26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Polisi Dinilai Istimewakan Ango, Korbankan Taslim

Foto: Gibson/PM Keluarga Ango, tersangka makelar kasus dan penggelapan surat tanah, saat dibariskan di halaman Ditreskrimum Poldasu, Selasa (9/9/2014).
Foto: Gibson/PM
Keluarga Ango, tersangka makelar kasus dan penggelapan surat tanah, saat dibariskan di halaman Ditreskrimum Poldasu, Selasa (9/9/2014).

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Poldasu terkesan tebang pilih menangani kasus penipuan penggelapan dengan tersangka Ango alias Amoe alias July alias Chuang Suk Ngo (62), suami sirinya Taslim (54) dan anak mereka Bobi (34). Buktinya, dari ketiga tersangka ini baru berkas Taslim yang sampai ke pengadilan. Sedang berkas Ango yang jadi tersangka utama dan anaknya Bobi masih tertahan di Poldasu.

Selain itu, polisi juga terkesan ‘mengorbankan’ Taslim dan mengistimewakan Ango dan Bobi. Pasalnya, sejak kasus ini bergulir, penahanan ibu anak ini ditangguhkan. Sedang Taslim dibiarkan mendekam di penjara. Bahkan pada Kamis 29 Januari 2015 lalu, Taslim telah divonis 3 tahun penjara oleh hakim PN Medan. Mirisnya lagi, diduga karena ada pembiaran dari polisi, Ango yang juga dijuluki mafia tanah dan ratu makelar kasus itu berhasil melarikan diri.

Kaburnya Ango membuat polisi kelabakan. “Ango sudah dipanggil 2 kali tapi tidak pernah hadir. Sudah kita layangkan surat panggilan ke rumahnya di Jalan Bakaran Batu, Lubuk Pakam, hingga sampai ke rumahnya di Pantai Kapuk Jakarta, tapi tidak ada juga,” ungkap Kabid Humas Poldasu, Kombes Helfi Assegaf, Kamis (25/6) sore.

Kuat dugaan tersangka yang juga dikenal lihai mengatur petinggi Pengadilan Negeri (PN) dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Medan itu kabur ke luar negeri. Apalagi, selama 9 bulan penahananya ditangguhkan, polisi tak ada melakukan pencekalan terhadap Ango.

Namun saat hal ini ditanya, tanpa alasan jelas Helfi malah menjawab mustahil. “Kalau kemungkinan kabur keluar negeri mustahillah. Namun, kita tetap berusaha mengejarnya,” katanya.

Praktisi Hukum Nuriyono,SH menilai Poldasu salah menangguhkan penahanan Ango. Apalagi Ango adalah mafia yang kemungkinan besar akan melarikan diri jika tak ditahan. “Disini kita kan sudah tahu, basic atau dasarnya Ango ini siapa. Dia mafia dan orang berduit yang memiliki kemampuan untuk melarikan diri. Seharusnya di sini kepolisian tidak memberikannya penangguhan,” jelasnya.

Wakil Direktur Pusat studi Hukum Pembaharuan dan Peradilan Sumut itu juga menilai tak adanya keprofesionalan polisi dan ada diskriminasi dalam kasus ini. “Kan dapat kita lihat, kalau pihak kepolisian itu melakukan diskriminasi. Bagi orang yang kuat dan memiliki kekuasaan mendapatkan disklesi, yakni pemberian keistimewaan terhadap tahanan. Sementara orang yang tidak memiliki uang tidak bisa mendapatkannya,” terangnya.

Sekedar mengingatkan, Ango dan suami sirinya Taslim serta anak mereka Bobi terlibat kasus jual-beli 4 unit rumah di kawasan Jalan Diponegoro Medan yang menyebabkan korban Dr Lie Li Ling mengalami kerugian Rp17 miliar. Ketiganya diringkus petugas Poldasu pada Selasa 8 September 2014 di rumah mereka Jl. Bakaranbatu, Komplek Walet Mas No.99-A Lubukpakam. Kronologis kasus penipuan ini terjadi pada bulan April 2009 silam.

Saat itu Ango datang ke rumah korban, Intra Wijaya untuk menawarkan dua pintu rumah yang berada di Jalan Diponegoro No.6,8,10 dan 12 Medan. Untuk memperdaya korban, pelaku menunjukkan sertifikat palsu hak milik No.535 tanggal 20 Desember 2000 atas nama Halim Wijaya dan foto copy risalah lelang No.349/2009 tanggal 12 Juni 2009. Singkat cerita, rumah tersebut pun dibeli oleh korban bersama istrinya, Dr Lie Li Ling seharga Rp17,468 miliar yang dibayar secara bertahap.

Saat korban menanyakan status rumah yang telah dibayarnya itu, Ango tetap bersikukuh bahwa 4 pintu rumah itu dibelinya saat lelang di PN Medan seharga Rp550 juta/unitnya. Untuk meyakinkan korban, Ango kembali menunjukan foto copy risalah lelang dari kantor pelayanan lelang kekayaan negara yang sebenarnya berasal dari lelang fiktif tersebut. Sementara, anak Taslim bernama Bobi juga berperan menerima uang sebesar Rp60 juta dari korban yang dikatakan untuk kekurangan pembayaran rumah dari ibunya.

Barang bukti diamankan polisi, sertifikat palsu hak milik No.535 tanggal 20 Desember 2000 atas nama Halim Wijaya dan foto copy risalah lelang No. 349/2009 tanggal 12 Juni 2009. Dan 1 unit CRV BK 2KH, 1 unit BMW sport B 655 ZSJ dan beberapa hasil yang diduga berasal dari penipuan tersebut. gib/bay/deo)

Foto: Gibson/PM Keluarga Ango, tersangka makelar kasus dan penggelapan surat tanah, saat dibariskan di halaman Ditreskrimum Poldasu, Selasa (9/9/2014).
Foto: Gibson/PM
Keluarga Ango, tersangka makelar kasus dan penggelapan surat tanah, saat dibariskan di halaman Ditreskrimum Poldasu, Selasa (9/9/2014).

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Poldasu terkesan tebang pilih menangani kasus penipuan penggelapan dengan tersangka Ango alias Amoe alias July alias Chuang Suk Ngo (62), suami sirinya Taslim (54) dan anak mereka Bobi (34). Buktinya, dari ketiga tersangka ini baru berkas Taslim yang sampai ke pengadilan. Sedang berkas Ango yang jadi tersangka utama dan anaknya Bobi masih tertahan di Poldasu.

Selain itu, polisi juga terkesan ‘mengorbankan’ Taslim dan mengistimewakan Ango dan Bobi. Pasalnya, sejak kasus ini bergulir, penahanan ibu anak ini ditangguhkan. Sedang Taslim dibiarkan mendekam di penjara. Bahkan pada Kamis 29 Januari 2015 lalu, Taslim telah divonis 3 tahun penjara oleh hakim PN Medan. Mirisnya lagi, diduga karena ada pembiaran dari polisi, Ango yang juga dijuluki mafia tanah dan ratu makelar kasus itu berhasil melarikan diri.

Kaburnya Ango membuat polisi kelabakan. “Ango sudah dipanggil 2 kali tapi tidak pernah hadir. Sudah kita layangkan surat panggilan ke rumahnya di Jalan Bakaran Batu, Lubuk Pakam, hingga sampai ke rumahnya di Pantai Kapuk Jakarta, tapi tidak ada juga,” ungkap Kabid Humas Poldasu, Kombes Helfi Assegaf, Kamis (25/6) sore.

Kuat dugaan tersangka yang juga dikenal lihai mengatur petinggi Pengadilan Negeri (PN) dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Medan itu kabur ke luar negeri. Apalagi, selama 9 bulan penahananya ditangguhkan, polisi tak ada melakukan pencekalan terhadap Ango.

Namun saat hal ini ditanya, tanpa alasan jelas Helfi malah menjawab mustahil. “Kalau kemungkinan kabur keluar negeri mustahillah. Namun, kita tetap berusaha mengejarnya,” katanya.

Praktisi Hukum Nuriyono,SH menilai Poldasu salah menangguhkan penahanan Ango. Apalagi Ango adalah mafia yang kemungkinan besar akan melarikan diri jika tak ditahan. “Disini kita kan sudah tahu, basic atau dasarnya Ango ini siapa. Dia mafia dan orang berduit yang memiliki kemampuan untuk melarikan diri. Seharusnya di sini kepolisian tidak memberikannya penangguhan,” jelasnya.

Wakil Direktur Pusat studi Hukum Pembaharuan dan Peradilan Sumut itu juga menilai tak adanya keprofesionalan polisi dan ada diskriminasi dalam kasus ini. “Kan dapat kita lihat, kalau pihak kepolisian itu melakukan diskriminasi. Bagi orang yang kuat dan memiliki kekuasaan mendapatkan disklesi, yakni pemberian keistimewaan terhadap tahanan. Sementara orang yang tidak memiliki uang tidak bisa mendapatkannya,” terangnya.

Sekedar mengingatkan, Ango dan suami sirinya Taslim serta anak mereka Bobi terlibat kasus jual-beli 4 unit rumah di kawasan Jalan Diponegoro Medan yang menyebabkan korban Dr Lie Li Ling mengalami kerugian Rp17 miliar. Ketiganya diringkus petugas Poldasu pada Selasa 8 September 2014 di rumah mereka Jl. Bakaranbatu, Komplek Walet Mas No.99-A Lubukpakam. Kronologis kasus penipuan ini terjadi pada bulan April 2009 silam.

Saat itu Ango datang ke rumah korban, Intra Wijaya untuk menawarkan dua pintu rumah yang berada di Jalan Diponegoro No.6,8,10 dan 12 Medan. Untuk memperdaya korban, pelaku menunjukkan sertifikat palsu hak milik No.535 tanggal 20 Desember 2000 atas nama Halim Wijaya dan foto copy risalah lelang No.349/2009 tanggal 12 Juni 2009. Singkat cerita, rumah tersebut pun dibeli oleh korban bersama istrinya, Dr Lie Li Ling seharga Rp17,468 miliar yang dibayar secara bertahap.

Saat korban menanyakan status rumah yang telah dibayarnya itu, Ango tetap bersikukuh bahwa 4 pintu rumah itu dibelinya saat lelang di PN Medan seharga Rp550 juta/unitnya. Untuk meyakinkan korban, Ango kembali menunjukan foto copy risalah lelang dari kantor pelayanan lelang kekayaan negara yang sebenarnya berasal dari lelang fiktif tersebut. Sementara, anak Taslim bernama Bobi juga berperan menerima uang sebesar Rp60 juta dari korban yang dikatakan untuk kekurangan pembayaran rumah dari ibunya.

Barang bukti diamankan polisi, sertifikat palsu hak milik No.535 tanggal 20 Desember 2000 atas nama Halim Wijaya dan foto copy risalah lelang No. 349/2009 tanggal 12 Juni 2009. Dan 1 unit CRV BK 2KH, 1 unit BMW sport B 655 ZSJ dan beberapa hasil yang diduga berasal dari penipuan tersebut. gib/bay/deo)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/