25 C
Medan
Monday, June 17, 2024

Tipu Korban Rp545 Juta, Pensiunan BI Divonis Tiga Tahun Penjara

GUSMAN/SUMUT POS
TERTUNDUK: Paul Henry Hutapea, terdakwa kasus penipuan Rp545 juta, tertunduk saat divonis hakim di Ruang Sidang Cakra 6 PN Medan, Senin (14/1).

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Paul Henry Hutapea divonis hukuman 3 tahun kurungan penjara dipotong masa tahanan, oleh majelsi hakim yang diketuai Richard Silalahi di Ruang Sidang Cakra 6 Pengadilan Negeri (PN) Medan, Senin (14/1) sore.

Terdakwa pensiunan Bank Indonesia (BI) ini, divonis bersalah, lantaran melakukan penipuan yang menyebabkan korban mengalami kerugian sebesar Rp545 juta. Majelis hakim pun menyatakan, perbuatan warga Jalan Saudara Kelurahan Beringin, Kecamatan Medan Selayang ini, terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 378 KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

“Menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa Paul Henry Hutapea selama 3 tahun dipotong masa tahanan,” vonis Hakim Richard.

Menanggapi vonis itu, baik terdakwa maupun Jaksa Penuntut Umum (JPU) Sri Hartati, yang sebelumnya menuntut terdakwa selama 3 tahun dan 6 bulan penjara, menyatakan pikir-pikir.

Untuk diketahui, di dalam dakwaan jaksa menyebutkan, perkara ini bermula saat korban Morina Napitupulu mengenal terdakwa dan istrinya Rita Farida Napitupulu (belum tertangkap) pada 27 Februari 2015 di Jalan Jamin Ginting, Pasar V, yang saat itu Morina sedang belanja. Kemudian terdakwa menyapa dan berkenalan, dan mengaku istrinya juga boru Napitupulu. Berselang beberapa menit kemudian, istri terdakwa datang dan berkenalan. Kemudian mereka saling tukaran nomor telepon selular.

Selanjutnya pada 2 Maret 2015, terdakwa dan istrinya datang ke rumah korban, mengatakan, terdakwa adalah pensiunan dari BI, dan istrinya pensiunan guru. Kemudian terdakwa juga mengatakan tentang pekerjaan anak mereka, Reynaldo Samosir, yang bekerja di bagian bendahara Kabupaten Tapanuli Tengah bagian pesanan baju PNS, pengadaan komputer dan pengadaan AC di Kantor Bapeda Tapanuli Tengah, dan main proyek dengan menantu. Dan anak terdakwalah yang membeli alat-alat itu, lalu mengirimkan barang-barang pesanan dari kantor Bapeda ke Tapanuli Tengah, dengan keuntungan 4 persen dari modal yang dikeluarkan.

Kemudian pada 3 Maret 2015, korban dihubungi oleh istri terdakwa dengan mengatakan, akan ada proyek pengadaan AC, baju PNS, dan pengadaan komputer. Lalu istri terdakwa membujuk dan menawarkan korban untuk ikut menanamkan modal, dan apabila korban bersedia, maka akan mendapat keuntungan sebanyak 4 persen dari modal yang ditanamkan.

Kemudian, pada 5 Maret 2015, terdakwa bersama istrinya, datang ke rumah korban yang beralamat di Jalan Unika, Kecamatan Medan Johor, untuk mengambil uang sebanyak Rp40 juta, 4 April 2015 Rp35 juta, 16 April 2015 Rp85 juta, dan selanjutnya 28 Mei 2015 Rp150 juta. Berikutnya 19 Juni 2015 Rp60 juta, 14 Juli 2015 Rp40 juta, dan terakhir 14 Agustus 2015 sebanyak Rp15 juta. Sehingga jumlah seluruh uang yang korban serahkan kepada terdakwa dan istrinya sebanyak Rp425 juta untuk proyek yang pertama.

Setelah korban menyerahkan uang tersebut, dia menagih janji pembagian keuntungan, namun saat itu terdakwa dan istrinya mengatakan, uang tersebut belum cair dari menantunya.

Kemudian, pada 23 Agustus 2015, terdakwa dan istrinya kembali datang ke rumah korban dan mengatakan kembali kepada korban, ada proyek pensiunan BI untuk pengadaan AC, dan pengecatan Perumahan BI, jadi untuk bergabung ke proyek tersebut, harus memberikan uang saham sebanyak Rp30 juta.

Kemudian, pada 29 September 2015 terdakwa dan istrinya datang lagi, dan mengatakan terdakwa sudah dapat proyek setelah penyerahan uang saham sebanyak Rp30 juta, yakni proyek pengecatan Perumahan BI, dan mengatakan hanya 2 bulan saja uang korban akan kembali dengan keuntungan 4 persen, sehingga korban merasa yakin. Korban kembali menyerahkan uang sebanyak Rp40 juta pada 29 September 2015.

Kemudian pada 6 Oktober 2015, terdakwa dan istrinya datang lagi ke rumah korban untuk pengambilan uang sebanyak Rp50 juta, dan akan dikembalikan 2 pekan kemudian.

Korban pun memberikannya. Namun, saat korban mengecek semua proyek yang dijanjikan, ternyata tidak benar. Akibat perbuatan terdakwa bersama istrinya tersebut, korban telah dirugikan sebesar Rp545 juta. (man/saz)

GUSMAN/SUMUT POS
TERTUNDUK: Paul Henry Hutapea, terdakwa kasus penipuan Rp545 juta, tertunduk saat divonis hakim di Ruang Sidang Cakra 6 PN Medan, Senin (14/1).

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Paul Henry Hutapea divonis hukuman 3 tahun kurungan penjara dipotong masa tahanan, oleh majelsi hakim yang diketuai Richard Silalahi di Ruang Sidang Cakra 6 Pengadilan Negeri (PN) Medan, Senin (14/1) sore.

Terdakwa pensiunan Bank Indonesia (BI) ini, divonis bersalah, lantaran melakukan penipuan yang menyebabkan korban mengalami kerugian sebesar Rp545 juta. Majelis hakim pun menyatakan, perbuatan warga Jalan Saudara Kelurahan Beringin, Kecamatan Medan Selayang ini, terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 378 KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

“Menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa Paul Henry Hutapea selama 3 tahun dipotong masa tahanan,” vonis Hakim Richard.

Menanggapi vonis itu, baik terdakwa maupun Jaksa Penuntut Umum (JPU) Sri Hartati, yang sebelumnya menuntut terdakwa selama 3 tahun dan 6 bulan penjara, menyatakan pikir-pikir.

Untuk diketahui, di dalam dakwaan jaksa menyebutkan, perkara ini bermula saat korban Morina Napitupulu mengenal terdakwa dan istrinya Rita Farida Napitupulu (belum tertangkap) pada 27 Februari 2015 di Jalan Jamin Ginting, Pasar V, yang saat itu Morina sedang belanja. Kemudian terdakwa menyapa dan berkenalan, dan mengaku istrinya juga boru Napitupulu. Berselang beberapa menit kemudian, istri terdakwa datang dan berkenalan. Kemudian mereka saling tukaran nomor telepon selular.

Selanjutnya pada 2 Maret 2015, terdakwa dan istrinya datang ke rumah korban, mengatakan, terdakwa adalah pensiunan dari BI, dan istrinya pensiunan guru. Kemudian terdakwa juga mengatakan tentang pekerjaan anak mereka, Reynaldo Samosir, yang bekerja di bagian bendahara Kabupaten Tapanuli Tengah bagian pesanan baju PNS, pengadaan komputer dan pengadaan AC di Kantor Bapeda Tapanuli Tengah, dan main proyek dengan menantu. Dan anak terdakwalah yang membeli alat-alat itu, lalu mengirimkan barang-barang pesanan dari kantor Bapeda ke Tapanuli Tengah, dengan keuntungan 4 persen dari modal yang dikeluarkan.

Kemudian pada 3 Maret 2015, korban dihubungi oleh istri terdakwa dengan mengatakan, akan ada proyek pengadaan AC, baju PNS, dan pengadaan komputer. Lalu istri terdakwa membujuk dan menawarkan korban untuk ikut menanamkan modal, dan apabila korban bersedia, maka akan mendapat keuntungan sebanyak 4 persen dari modal yang ditanamkan.

Kemudian, pada 5 Maret 2015, terdakwa bersama istrinya, datang ke rumah korban yang beralamat di Jalan Unika, Kecamatan Medan Johor, untuk mengambil uang sebanyak Rp40 juta, 4 April 2015 Rp35 juta, 16 April 2015 Rp85 juta, dan selanjutnya 28 Mei 2015 Rp150 juta. Berikutnya 19 Juni 2015 Rp60 juta, 14 Juli 2015 Rp40 juta, dan terakhir 14 Agustus 2015 sebanyak Rp15 juta. Sehingga jumlah seluruh uang yang korban serahkan kepada terdakwa dan istrinya sebanyak Rp425 juta untuk proyek yang pertama.

Setelah korban menyerahkan uang tersebut, dia menagih janji pembagian keuntungan, namun saat itu terdakwa dan istrinya mengatakan, uang tersebut belum cair dari menantunya.

Kemudian, pada 23 Agustus 2015, terdakwa dan istrinya kembali datang ke rumah korban dan mengatakan kembali kepada korban, ada proyek pensiunan BI untuk pengadaan AC, dan pengecatan Perumahan BI, jadi untuk bergabung ke proyek tersebut, harus memberikan uang saham sebanyak Rp30 juta.

Kemudian, pada 29 September 2015 terdakwa dan istrinya datang lagi, dan mengatakan terdakwa sudah dapat proyek setelah penyerahan uang saham sebanyak Rp30 juta, yakni proyek pengecatan Perumahan BI, dan mengatakan hanya 2 bulan saja uang korban akan kembali dengan keuntungan 4 persen, sehingga korban merasa yakin. Korban kembali menyerahkan uang sebanyak Rp40 juta pada 29 September 2015.

Kemudian pada 6 Oktober 2015, terdakwa dan istrinya datang lagi ke rumah korban untuk pengambilan uang sebanyak Rp50 juta, dan akan dikembalikan 2 pekan kemudian.

Korban pun memberikannya. Namun, saat korban mengecek semua proyek yang dijanjikan, ternyata tidak benar. Akibat perbuatan terdakwa bersama istrinya tersebut, korban telah dirugikan sebesar Rp545 juta. (man/saz)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/