26.7 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Tumbuh Kembang di Jalan

Drs Boyke Turangan MAP

Pendidikan di mata Drs Boyke Turangan MAP menjadi begitu penting. Tidak hanya untuk diri sendiri, juga untuk tanggung jawab yang diamanatkan kepadanya. Kondisi keuangan yang mengganggu pun tak menghentikan keinginan tersebut.

Lahir sebagai anak III dari V bersaudara, Boyke sudah harus hidup di jalanan sejak duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama. Kerasnya kehidupan di seputaran Pajak Petisah Kota Medan bahkan menjadi makanan sehari-hari sepeninggalan orangtua laki-laki. Angkat kelewang yang berakhir di ruang pemeriksaan petugas kepolisian hanyalah konsekuensi dari usaha untuk bertahan hidup.
Begitu pun, Boyke muda tidak larut dengan kelamnya kehidupan jalanan. Rasa ingin tahu yang dimiliki coba tetap diwujudkan dengan belajar.

Seperti mempelajari berbagai ilmu beladiri untuk memuaskan hobi adu-pukul. Tidak hanya beladiri modern, juga versi tradisional dengan berbagai misteri yang ada.
“Hidup nekat mati muda menjadi prinsip saya waktu itu yang suka berkelahi. Tapi, kerasnya hidup yang saya jalani itu membuat saya mampu bersikap sesuai situasi yang ada. Organisasi juga butuh peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM). Makanya saya sangat menyarankan kawan-kawan untuk meningkatkan SDM melalui dunia pendidikan,” buka Boyke yang ditemui di Jalan Baut Pasar XI Marelan, Jumat (1/7) lalu.

Salah satunya saat kondisi keuangan keluarga yang membuat pendidikannya di Sastra Indonesia Fakultas Sastra (sekarang Fakultas Ilmu Budaya) Universitas Sumatera Utara (USU) tersendat-sendat.
Di semester tiga dirinya vakum selama lima tahun sebelum kembali aktif. Dari kerasnya kehidupan tadi pula sebuah jalan terbuka untuk  menamatkan pendidikannya. Meskipun harus memakan waktu 10 tahun lamanya.

Pengalaman di organisasi yang selama ini diperoleh pun semakin lengkap dengan wawasan baru dari dunia akademik. Modal untuk melakukan perubahan di salah satu organisasi kepemudaan yang dipimpinnya kala itu. Melawan tradisi senioritas yang masih begitu kuat dalam menangani lahan parkir di seputaran Majestik. Apa yang dulunya menjadi hak mutlak senior dibagi dengan kawan-kawan di organisasi. Dengan sistem kekeluargaan dirinya merangkul seluruh pengurus untuk bekerja sama membesarkan organisasi.

“Tidak harus dengan cara-cara yang berkesan mewah. Saya suka ngajak kawan-kawan kumpul di ladang daerah Telung Kenas. Semacam arisan gitu lah. Gitu juga dengan kawan-kawan diranting kami bagi-bagi buku tulis kepada masyarakat. Apa yang bisa langsung dirasakan oleh masyarakat,” tuturnya.

Dengan memiliki pendidikan yang cukup akan membuka wawasan untuk menghadapi satu kondisi yang sulit. Hal itu yang dialami ayah empat anak ini saat dipercaya memimpin Gerakan Anti Narkotika (Granat) Kota Medan sejak 1989 silam.
Dengan hubungan baik dengan berbagai pihak, organisasi yang tanpa subsidi tadi pun mampu melaksanakan berbagai kegiatan.

Dirinya pun melihat dua kegagalan saat mencalonkan diri sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumatera Utara dari PDIP sebagai motivasi untuk memperbaiki kekurangan yang ada. Untuk tetap optimis adanya perubahan di tengah-tengah masyarakat.
“Kalau semua dilaksanakan sesuai aturan kita pasti dapat manfaat. Masyarakat sekarang lebih pintar dan lebih kritis,” tegasnya. (jul)

Drs Boyke Turangan MAP

Pendidikan di mata Drs Boyke Turangan MAP menjadi begitu penting. Tidak hanya untuk diri sendiri, juga untuk tanggung jawab yang diamanatkan kepadanya. Kondisi keuangan yang mengganggu pun tak menghentikan keinginan tersebut.

Lahir sebagai anak III dari V bersaudara, Boyke sudah harus hidup di jalanan sejak duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama. Kerasnya kehidupan di seputaran Pajak Petisah Kota Medan bahkan menjadi makanan sehari-hari sepeninggalan orangtua laki-laki. Angkat kelewang yang berakhir di ruang pemeriksaan petugas kepolisian hanyalah konsekuensi dari usaha untuk bertahan hidup.
Begitu pun, Boyke muda tidak larut dengan kelamnya kehidupan jalanan. Rasa ingin tahu yang dimiliki coba tetap diwujudkan dengan belajar.

Seperti mempelajari berbagai ilmu beladiri untuk memuaskan hobi adu-pukul. Tidak hanya beladiri modern, juga versi tradisional dengan berbagai misteri yang ada.
“Hidup nekat mati muda menjadi prinsip saya waktu itu yang suka berkelahi. Tapi, kerasnya hidup yang saya jalani itu membuat saya mampu bersikap sesuai situasi yang ada. Organisasi juga butuh peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM). Makanya saya sangat menyarankan kawan-kawan untuk meningkatkan SDM melalui dunia pendidikan,” buka Boyke yang ditemui di Jalan Baut Pasar XI Marelan, Jumat (1/7) lalu.

Salah satunya saat kondisi keuangan keluarga yang membuat pendidikannya di Sastra Indonesia Fakultas Sastra (sekarang Fakultas Ilmu Budaya) Universitas Sumatera Utara (USU) tersendat-sendat.
Di semester tiga dirinya vakum selama lima tahun sebelum kembali aktif. Dari kerasnya kehidupan tadi pula sebuah jalan terbuka untuk  menamatkan pendidikannya. Meskipun harus memakan waktu 10 tahun lamanya.

Pengalaman di organisasi yang selama ini diperoleh pun semakin lengkap dengan wawasan baru dari dunia akademik. Modal untuk melakukan perubahan di salah satu organisasi kepemudaan yang dipimpinnya kala itu. Melawan tradisi senioritas yang masih begitu kuat dalam menangani lahan parkir di seputaran Majestik. Apa yang dulunya menjadi hak mutlak senior dibagi dengan kawan-kawan di organisasi. Dengan sistem kekeluargaan dirinya merangkul seluruh pengurus untuk bekerja sama membesarkan organisasi.

“Tidak harus dengan cara-cara yang berkesan mewah. Saya suka ngajak kawan-kawan kumpul di ladang daerah Telung Kenas. Semacam arisan gitu lah. Gitu juga dengan kawan-kawan diranting kami bagi-bagi buku tulis kepada masyarakat. Apa yang bisa langsung dirasakan oleh masyarakat,” tuturnya.

Dengan memiliki pendidikan yang cukup akan membuka wawasan untuk menghadapi satu kondisi yang sulit. Hal itu yang dialami ayah empat anak ini saat dipercaya memimpin Gerakan Anti Narkotika (Granat) Kota Medan sejak 1989 silam.
Dengan hubungan baik dengan berbagai pihak, organisasi yang tanpa subsidi tadi pun mampu melaksanakan berbagai kegiatan.

Dirinya pun melihat dua kegagalan saat mencalonkan diri sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumatera Utara dari PDIP sebagai motivasi untuk memperbaiki kekurangan yang ada. Untuk tetap optimis adanya perubahan di tengah-tengah masyarakat.
“Kalau semua dilaksanakan sesuai aturan kita pasti dapat manfaat. Masyarakat sekarang lebih pintar dan lebih kritis,” tegasnya. (jul)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/