25.6 C
Medan
Thursday, May 16, 2024

Sidang Tahanan Tewas di RTP Polrestabes Medan, Saksi Sambil Menangis Ceritakan Sebelum Korban Tewas

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Herman Syah adik kandung dari Hendra Syahputra tahanan RTP Polrestabes Medan yang tewas dianiaya, menjadi saksi untuk terdakwa Andi Arpino, dan 5 terdakwa lainnya dalam sidang virtual, di Ruang Cakra 8 Pengadilan Negeri Medan, Kamis (15/9).

Dalam kesaksiannya itu terlihat matanya berlinang air mata. Ia menceritakan sebelum abangnya meninggal ia sempat melakukan Video Call via WhatsApp. Saat itu Hendra Syahputra sempat meminta kepada Herman agar segera mengirimkan uang sebesar Rp5 Juta.

“Kami sempat videocall antara kami dengan hendra setelah ditahan.Hendra minta uang kepada kami sebesar Rp 5 juta katanya uang untuk keamanan, uang kamar dan uang makan,” ucapnya dihadapan Hakim Ketua Imanuel Tarigan.

Saat itu, kata saksi, korban sudah meminta kepada keluarga agar segera mengirimkan duit sebesar Rp5 juta. Tapi keluarga tetap tidak mengirimkannya, namun Herman mengatakan ia pernah mengirimkan duit sebesar Rp500 ribu kepada korban melalui rekening salah satu pegawai kantin Polrestabes Medan.

“Ada sekitar Rp500 ribu sama saya kirimkan kepada mereka ke rekening kantin orang Polrestabes, dan ada juga berapa kami mengirimkan pulsa ke nomor atas nama Andi Arpino,” terangnya.

Ditanya hakim apakah ada perkataan terakhir kali korban saat ia berkomunikasi dengan abangnya tersebut. “Apa yang disampaikan oleh korban kepada kalian keluarga terakhir kali saat bertelepon, apa ada keluhan mengenai dia dipukuli,” tanya Hakim. “Saat itu dia juga mengatakan mengaku disuruh tindakan tidak senonoh pakai balsem disuruh masturbasi, dan dia juga bilang segera kirim uang nya, kalau tidak abang pulang dibungkus,” jawab saksi.

Lanjutnya, setelah beberapa hari mendengar perkataan itu. Pada tanggal 22 November 2021 keluarga mendapatkan kabar bahwa Hendra Syahputra telah dilarikan ke Rumah Sakit. “Kami tahu dia dibawa ke Rumah Sakit tanggal 22 november saat itu dia koma tidak bisa komunikasi. Gak bisa ngomong, penjelasan dari RS akibat benda tumpul, dan tanggal 23 dia meninggal,” ujarnya.

Mendengar keterangan saksi, terdakwa Andi Arpino membantah bahwa mereka tidak pernah menerima duit sebesar Rp500 ribu dari korban, seperti dikatakan saksi.

“Saya membantah keterangan saksi pak Hakim, kami tidak ada menerima duit sebesar 500 ribu, dan juga soal pulsa tidak ada saya terima itu,” katanya membela diri.

Setelah mendengarkan keterangan saksi, dan bantahan dari terdakwa, Hakim Imanuel Tarigan menunda sidang hingga pekan depan dalam agenda sidang keterangan saksi kembali.

Mengutip dakwaanJaksa Penuntut Umum (JPU) Pantun Simbolon, kasus ini bermula pada bulan November 2021, saksi Andi Arpino yang merupakan Kepala Blok (Kablok) dipanggil oleh Penjaga Piket Rumah Tahanan Polrestabes Medan, kemudian saksi Andi mengantarkan korban Hendra Syahputra (meninggal dunia) ke Blok G.

Terdakwa Andi Arpino meminta uang tersebut karena di paksa oleh Leonardo Sinaga oknum Polisi Polrestabes Medan yang merupakan penjaga piket rumah tahanan, namun korban tidak memberikan, sehingga saksi Juliusman Zebua langsung memukul pundak korban sampai terjatuh.

Kemudian saksi Andi meminta agar korban menghubungi keluarga korban, namun nomor handphone keluarga korban tidak aktif. Mengetahui hal tersebut saksi Willy Sanjaya alias Aseng Kecil dan saksi Nino Pratama Aritonang langsung memukul punggung korban dari arah belakang. Lalu, saksi Hendra Siregar alias Jubel memukul bagian pundak korban dan saksi Nino memukul bagian lutut sebelah kiri korban menggunakan bola karet yang dibungkus menggunakan baju.

Singkat cerita, pada 21 November 2021 sekira pukul 8.30 WIB, korban mengalami demam tinggi dan melihat hal tersebut terdakwa Hisarma Pancamotan Manalu melaporkan kepada piket yang berjaga dan korban dibawa ke Klinik Polrestabes Medan untuk dilakukan pemeriksaan.

Kemudian, pada 23 November 2021 sekira pukul 03.00 WIB, korban dibawa ke Rumah Sakit Bhayangkara dan pada sekira pukul 17.00 WIB, korban dinyatakan sudah meninggal dunia.

Dari hasil pemeriksaan luar dan dalam, penyebab kematian korban mati lemas karena perdarahan yang luas pada rongga kepala disertai retaknya dasar tulang tengkorak kepala akibat trauma tumpul.

Perbuatan para terdakwa diancam pidana Pasal 170 ayat (2) Ke-3 KUHP. Atau Pasal 368 ayat (1) Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP. Dan ketiga P asal 351 ayat (3) Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP. (man/azw)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Herman Syah adik kandung dari Hendra Syahputra tahanan RTP Polrestabes Medan yang tewas dianiaya, menjadi saksi untuk terdakwa Andi Arpino, dan 5 terdakwa lainnya dalam sidang virtual, di Ruang Cakra 8 Pengadilan Negeri Medan, Kamis (15/9).

Dalam kesaksiannya itu terlihat matanya berlinang air mata. Ia menceritakan sebelum abangnya meninggal ia sempat melakukan Video Call via WhatsApp. Saat itu Hendra Syahputra sempat meminta kepada Herman agar segera mengirimkan uang sebesar Rp5 Juta.

“Kami sempat videocall antara kami dengan hendra setelah ditahan.Hendra minta uang kepada kami sebesar Rp 5 juta katanya uang untuk keamanan, uang kamar dan uang makan,” ucapnya dihadapan Hakim Ketua Imanuel Tarigan.

Saat itu, kata saksi, korban sudah meminta kepada keluarga agar segera mengirimkan duit sebesar Rp5 juta. Tapi keluarga tetap tidak mengirimkannya, namun Herman mengatakan ia pernah mengirimkan duit sebesar Rp500 ribu kepada korban melalui rekening salah satu pegawai kantin Polrestabes Medan.

“Ada sekitar Rp500 ribu sama saya kirimkan kepada mereka ke rekening kantin orang Polrestabes, dan ada juga berapa kami mengirimkan pulsa ke nomor atas nama Andi Arpino,” terangnya.

Ditanya hakim apakah ada perkataan terakhir kali korban saat ia berkomunikasi dengan abangnya tersebut. “Apa yang disampaikan oleh korban kepada kalian keluarga terakhir kali saat bertelepon, apa ada keluhan mengenai dia dipukuli,” tanya Hakim. “Saat itu dia juga mengatakan mengaku disuruh tindakan tidak senonoh pakai balsem disuruh masturbasi, dan dia juga bilang segera kirim uang nya, kalau tidak abang pulang dibungkus,” jawab saksi.

Lanjutnya, setelah beberapa hari mendengar perkataan itu. Pada tanggal 22 November 2021 keluarga mendapatkan kabar bahwa Hendra Syahputra telah dilarikan ke Rumah Sakit. “Kami tahu dia dibawa ke Rumah Sakit tanggal 22 november saat itu dia koma tidak bisa komunikasi. Gak bisa ngomong, penjelasan dari RS akibat benda tumpul, dan tanggal 23 dia meninggal,” ujarnya.

Mendengar keterangan saksi, terdakwa Andi Arpino membantah bahwa mereka tidak pernah menerima duit sebesar Rp500 ribu dari korban, seperti dikatakan saksi.

“Saya membantah keterangan saksi pak Hakim, kami tidak ada menerima duit sebesar 500 ribu, dan juga soal pulsa tidak ada saya terima itu,” katanya membela diri.

Setelah mendengarkan keterangan saksi, dan bantahan dari terdakwa, Hakim Imanuel Tarigan menunda sidang hingga pekan depan dalam agenda sidang keterangan saksi kembali.

Mengutip dakwaanJaksa Penuntut Umum (JPU) Pantun Simbolon, kasus ini bermula pada bulan November 2021, saksi Andi Arpino yang merupakan Kepala Blok (Kablok) dipanggil oleh Penjaga Piket Rumah Tahanan Polrestabes Medan, kemudian saksi Andi mengantarkan korban Hendra Syahputra (meninggal dunia) ke Blok G.

Terdakwa Andi Arpino meminta uang tersebut karena di paksa oleh Leonardo Sinaga oknum Polisi Polrestabes Medan yang merupakan penjaga piket rumah tahanan, namun korban tidak memberikan, sehingga saksi Juliusman Zebua langsung memukul pundak korban sampai terjatuh.

Kemudian saksi Andi meminta agar korban menghubungi keluarga korban, namun nomor handphone keluarga korban tidak aktif. Mengetahui hal tersebut saksi Willy Sanjaya alias Aseng Kecil dan saksi Nino Pratama Aritonang langsung memukul punggung korban dari arah belakang. Lalu, saksi Hendra Siregar alias Jubel memukul bagian pundak korban dan saksi Nino memukul bagian lutut sebelah kiri korban menggunakan bola karet yang dibungkus menggunakan baju.

Singkat cerita, pada 21 November 2021 sekira pukul 8.30 WIB, korban mengalami demam tinggi dan melihat hal tersebut terdakwa Hisarma Pancamotan Manalu melaporkan kepada piket yang berjaga dan korban dibawa ke Klinik Polrestabes Medan untuk dilakukan pemeriksaan.

Kemudian, pada 23 November 2021 sekira pukul 03.00 WIB, korban dibawa ke Rumah Sakit Bhayangkara dan pada sekira pukul 17.00 WIB, korban dinyatakan sudah meninggal dunia.

Dari hasil pemeriksaan luar dan dalam, penyebab kematian korban mati lemas karena perdarahan yang luas pada rongga kepala disertai retaknya dasar tulang tengkorak kepala akibat trauma tumpul.

Perbuatan para terdakwa diancam pidana Pasal 170 ayat (2) Ke-3 KUHP. Atau Pasal 368 ayat (1) Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP. Dan ketiga P asal 351 ayat (3) Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP. (man/azw)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/