25 C
Medan
Saturday, November 23, 2024
spot_img

Sidang Korupsi Pengalihan Status APL Hutan Tele, Mantan Sekda Tobasa Rugikan Negara Rp32 Miliar

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Toba Samosir (Tobasa), Parlindungan Simbolon menjalani sidang dakwaan secara virtual, di Ruang Cakra 4 Pengadilan Tipikor Medan, Kamis (16/12). Dia didakwa Jaksa atas kasus dugaan korupsi pengalihan status Areal Penggunaan Lain (APL) Hutan Tele, yang merugikan negara Rp32 miliar.

DAKWAAN: Mantan Sekda Tobasa, Parlindungan Simbolon terdakwa kasus dugaan korupsi pengalihan hutan Tele, menjalani sidang dakwaan secara virtual, Kamis (16/12).agusman/sumut pos.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Erik Sarumaha menguraikan dalam dakwaannya, pada 23 Desember 2003 sampai 2018, terdakwa Parlindungan Simbolon bersama-sama mantan Bupati Tobasa, Sahala Tampubolon (berkas terpisah) di Desa Partukko Naginjang, Kecamatan Harian Kabupaten Tobasa, melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri.

“Sahala Tampubolon yang saat itu menjabat sebagai Bupati Tobasa membentuk Tim Penataan dan Pengaturan Kawasan Hutan Tele (PPKHT) di Desa Partungko Naginjang Tahun 2002,” ujarnya.

Selanjutnya, kata JPU, Sekda Tobasa Parlindungan Simbolon menjadi pengarah dan mantan Kades Boluson Pasaribu sebagai anggota tim. Lalu Boluson dan Parlindungan Simbolon menghimpun 293 orang untuk mengajukan izin pembukaan lahan di kawasan Hutan Tele.

Boluson juga meminta uang sebesar Rp600 ribu kepada setiap orang yang mengajukan pembukaan lahan. Uang tersebut diserahkan kepada Tim PPKHT. Kemudian pada 26 Desember 2003, Bupati Sahala Tampubolon menerbitkan izin membuka lahan untuk pemukiman dan pertanian di Desa Partungko Naginjang. Namun pembukaan lahan tersebut bermasalah.

Sahala Tampubolon dianggap tidak melaksanakan tugasnya sebagai Bupati Tobasa untuk melakukan pengawasan terhadap peraturan perundang-undangan Landreform di daerahnya sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 5 Keputusan Presiden RI Nomor 50 Tahun 1980 tentang Organisasi dan Tata Kerja Penyelenggaraan Landreform.

Sementara, Parlindungan Simbolon telah menyalahgunakan jabatannya sebagai Sekda Tobasa untuk mengusulkan nama-nama warga yang bukan warga setempat dan bukan pula petani setempat. Sedangkan Boluson melakukan penjualan atas tanah tersebut Rp15 juta per hektare pada 2014. Bahkan sebagian lahan dijual kepada yang bukan warga desa tersebut.

Perbuatan terdakwa Parlindungan Simbolon, diancam pidana melanggar Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

“Atau Pasal 3 Jo Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP,” pungkas JPU.

Usai mendengarkan dakwaan, majelis hakim diketuai Sarma Siregar memberikan kesempatan kepada penasihat hukum terdakwa untuk menyampaikan eksepsi. Namun, dikarenakan PH terdakwa tidak mengajukan eksepsi, maka sidang dilanjutkan pada pekan depan dengan agenda saksi. (man/azw)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Toba Samosir (Tobasa), Parlindungan Simbolon menjalani sidang dakwaan secara virtual, di Ruang Cakra 4 Pengadilan Tipikor Medan, Kamis (16/12). Dia didakwa Jaksa atas kasus dugaan korupsi pengalihan status Areal Penggunaan Lain (APL) Hutan Tele, yang merugikan negara Rp32 miliar.

DAKWAAN: Mantan Sekda Tobasa, Parlindungan Simbolon terdakwa kasus dugaan korupsi pengalihan hutan Tele, menjalani sidang dakwaan secara virtual, Kamis (16/12).agusman/sumut pos.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Erik Sarumaha menguraikan dalam dakwaannya, pada 23 Desember 2003 sampai 2018, terdakwa Parlindungan Simbolon bersama-sama mantan Bupati Tobasa, Sahala Tampubolon (berkas terpisah) di Desa Partukko Naginjang, Kecamatan Harian Kabupaten Tobasa, melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri.

“Sahala Tampubolon yang saat itu menjabat sebagai Bupati Tobasa membentuk Tim Penataan dan Pengaturan Kawasan Hutan Tele (PPKHT) di Desa Partungko Naginjang Tahun 2002,” ujarnya.

Selanjutnya, kata JPU, Sekda Tobasa Parlindungan Simbolon menjadi pengarah dan mantan Kades Boluson Pasaribu sebagai anggota tim. Lalu Boluson dan Parlindungan Simbolon menghimpun 293 orang untuk mengajukan izin pembukaan lahan di kawasan Hutan Tele.

Boluson juga meminta uang sebesar Rp600 ribu kepada setiap orang yang mengajukan pembukaan lahan. Uang tersebut diserahkan kepada Tim PPKHT. Kemudian pada 26 Desember 2003, Bupati Sahala Tampubolon menerbitkan izin membuka lahan untuk pemukiman dan pertanian di Desa Partungko Naginjang. Namun pembukaan lahan tersebut bermasalah.

Sahala Tampubolon dianggap tidak melaksanakan tugasnya sebagai Bupati Tobasa untuk melakukan pengawasan terhadap peraturan perundang-undangan Landreform di daerahnya sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 5 Keputusan Presiden RI Nomor 50 Tahun 1980 tentang Organisasi dan Tata Kerja Penyelenggaraan Landreform.

Sementara, Parlindungan Simbolon telah menyalahgunakan jabatannya sebagai Sekda Tobasa untuk mengusulkan nama-nama warga yang bukan warga setempat dan bukan pula petani setempat. Sedangkan Boluson melakukan penjualan atas tanah tersebut Rp15 juta per hektare pada 2014. Bahkan sebagian lahan dijual kepada yang bukan warga desa tersebut.

Perbuatan terdakwa Parlindungan Simbolon, diancam pidana melanggar Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

“Atau Pasal 3 Jo Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP,” pungkas JPU.

Usai mendengarkan dakwaan, majelis hakim diketuai Sarma Siregar memberikan kesempatan kepada penasihat hukum terdakwa untuk menyampaikan eksepsi. Namun, dikarenakan PH terdakwa tidak mengajukan eksepsi, maka sidang dilanjutkan pada pekan depan dengan agenda saksi. (man/azw)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/