32.8 C
Medan
Monday, May 6, 2024

Polisi Hanya Jerat Silverius Bangun, JR Saragih Tak Disentuh

Silverius Bangun, orang dekat Bupati Simalungun, JR Saragih.
Silverius Bangun, orang dekat Bupati Simalungun, JR Saragih.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Kasus dugaan penipuan proyek rumah sakit senilai Rp4 miliar di Kabupaten Simalungun hanya menjerat Silverius Bangun –dikenal sebagai ‘tangan kanan’ Bupati Simalungun JR Saragih– sebagai tersangka. JR Saragih sendiri tak disentuh. Bekas Silverius dinyatakan lengkap (P21) dan siap untuk disidangkan.

Kuasa hukum pelapor, Ilwa Pulita SH mengatakan, kliennya (korban) Elias Purmaja Purba, sangat menyayangkan tindakan penyidik yang terkesan diskriminatif. Sebab, kliennya dirugikan hingga Rp4 miliar, adalah atas perintah JR Saragih. Di mana JR sebelumnya berjanji pada kliennya akan memberikan proyek, namun tak pernah terwujud hingga kasus ini dilaporkan ke Poldasu pada 13 Mei 2014 lalu.

“Penyidik sepertinya melindungi JR Saragih, karena begitu saja percaya dengan keteranganya,” ujar Ilwa, Senin (28/9).

Selain itu, penyidik juga juga menjadikan bukti yang tidak sah untuk mengkesampingkan bukti yang sah dalam pemeriksaan. Padahal, korban sudah menghadirkan beberapa orang saksi yang menyaksikan adanya beberapa kali pertemuan antara korban dengan JR Saragih, sebelum korban memberikan uang pada Silverius. “Korban dan saksi mengetahui peran Silverius di balik JR Saragih,” tandasnya.

Dugaan tindak pidana penipuan dan atau penggelapan sebagaimana dimaksud Pasal 378 jo 372 KUHP ini, diawali ketika kerabat korban yang juga kerabat JR Saragih, bernama Antonius Purba mengajak korban bertemu di rumah JR Saragih, di Jalan Karya Wisata, Medan pada 6 Feb 2011 lalu. Dalam pertemuan itu, JR Saragih mengenalkan korban dengan Silverius Bangun.

Kepada korban, JR mengatakan, Silverius adalah orang yang mewakilinya untuk segala urusan pekerjaan dan pembayaran.

Di pertemuan itu, JR Saragih menawarkan korban proyek RS di Simalungun dan Tanah Karo senilai Rp3,5 juta per meternya. Dengan ketentuan 10 persen dari harga itu adalah bagian JR Saragih. Korban setuju.

Pada pertemuan itu, JR Saragih langsung meminta uang pada korban sebesar Rp1,5 miliar. Katanya, uang ini nantinya akan diperhitungkan dengan pekerjaan yang diberikan.

Selanjutnya, pada 7 Februari 2014, bersama dengan Silverius Bangun, korban pergi ke Bank Bukopin Jalan Gajah Mada Medan. Di bank ini, korban memindahkan uang dari rekeningnya ke RS Evarina Etaham milik JR Saragih sebesar Rp900 juta. Kemudian, Rp100 juta diberikan secara tunai pada Silverius Bangun. Pemberian uang ini disaksikan oleh Antonius Purba dan Wilson Kaban.

Sisanya Rp 500 juta lagi, diberikan korban secara tunai pada Silverius di bank yang sama pada 9 Februari 2011. Pemberian disaksikan oleh David Pelawi dan Wilson Kaban.

Kemudian, pada 14 Februari 2011, Silverius kembali mendatangi korban dan meminta uang sebesar Rp 100 juta, dalam bentuk ringgit Malaysia. Alasannya uang akan digunakannya untuk biaya perobatan ibunya yang sedang sakit di Malaysia. Kemudian, pada 19 Juni 2011, korban pun kembali diundang oleh JR Saragih ke rumahnya Jl. Karya Wisata, Medan.

Di sini, pada korban JR Saragih juga secara langsung meminta uang Rp3 miliar. Permintaan uang ini disaksikan oleh David Pelawi yang saat itu datang menemani korban berkunjung. Kepada korban, JR Saragih menyampaikan uang itu akan digunakannya untuk mengurus persoalan hukumnya di Jakarta. Uang itu dijanjikan akan diperhitungkan dengan nilai pekerjaan nantinya.

Namun permintaan itu tak bisa dipenuhi, korban hanya menyanggupi Rp 1,5 miliar saja.

Kemudian, pada 26 Juni 2011, di Bank Bukopin Jalan Gajah Mada, korban kembali menyerahkan uang sebesar Rp 1,5 miliar pada Silverius. Dan uang itu langsung ditransfer Silverius pada seseorang di Jakarta.

“Duduk kasusnya sudah jelas. Semua bukti-bukti ini ada dan diperiksa oleh penyidik,” ucapnya.

Untuk itu, atas perlakukan diskriminatif dalam penegakan hukum ini sambungnya, pihaknya akan melayangkan surat kepada seluruh lembaga penegak hukum yang ada di Indonesia. Di antaranya, Presiden RI, Ketua MA, Menkumham, Jaksa Agung, Kapolri, Ketua DPR RI, Ketua Komisi III DPR RI, Kompolnas, Komisi Kejaksaan, Kabag Reskrim Mabes Polri, Kapoldasu, serta Kejatisu, agar mendapat penegakan hukum yang benar.

Terpisah, Kompol Sunari, penyidik Subdit I Harda Tahbang Dit Reskrimum Poldasu yang menangani kasus tersebut menjelaskan berkas Silverius sudah dinyatakan P-21 oleh Kejatisu. “Gak masalah, karena mereka ikut kok dalam gelar perkara. Bahkan mereka tahu, dengan fakta-fakta,” ujarnya. (gib/deo)

Silverius Bangun, orang dekat Bupati Simalungun, JR Saragih.
Silverius Bangun, orang dekat Bupati Simalungun, JR Saragih.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Kasus dugaan penipuan proyek rumah sakit senilai Rp4 miliar di Kabupaten Simalungun hanya menjerat Silverius Bangun –dikenal sebagai ‘tangan kanan’ Bupati Simalungun JR Saragih– sebagai tersangka. JR Saragih sendiri tak disentuh. Bekas Silverius dinyatakan lengkap (P21) dan siap untuk disidangkan.

Kuasa hukum pelapor, Ilwa Pulita SH mengatakan, kliennya (korban) Elias Purmaja Purba, sangat menyayangkan tindakan penyidik yang terkesan diskriminatif. Sebab, kliennya dirugikan hingga Rp4 miliar, adalah atas perintah JR Saragih. Di mana JR sebelumnya berjanji pada kliennya akan memberikan proyek, namun tak pernah terwujud hingga kasus ini dilaporkan ke Poldasu pada 13 Mei 2014 lalu.

“Penyidik sepertinya melindungi JR Saragih, karena begitu saja percaya dengan keteranganya,” ujar Ilwa, Senin (28/9).

Selain itu, penyidik juga juga menjadikan bukti yang tidak sah untuk mengkesampingkan bukti yang sah dalam pemeriksaan. Padahal, korban sudah menghadirkan beberapa orang saksi yang menyaksikan adanya beberapa kali pertemuan antara korban dengan JR Saragih, sebelum korban memberikan uang pada Silverius. “Korban dan saksi mengetahui peran Silverius di balik JR Saragih,” tandasnya.

Dugaan tindak pidana penipuan dan atau penggelapan sebagaimana dimaksud Pasal 378 jo 372 KUHP ini, diawali ketika kerabat korban yang juga kerabat JR Saragih, bernama Antonius Purba mengajak korban bertemu di rumah JR Saragih, di Jalan Karya Wisata, Medan pada 6 Feb 2011 lalu. Dalam pertemuan itu, JR Saragih mengenalkan korban dengan Silverius Bangun.

Kepada korban, JR mengatakan, Silverius adalah orang yang mewakilinya untuk segala urusan pekerjaan dan pembayaran.

Di pertemuan itu, JR Saragih menawarkan korban proyek RS di Simalungun dan Tanah Karo senilai Rp3,5 juta per meternya. Dengan ketentuan 10 persen dari harga itu adalah bagian JR Saragih. Korban setuju.

Pada pertemuan itu, JR Saragih langsung meminta uang pada korban sebesar Rp1,5 miliar. Katanya, uang ini nantinya akan diperhitungkan dengan pekerjaan yang diberikan.

Selanjutnya, pada 7 Februari 2014, bersama dengan Silverius Bangun, korban pergi ke Bank Bukopin Jalan Gajah Mada Medan. Di bank ini, korban memindahkan uang dari rekeningnya ke RS Evarina Etaham milik JR Saragih sebesar Rp900 juta. Kemudian, Rp100 juta diberikan secara tunai pada Silverius Bangun. Pemberian uang ini disaksikan oleh Antonius Purba dan Wilson Kaban.

Sisanya Rp 500 juta lagi, diberikan korban secara tunai pada Silverius di bank yang sama pada 9 Februari 2011. Pemberian disaksikan oleh David Pelawi dan Wilson Kaban.

Kemudian, pada 14 Februari 2011, Silverius kembali mendatangi korban dan meminta uang sebesar Rp 100 juta, dalam bentuk ringgit Malaysia. Alasannya uang akan digunakannya untuk biaya perobatan ibunya yang sedang sakit di Malaysia. Kemudian, pada 19 Juni 2011, korban pun kembali diundang oleh JR Saragih ke rumahnya Jl. Karya Wisata, Medan.

Di sini, pada korban JR Saragih juga secara langsung meminta uang Rp3 miliar. Permintaan uang ini disaksikan oleh David Pelawi yang saat itu datang menemani korban berkunjung. Kepada korban, JR Saragih menyampaikan uang itu akan digunakannya untuk mengurus persoalan hukumnya di Jakarta. Uang itu dijanjikan akan diperhitungkan dengan nilai pekerjaan nantinya.

Namun permintaan itu tak bisa dipenuhi, korban hanya menyanggupi Rp 1,5 miliar saja.

Kemudian, pada 26 Juni 2011, di Bank Bukopin Jalan Gajah Mada, korban kembali menyerahkan uang sebesar Rp 1,5 miliar pada Silverius. Dan uang itu langsung ditransfer Silverius pada seseorang di Jakarta.

“Duduk kasusnya sudah jelas. Semua bukti-bukti ini ada dan diperiksa oleh penyidik,” ucapnya.

Untuk itu, atas perlakukan diskriminatif dalam penegakan hukum ini sambungnya, pihaknya akan melayangkan surat kepada seluruh lembaga penegak hukum yang ada di Indonesia. Di antaranya, Presiden RI, Ketua MA, Menkumham, Jaksa Agung, Kapolri, Ketua DPR RI, Ketua Komisi III DPR RI, Kompolnas, Komisi Kejaksaan, Kabag Reskrim Mabes Polri, Kapoldasu, serta Kejatisu, agar mendapat penegakan hukum yang benar.

Terpisah, Kompol Sunari, penyidik Subdit I Harda Tahbang Dit Reskrimum Poldasu yang menangani kasus tersebut menjelaskan berkas Silverius sudah dinyatakan P-21 oleh Kejatisu. “Gak masalah, karena mereka ikut kok dalam gelar perkara. Bahkan mereka tahu, dengan fakta-fakta,” ujarnya. (gib/deo)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/