Kedua pasien awalnya mengaku sedang stress. Apa penyebab stress tidak jelas. Yang pasti tidur tak bisa pules, makan tak pernah habis, karena hati selalu gelisah.
Mungkin karena kembar, persolan mereka juga sama. Mendengar keluhan Fitri-Fitroh, Tongat manggut-manggut, meski berfikir hebat. Dia berfikir bagaimana bisa menikmati tubuh mulus dua pelajar SMA itu.
Keduanya pun lalu diterapi dalam kamar secara bergantian. Biasa, pakai mandi kembang 7 rupa, dengan air mineral galonan 7 merk. Soalnya untuk mencari air dari 7 mata air sungai, tak sempat lagi saking jauhnya. Dan ketika Tongat mensyaratkan penghilangan stress itu harus melaui kontak badan antara pasien dan dukun, keduanya pasrah saja. Padahal bahasa sederhananya, baik Fitri maupun Fitroh siap disetubuhi.
Meski usia belum kepala lima, tapi Tongat memang sudah tidak lagi rosa-rosa macam Mbah Marijan. Maka dia menggauli kedua pasien secara bergantian, dengan hari-hari berbeda. Tapi dari pencabulan terhadap pasien tersebut, paling sering menjadi sasaran si Fitri, karena beberapa bulan berikutnya dinyatakan hamil.
Awalnya orangtua dua ABG itu kaget, kenapa setelah jadi pasien dukun Tongat kondisi perutnya jadi membuncit. Fitri dan Fitroh pun mengaku bla bla bla. Memangnya tak bisa menolak? “Kalau menolak katanya penyakit kita jadi makin parah dan kemudian mati,” kata Fitri.
Kasus ini segera dilaporkan ke polisi, dan Tongat pun ditangkap tanpa perlawanan. Dalam pemeriksaan dia mengakui, tak biasanya dia tergoda imannya. Tapi begitu ketemu pasien Fitri-Fitroh, imannya benar-benar jadi jebol. Itulah jika iman kalah sama si “imin”. (jpnn)