30 C
Medan
Thursday, May 2, 2024

Tiap Kali Suami Ada Masalah di Kantor, Istri jadi Samsak Hidup

SUMUTPOS.CO – Butet kini di puncak amarah yang tak terbendung. Keputusannya sudah bulat. Risiko apapun atas keputusannya sudah dihitung matang. Wanita berusia 33 tahun itu ingin lepas. Keluar dari kungkungan dan siksaan suaminya, Tongat (34).

Tak ingin larut terlalu lama dalam kesedihan dan menjadi tempat pelampiasan kasar, Butet akhirnya memutuskan pisah.

Perlakuan kasar yang diterima tak hanya sekali namun sudah tak terhitung. Setiap kali Tongat punya masalah, Butet selalu menjadi samsak hidup.

Dengan didampingi seorang pengacaranya, Butet duduk di ruang tunggu Pengadilan Agama (PA). Dia tengah menanti dipanggil hakim untuk menjalani sidang pertamanya.

Sesekali dia menunduk lalu mengusap air mata yang menetes di pipi yang memerah. Bagaimana Butet tidak bersedih, biduk rumah tangga yang sudah dibangun selama enam tahun harus diakhiri dengan perceraian.

Yang sangat dia sesalkan, kenapa Tongat yang dulu penuh kasih sayang kini berubah 180 derajat menjadi suami galak dan kerap memukul dirinya.

Butet awalnya mencoba bertahan dengan perlakuan seperti itu selama setahun terakhir. Tapi akhirnya dia tak tahan juga. ”Dari memukul pakai tangan, sapu sampai ditendang, sudah saya alami semuanya,” ungkapnya.

Menurutnya, Tongat memang temperamen. Setiap ada permasalahan di kantor, pasti terbawa sampai ke rumah. Jika sudah seperti ini, kesalahan ringan di rumah bisa memicu kemarahannya.

”Awal- awal pernikahan, saya bisa meredam amarahnya. Dia nggak sampai memukul seperti itu,” tutur Karin. Tapi sekitar setahun yang lalu, Tongat sudah tidak bisa dikontrol. Sejak dia diturunkan jabatannya di tempat kerjanya. Bawaannya sering uring- uringan terus. Butet yang mencoba mengorek keterangan malah kena amarah.

”Dia jadi pendendam. Selalu mengingat kesalahan saya yang sudah sudah,” lanjut Karin.

 

Pernah suatu ketika Butet kena tonjok tepat di mata kanannya dan meninggalkan bekas warna hitam seperti mata panda. Dia tak keluar rumah sampai seminggu karena malu dengan tetangga.

”Saya tidak punya tempat curhat. Orang tua sudah meninggal. Saudara saya cuma satu tapi tinggal di Jakarta,” keluhnya sembari menahan air matanya yang mau jatuh.

Hingga pada suatu hari, Butet kena marah lagi. Kini dia dipukul tepat di perutnya dan harus mendapatkan perawatan dokter selama beberapa hari. Saat dirawat, Butet membaca sebuah artikel bahwa tindakan suaminya termasuk kekerasan dalam rumah tangga.

”Dari situ saya berpikir untuk pisah saja dan melaporkan ke polisi,” ungkap Butet. Dengan dibantu temannya, akhirnya Butet bisa menuntut cerai dan akan melaporkan suaminya ke polisi.

”Saya memutuskan keluar dari rumah tanpa pamit. Anak-anak saya titipkan ke rumah saudara. Mereka paham dengan apa yang saya alami. Saya sudah siap dengan semua ini,” imbuh Butet.

Dirinya berharap persidangannya bisa cepat selesai dan dia bisa memulai hidup yang baru bersama anak-anaknya. (rud/sb/ang/jek/JPR)

SUMUTPOS.CO – Butet kini di puncak amarah yang tak terbendung. Keputusannya sudah bulat. Risiko apapun atas keputusannya sudah dihitung matang. Wanita berusia 33 tahun itu ingin lepas. Keluar dari kungkungan dan siksaan suaminya, Tongat (34).

Tak ingin larut terlalu lama dalam kesedihan dan menjadi tempat pelampiasan kasar, Butet akhirnya memutuskan pisah.

Perlakuan kasar yang diterima tak hanya sekali namun sudah tak terhitung. Setiap kali Tongat punya masalah, Butet selalu menjadi samsak hidup.

Dengan didampingi seorang pengacaranya, Butet duduk di ruang tunggu Pengadilan Agama (PA). Dia tengah menanti dipanggil hakim untuk menjalani sidang pertamanya.

Sesekali dia menunduk lalu mengusap air mata yang menetes di pipi yang memerah. Bagaimana Butet tidak bersedih, biduk rumah tangga yang sudah dibangun selama enam tahun harus diakhiri dengan perceraian.

Yang sangat dia sesalkan, kenapa Tongat yang dulu penuh kasih sayang kini berubah 180 derajat menjadi suami galak dan kerap memukul dirinya.

Butet awalnya mencoba bertahan dengan perlakuan seperti itu selama setahun terakhir. Tapi akhirnya dia tak tahan juga. ”Dari memukul pakai tangan, sapu sampai ditendang, sudah saya alami semuanya,” ungkapnya.

Menurutnya, Tongat memang temperamen. Setiap ada permasalahan di kantor, pasti terbawa sampai ke rumah. Jika sudah seperti ini, kesalahan ringan di rumah bisa memicu kemarahannya.

”Awal- awal pernikahan, saya bisa meredam amarahnya. Dia nggak sampai memukul seperti itu,” tutur Karin. Tapi sekitar setahun yang lalu, Tongat sudah tidak bisa dikontrol. Sejak dia diturunkan jabatannya di tempat kerjanya. Bawaannya sering uring- uringan terus. Butet yang mencoba mengorek keterangan malah kena amarah.

”Dia jadi pendendam. Selalu mengingat kesalahan saya yang sudah sudah,” lanjut Karin.

 

Pernah suatu ketika Butet kena tonjok tepat di mata kanannya dan meninggalkan bekas warna hitam seperti mata panda. Dia tak keluar rumah sampai seminggu karena malu dengan tetangga.

”Saya tidak punya tempat curhat. Orang tua sudah meninggal. Saudara saya cuma satu tapi tinggal di Jakarta,” keluhnya sembari menahan air matanya yang mau jatuh.

Hingga pada suatu hari, Butet kena marah lagi. Kini dia dipukul tepat di perutnya dan harus mendapatkan perawatan dokter selama beberapa hari. Saat dirawat, Butet membaca sebuah artikel bahwa tindakan suaminya termasuk kekerasan dalam rumah tangga.

”Dari situ saya berpikir untuk pisah saja dan melaporkan ke polisi,” ungkap Butet. Dengan dibantu temannya, akhirnya Butet bisa menuntut cerai dan akan melaporkan suaminya ke polisi.

”Saya memutuskan keluar dari rumah tanpa pamit. Anak-anak saya titipkan ke rumah saudara. Mereka paham dengan apa yang saya alami. Saya sudah siap dengan semua ini,” imbuh Butet.

Dirinya berharap persidangannya bisa cepat selesai dan dia bisa memulai hidup yang baru bersama anak-anaknya. (rud/sb/ang/jek/JPR)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/