23.9 C
Medan
Sunday, June 23, 2024

Korupsi Pengalihan Status APL Hutan Tele, Mantan Sekda Tobasa Divonis 14 Bulan

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Tobasa, Parlindungan Simbolon dihukum 1 tahun 2 bulan (14 bulan) penjara. Dia terbukti bersalah melakukan korupsi pengalihan status Areal Penggunaan Lain (APL) Hutan Tele, yang merugikan negara Rp32 miliar.

Majelis Hakim diketuai Sarma Siregar dalam amar putusannya menyatakan, perbuatan terdakwa terbukti melanggar Pasal 3 Jo Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak pidana korupsi Junto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

“Menjatuhkan terdakwa Parlindungan Simbolon oleh karenanya dengan pidana penjara selama 1 tahun 2 bulan penjara, denda Rp50 juta, subsider 1 bulan kurungan,” ujarnya, dalam sidang virtual di Ruang Cakra 9 Pengadilan Tipikor Medan, Kamis (21/4).

Adapun hal memberatkan menurut hakim, perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas tindak pidana korupsi dan perbuatan terdakwa tidak pendukung program pemerintah dalam melestarikan hutan. “Hal meringankan terdakwa belum pernah dihukum, terdakwa bersikap sopan di persidangan,” kata hakim.

Atas putusan tersebut, Penasihat Hukum (PH) terdakwa dan Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Erik Sarumaha kompak menyatakan pikir-pikir. Vonis hakim lebih ringan dari tuntutan JPU, yang sebelumnya terdakwa selama 1 tahun 8 bulan, denda Rp50 juta, subsider 3 bulan kurungan.

Diketahui, terdakwa Parlindungan Tampubolon bersama Sahala Tampubolon (berkas terpisah) di Desa Partukko Naginjang, Kecamatan Harian Kabupaten Tobasa, melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri.

Sahala Tampubolon yang saat itu menjabat sebagai Bupati Tobasa membentuk Tim Penataan dan Pengaturan Kawasan Hutan Tele (PPKHT) di Desa Partungko Naginjang Tahun 2002.

Selanjutnya, Sekda Tobasa Parlindungan Simbolon menjadi pengarah dan mantan Kades Bolusson Pasaribu sebagai anggota tim. Lalu Bolusson dan Parlindungan Simbolon menghimpun 293 orang untuk mengajukan izin pembukaan lahan di kawasan Hutan Tele.

Boluson juga meminta uang sebesar Rp600 ribu kepada setiap orang yang mengajukan pembukaan lahan. Uang tersebut diserahkan kepada Tim PPKHT. Kemudian pada 26 Desember 2003, Bupati Sahala Tampubolon menerbitkan izin membuka lahan untuk pemukiman dan pertanian di Desa Partungko Naginjang. Namun pembukaan lahan tersebut bermasalah.

Sahala Tampubolon dianggap tidak melaksanakan tugasnya sebagai Bupati Tobasa untuk melakukan pengawasan terhadap peraturan perundang-undangan Landreform di daerahnya sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 5 Keputusan Presiden RI Nomor 50 Tahun 1980 tentang Organisasi dan Tata Kerja Penyelenggaraan Landreform.

Sementara, Parlindungan Simbolon telah menyalahgunakan jabatannya sebagai Sekda Tobasa untuk mengusulkan nama-nama warga yang bukan warga setempat dan bukan pula petani setempat. Sedangkan Boluson melakukan penjualan atas tanah tersebut Rp15 juta per hektare pada 2014. Bahkan sebagian lahan dijual kepada yang bukan warga desa tersebut. (man/azw)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Tobasa, Parlindungan Simbolon dihukum 1 tahun 2 bulan (14 bulan) penjara. Dia terbukti bersalah melakukan korupsi pengalihan status Areal Penggunaan Lain (APL) Hutan Tele, yang merugikan negara Rp32 miliar.

Majelis Hakim diketuai Sarma Siregar dalam amar putusannya menyatakan, perbuatan terdakwa terbukti melanggar Pasal 3 Jo Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak pidana korupsi Junto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

“Menjatuhkan terdakwa Parlindungan Simbolon oleh karenanya dengan pidana penjara selama 1 tahun 2 bulan penjara, denda Rp50 juta, subsider 1 bulan kurungan,” ujarnya, dalam sidang virtual di Ruang Cakra 9 Pengadilan Tipikor Medan, Kamis (21/4).

Adapun hal memberatkan menurut hakim, perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas tindak pidana korupsi dan perbuatan terdakwa tidak pendukung program pemerintah dalam melestarikan hutan. “Hal meringankan terdakwa belum pernah dihukum, terdakwa bersikap sopan di persidangan,” kata hakim.

Atas putusan tersebut, Penasihat Hukum (PH) terdakwa dan Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Erik Sarumaha kompak menyatakan pikir-pikir. Vonis hakim lebih ringan dari tuntutan JPU, yang sebelumnya terdakwa selama 1 tahun 8 bulan, denda Rp50 juta, subsider 3 bulan kurungan.

Diketahui, terdakwa Parlindungan Tampubolon bersama Sahala Tampubolon (berkas terpisah) di Desa Partukko Naginjang, Kecamatan Harian Kabupaten Tobasa, melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri.

Sahala Tampubolon yang saat itu menjabat sebagai Bupati Tobasa membentuk Tim Penataan dan Pengaturan Kawasan Hutan Tele (PPKHT) di Desa Partungko Naginjang Tahun 2002.

Selanjutnya, Sekda Tobasa Parlindungan Simbolon menjadi pengarah dan mantan Kades Bolusson Pasaribu sebagai anggota tim. Lalu Bolusson dan Parlindungan Simbolon menghimpun 293 orang untuk mengajukan izin pembukaan lahan di kawasan Hutan Tele.

Boluson juga meminta uang sebesar Rp600 ribu kepada setiap orang yang mengajukan pembukaan lahan. Uang tersebut diserahkan kepada Tim PPKHT. Kemudian pada 26 Desember 2003, Bupati Sahala Tampubolon menerbitkan izin membuka lahan untuk pemukiman dan pertanian di Desa Partungko Naginjang. Namun pembukaan lahan tersebut bermasalah.

Sahala Tampubolon dianggap tidak melaksanakan tugasnya sebagai Bupati Tobasa untuk melakukan pengawasan terhadap peraturan perundang-undangan Landreform di daerahnya sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 5 Keputusan Presiden RI Nomor 50 Tahun 1980 tentang Organisasi dan Tata Kerja Penyelenggaraan Landreform.

Sementara, Parlindungan Simbolon telah menyalahgunakan jabatannya sebagai Sekda Tobasa untuk mengusulkan nama-nama warga yang bukan warga setempat dan bukan pula petani setempat. Sedangkan Boluson melakukan penjualan atas tanah tersebut Rp15 juta per hektare pada 2014. Bahkan sebagian lahan dijual kepada yang bukan warga desa tersebut. (man/azw)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/