32 C
Medan
Monday, November 25, 2024
spot_img

Sidang Penipuan Rp4 Miliar, Anwar Tanuhadi Dituntut 44 Bulan Penjara

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Jaksa Penuntut Umum (JPU) Chandra Naibaho menuntut terdakwa Anwar Tanuhadi dengan pidana 3 tahun 8 bulan (44 bulan) penjara. Warga Jalan Lebak Bulus, Jakarta Selatan ini dinilai terbukti melakukan penipuan terhadap korban Joni Halim dengan kerugian Rp4 miliar.

SIDANG: Anwar Tanuhadi, terdakwa kasus penipuan menjalani sidang tuntutan secara virtual di PN Medan, Senin (14/6).agusman/sumut pos.

Dalam nota tuntutannya, terdakwa dinyatakan melanggar Pasal 378 Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.

“Meminta majelis hakim yang menyidangkan perkara ini, agar menjatuhkan terdakwa Anwar Tanuhadi dengan pidana penjara selama 3 tahun 8 bulan,” ujarnya di hadapan Hakim Ketua Murni Rozalinda, di Ruang Cakra 4 Pengadilan Negeri (PN) Medan, Senin (14/6).

Menurut JPU, hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa telah merugikan saksi korban. Kemudian, terdakwa berbelit-belit dan tidak mengakui dan tidak menyesali perbuatannya. “Sedangkan hal yang meringankan, terdakwa bersikap sopan dipersidangan,” katanya.

Usai mendengarkan tuntutan, majelis hakim memberikan kesempatan kepada penasihat hukum terdakwa untuk menyampaikan nota pembelaan (pledoi) terdakwa pada sidang pekan depan.

Mengutip surat dakwaan, pada Mei 2019, terjadi perjanjian pengikatan jual beli antara Budiman Suriato dengan Dadang Sudirman (DPO Polsek Medan Timur) atas Sertipikat Hak Guna bangunan (HGB) Nomor: 2043/Karang Asih seluas 81.246 m2.

Berdasarkan perjanjian pengikatan jual beli Nomor 34 tanggal 22 Oktober 2018 itu, Dadang meminta tolong kepada Ir Diah Respati K Widi (ditahan dalam perkara lain di Rutan Pondok Bambu Jakarta) untuk mencari orang yang bisa meminjamkan uang dengan jaminan satu set Sertipikat HGB Nomor: 2043 atas nama PT Cikarang Indah (tanda bukti hak) yang terletak di Desa Karang Asih Kecamatan Cikarang Utara Kabupaten Bekasi Provinsi Jawa Barat.

Lalu, Diah meminta tolong kepada Budianto (DPO Polsek Medan Timur) untuk menghubungi Octoduti Saragi Rumahorbo. Pada 12 Februari 2019, Diah mempertemukan Dadang dengan Octoduti. Setelah bertemu, Dadang mengaku ingin meminjam uang sebesar Rp4 miliar dengan jangka waktu pembayaran selama satu bulan dengan jaminan satu set Sertipikat HGB Nomor: 2043 atas nama PT Cikarang Indah.

Pada 18 Februari, Octoduti dan Albert menemui Joni Halim di rumahnya, Jalan Flores No 1-A Kecamatan Medan Perjuangan. Mereka menyampaikan keinginan Dadang untuk meminjam uang sebesar Rp4 miliar. Nantinya, uang akan dikembalikan menjadi Rp6 miliar dengan jaminan SHGB yang dijanjikan.

Joni yang tertarik lantas menyetujui dan memberikan uang tersebut. Penyerahan uang tersebut dibuat kwitansi yang ditandatangani oleh Dadang. Saat itu, Budianto mengatakan bahwa rekannya bernama terdakwa Anwar Tanuhadi bisa juga mencairkan uang dari bank dengan menggunakan sertipikat HGB dalam waktu satu bulan paling sedikit Rp50 miliar.

Saat tiba hari pengembalian, ternyata Dadang tidak membayarkan uang sebesar Rp6 miliar milik Joni kepada Octoduti seperti yang dijanjikan.

Karena tak mampu membayar, Dadang menyuruh Diah dan Budianto untuk menemui Octoduti dengan tujuan meminjam satu set sertipikat HGB itu tersebut agar diagunkan terdakwa ke bank.

Lalu, Budianto membujuk Octoduti dan mengatakan bahwa hanya terdakwa yang dapat mengagunkan Sertipikat HGB dimaksud dengan nilai sebesar Rp30 miliar ke bank. Karena terdakwa merupakan pengusaha besar dan memiliki plafon pinjaman ratusan miliar di bank, sehingga Octoduti percaya dan terbujuk dengan perkataan Budianto tersebut.

Setelah mendapat penjelasan dari Octoduti, Joni merasa percaya bahwa uang miliknya akan dikembalikan oleh Dadang sehingga mau menyerahkan satu set SHGB itu. Namun, setelah dua minggu ditunggu, ternyata Dadang maupun Budianto dan Diah tidak ada menyerahkan uang milik Joni. Apalagi, kantor Sertipikat HGB yang diagunkan telah kosong.

Bahkan, ketika dilakukan pengecekan, notaris Santi Triana Hasan maupun Imam Supriadi tidak terdaftar atau bukanlah seorang notaris. Karena terdesak, Diah mempertemukan Octoduti dan Albert kepada terdakwa. Pada pertemuan tersebut, terdakwa mengatakan agar bersabar dengan alasan pinjaman sudah diajukan ke bank, namun masih ada dokumen PT yang masih kurang.

Setelah ditunggu-tunggu, terdakwa dan Dadang tidak juga mengembalikan uang milik Joni. Lagi-lagi, terdakwa selalu memberikan alasan sama. Saat diminta mengembalikan SHGB itu, terdakwa beralasan sudah menyerahkan ke bank untuk diajukan pinjaman. Tanpa sepengetahuan Joni, Albert dan Octoduti, terdakwa bersama Budiman sudah menjaminkan satu set SHGB tersebut kepada Bank Panin dengan nilai peminjaman sebesar Rp50 miliar.

Merasa dirugikan oleh perbuatan terdakwa bersama Diah, Dadang dan Budianto, Joni membuat laporan ke Polsek Medan Timur guna pengusutan lebih lanjut. Akibat perbuatan terdakwa, Joni mengalami kerugian sebesar Rp4 miliar. (man/azw)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Jaksa Penuntut Umum (JPU) Chandra Naibaho menuntut terdakwa Anwar Tanuhadi dengan pidana 3 tahun 8 bulan (44 bulan) penjara. Warga Jalan Lebak Bulus, Jakarta Selatan ini dinilai terbukti melakukan penipuan terhadap korban Joni Halim dengan kerugian Rp4 miliar.

SIDANG: Anwar Tanuhadi, terdakwa kasus penipuan menjalani sidang tuntutan secara virtual di PN Medan, Senin (14/6).agusman/sumut pos.

Dalam nota tuntutannya, terdakwa dinyatakan melanggar Pasal 378 Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.

“Meminta majelis hakim yang menyidangkan perkara ini, agar menjatuhkan terdakwa Anwar Tanuhadi dengan pidana penjara selama 3 tahun 8 bulan,” ujarnya di hadapan Hakim Ketua Murni Rozalinda, di Ruang Cakra 4 Pengadilan Negeri (PN) Medan, Senin (14/6).

Menurut JPU, hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa telah merugikan saksi korban. Kemudian, terdakwa berbelit-belit dan tidak mengakui dan tidak menyesali perbuatannya. “Sedangkan hal yang meringankan, terdakwa bersikap sopan dipersidangan,” katanya.

Usai mendengarkan tuntutan, majelis hakim memberikan kesempatan kepada penasihat hukum terdakwa untuk menyampaikan nota pembelaan (pledoi) terdakwa pada sidang pekan depan.

Mengutip surat dakwaan, pada Mei 2019, terjadi perjanjian pengikatan jual beli antara Budiman Suriato dengan Dadang Sudirman (DPO Polsek Medan Timur) atas Sertipikat Hak Guna bangunan (HGB) Nomor: 2043/Karang Asih seluas 81.246 m2.

Berdasarkan perjanjian pengikatan jual beli Nomor 34 tanggal 22 Oktober 2018 itu, Dadang meminta tolong kepada Ir Diah Respati K Widi (ditahan dalam perkara lain di Rutan Pondok Bambu Jakarta) untuk mencari orang yang bisa meminjamkan uang dengan jaminan satu set Sertipikat HGB Nomor: 2043 atas nama PT Cikarang Indah (tanda bukti hak) yang terletak di Desa Karang Asih Kecamatan Cikarang Utara Kabupaten Bekasi Provinsi Jawa Barat.

Lalu, Diah meminta tolong kepada Budianto (DPO Polsek Medan Timur) untuk menghubungi Octoduti Saragi Rumahorbo. Pada 12 Februari 2019, Diah mempertemukan Dadang dengan Octoduti. Setelah bertemu, Dadang mengaku ingin meminjam uang sebesar Rp4 miliar dengan jangka waktu pembayaran selama satu bulan dengan jaminan satu set Sertipikat HGB Nomor: 2043 atas nama PT Cikarang Indah.

Pada 18 Februari, Octoduti dan Albert menemui Joni Halim di rumahnya, Jalan Flores No 1-A Kecamatan Medan Perjuangan. Mereka menyampaikan keinginan Dadang untuk meminjam uang sebesar Rp4 miliar. Nantinya, uang akan dikembalikan menjadi Rp6 miliar dengan jaminan SHGB yang dijanjikan.

Joni yang tertarik lantas menyetujui dan memberikan uang tersebut. Penyerahan uang tersebut dibuat kwitansi yang ditandatangani oleh Dadang. Saat itu, Budianto mengatakan bahwa rekannya bernama terdakwa Anwar Tanuhadi bisa juga mencairkan uang dari bank dengan menggunakan sertipikat HGB dalam waktu satu bulan paling sedikit Rp50 miliar.

Saat tiba hari pengembalian, ternyata Dadang tidak membayarkan uang sebesar Rp6 miliar milik Joni kepada Octoduti seperti yang dijanjikan.

Karena tak mampu membayar, Dadang menyuruh Diah dan Budianto untuk menemui Octoduti dengan tujuan meminjam satu set sertipikat HGB itu tersebut agar diagunkan terdakwa ke bank.

Lalu, Budianto membujuk Octoduti dan mengatakan bahwa hanya terdakwa yang dapat mengagunkan Sertipikat HGB dimaksud dengan nilai sebesar Rp30 miliar ke bank. Karena terdakwa merupakan pengusaha besar dan memiliki plafon pinjaman ratusan miliar di bank, sehingga Octoduti percaya dan terbujuk dengan perkataan Budianto tersebut.

Setelah mendapat penjelasan dari Octoduti, Joni merasa percaya bahwa uang miliknya akan dikembalikan oleh Dadang sehingga mau menyerahkan satu set SHGB itu. Namun, setelah dua minggu ditunggu, ternyata Dadang maupun Budianto dan Diah tidak ada menyerahkan uang milik Joni. Apalagi, kantor Sertipikat HGB yang diagunkan telah kosong.

Bahkan, ketika dilakukan pengecekan, notaris Santi Triana Hasan maupun Imam Supriadi tidak terdaftar atau bukanlah seorang notaris. Karena terdesak, Diah mempertemukan Octoduti dan Albert kepada terdakwa. Pada pertemuan tersebut, terdakwa mengatakan agar bersabar dengan alasan pinjaman sudah diajukan ke bank, namun masih ada dokumen PT yang masih kurang.

Setelah ditunggu-tunggu, terdakwa dan Dadang tidak juga mengembalikan uang milik Joni. Lagi-lagi, terdakwa selalu memberikan alasan sama. Saat diminta mengembalikan SHGB itu, terdakwa beralasan sudah menyerahkan ke bank untuk diajukan pinjaman. Tanpa sepengetahuan Joni, Albert dan Octoduti, terdakwa bersama Budiman sudah menjaminkan satu set SHGB tersebut kepada Bank Panin dengan nilai peminjaman sebesar Rp50 miliar.

Merasa dirugikan oleh perbuatan terdakwa bersama Diah, Dadang dan Budianto, Joni membuat laporan ke Polsek Medan Timur guna pengusutan lebih lanjut. Akibat perbuatan terdakwa, Joni mengalami kerugian sebesar Rp4 miliar. (man/azw)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/