117.556.983,52 dengan selisih Rp365.693.016,48.
Selisih tersebut dikurangkan Penyetoran PPN atas Kegiatan Pembangunan sebesar Rp134.841.116,4 maka hasilnya Rp230.851.900. Akibat perbuatan Aslin dan Koeswijan, mengakibatkan kerugian keuangan negara sekurang-kurangnya Rp230.851.900. (man/ala)