26.7 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Galang Keterbukaan di Sepak Bola

Anuar Shah

Kenyataan miris dari berbagai cabang olahraga nasional di tengah kebangkitan negara-negara tetangga menginspirasi Anuar Shah (44) untuk berkecimpung. Dengan melaksanakan prinsip keterbukaan, dirinya bertekad mengembalikan kejayaan persepakbolaan Sumatera Utara (Sumut) yang pernah ada.

Ya, seperti yang kita ketahui, di era 1970-an hingga 1980-an, Sumut bisa dikatakan sebagi kiblat sepak bola nasional. Setidaknya, daerah ini melahirkan banyak pemain berkualitas yang mengisi skuad tim-tim besar. Begitu juga dengan Persatuan Sepak Bola Medan Sekitar (PSMS) yang dijuluki ‘The Killer’ dan Persatuan Sepak Bola Deli Serdang (PSDS) dengan julukan ‘Traktor Kuning’ kerap menggetarkan lawan.

Namun kenyataan yang ada saat ini, persepakbolaan Sumut memprihatinkan. Kini, kejayaan di masa lalu pun bak dongeng sebelum tidur saja. “PSSI adalah sebuah organisasi yang butuh pengorbanan baik tenaga, waktu, pikiran, bahkan materi dari setiap orang yang terlibat di dalamnya. Itu pengabdian. Ketika semua itu diubah bahkan dijadikan ajang cari makan, hancurlah persepakbolaan kita. Perubahan itu hanya bisa dimulai dari atas ke bawah, bukan dari bawah ke atas,” ucap Anuar Shah, Jumat (6/5) lalu.

Untuk itu lanjutnya, kepengurusan di tiap cabang olahraga harus merangkul orang-orang yang memiliki perhatian dan kemauan berkorban tadi. Hanya dengan demikian manajemen yang baik baru dapat terlaksana, seperti penerapan pengawasan independen pada keuangan organisasi yang berperan besar pada kelangsungan program.
Terhadap urusan keuangan tadi, suami dari Mahsariany ini menawarkan beberapa metode. Dimulai dari iuran wajib dari seluruh pengurus untuk mendukung kas hingga penggalangan donasi dengan pendekatan-pendekatan persuasif. Dengan kekayaan  potensi di Sumut akan sangat banyak donatur yang dapat membantu. Untuk itu pula, pengurus harus mampu membangun link dengan berbagai elemen yang ada.

“Yang penting kita memiliki program jelas untuk kemajuan prestasi sepak bola bukan untuk kepentingan pribadi atau golongan. Kepercayaan itu yang membuat beberapa bupati dan wali kota di Sumut ini juga figur-figur sepak bola seperti Randiman Tarigan dan Dr Mamad siap berjalan bersama saya. Dengan sistem audit independen yang akan saya terapkan semua pelanggaran akan terlihat jelas. Saya juga harus siap mundur bila melakukan kesalahan dan tidak ada kompromi bagi pengurus yang nakal,” tegasnya.

Begitu pun, ayah empat anak ini mengaku tidak akan berjalan lancar setelah sekian lama kepengurusan kerap diterpa dualisme. Hal itu pun pernah dialaminya saat menggelar Kompetisi Piala Medco U-15 , 2008 lalu. “Kalau kita memanam padi pasti ada rumput yang tumbuh di sekitarnya. Tapi kalau rumput yang kita tanam, tidak akan pernah tumbuh padi di situ. Artinya kalau baik yang kita buat, ada saja orang-orang yang mengganggu,” ucapnya berfilosofi. (jul)

Ambil Filosofi Memancing dan Berburu

Keterlibatan Anuar Shah di olahraga sudah dilakoni sejak duduk di bangku Sekolah Dasar (SD). Dimulai di cabang beladiri, pria yang akrab disapa Aweng ini pernah mendapat didikan dari Winta Karna saat bergabung di Kala Hitam Jalan Listrik Medan.

Ketika harus mengikuti orangtua ke Kota Pematang Siantar, Aweng bergabung di Tangan Kosong (Tako) di bawah asuhan sang guru, Djamin Purba. Sepak bola pun menjadi permainan masa kecil meskipun tidak seserius cabang beladiri tadi.

Tak heran, waktu luang yang ada diisi dengan kegiatan yang juga berbau olahraga. “Kalau lagi ada waktu luang saya sekarang suka memancing dan berburu. Kedua olahraga ini menurut saya sangat menantang, jantan, juga membutuhkan kesabaran yang tinggi,” jelasnya.

Bagi Aweng cabang memancing dan memburu menawarkan sebuah proses yang berhubungan dengan suasana yang berbeda. Seperti kesabaran saat menunggu ikan menangkap umpan dilanjutkan dengan menarik pancing dan menaklukkan ikan sebelum akhirnya kembali dilepas. Memancing sendiri pernah dilakoninya selama dua hari dua malam tanpa tidur.

Berbagai daerah sudah pernah dijajakinya untuk kedua kegiatan tadi seperti Sabang, Pulau Berhala, Pelabuhan Ratu, sebagian besar kawasan di Aceh, Pulau Ilik Madina, hingga ke Negeri Gajah Putih, Thailand. Perjalanan yang meninggalkan beberapa kisah kelak untuk selalu diingat. “Waktu berburu babi hutan di Aceh saya yakin kalau ke tujuh peluru yang saya tembak itu kena. Tapi itu babi malah berjalan santai dan tidak terluka sedikit pun. Saya berpikir mungkin ini yang dibilang rantai babi itu. Kita juga dengan mendiang Samin Pardede pernah nyaris ditelan tornado waktu mancing di Pulau Ilik Madina,” kenangnya. (jul)

Anuar Shah

Kenyataan miris dari berbagai cabang olahraga nasional di tengah kebangkitan negara-negara tetangga menginspirasi Anuar Shah (44) untuk berkecimpung. Dengan melaksanakan prinsip keterbukaan, dirinya bertekad mengembalikan kejayaan persepakbolaan Sumatera Utara (Sumut) yang pernah ada.

Ya, seperti yang kita ketahui, di era 1970-an hingga 1980-an, Sumut bisa dikatakan sebagi kiblat sepak bola nasional. Setidaknya, daerah ini melahirkan banyak pemain berkualitas yang mengisi skuad tim-tim besar. Begitu juga dengan Persatuan Sepak Bola Medan Sekitar (PSMS) yang dijuluki ‘The Killer’ dan Persatuan Sepak Bola Deli Serdang (PSDS) dengan julukan ‘Traktor Kuning’ kerap menggetarkan lawan.

Namun kenyataan yang ada saat ini, persepakbolaan Sumut memprihatinkan. Kini, kejayaan di masa lalu pun bak dongeng sebelum tidur saja. “PSSI adalah sebuah organisasi yang butuh pengorbanan baik tenaga, waktu, pikiran, bahkan materi dari setiap orang yang terlibat di dalamnya. Itu pengabdian. Ketika semua itu diubah bahkan dijadikan ajang cari makan, hancurlah persepakbolaan kita. Perubahan itu hanya bisa dimulai dari atas ke bawah, bukan dari bawah ke atas,” ucap Anuar Shah, Jumat (6/5) lalu.

Untuk itu lanjutnya, kepengurusan di tiap cabang olahraga harus merangkul orang-orang yang memiliki perhatian dan kemauan berkorban tadi. Hanya dengan demikian manajemen yang baik baru dapat terlaksana, seperti penerapan pengawasan independen pada keuangan organisasi yang berperan besar pada kelangsungan program.
Terhadap urusan keuangan tadi, suami dari Mahsariany ini menawarkan beberapa metode. Dimulai dari iuran wajib dari seluruh pengurus untuk mendukung kas hingga penggalangan donasi dengan pendekatan-pendekatan persuasif. Dengan kekayaan  potensi di Sumut akan sangat banyak donatur yang dapat membantu. Untuk itu pula, pengurus harus mampu membangun link dengan berbagai elemen yang ada.

“Yang penting kita memiliki program jelas untuk kemajuan prestasi sepak bola bukan untuk kepentingan pribadi atau golongan. Kepercayaan itu yang membuat beberapa bupati dan wali kota di Sumut ini juga figur-figur sepak bola seperti Randiman Tarigan dan Dr Mamad siap berjalan bersama saya. Dengan sistem audit independen yang akan saya terapkan semua pelanggaran akan terlihat jelas. Saya juga harus siap mundur bila melakukan kesalahan dan tidak ada kompromi bagi pengurus yang nakal,” tegasnya.

Begitu pun, ayah empat anak ini mengaku tidak akan berjalan lancar setelah sekian lama kepengurusan kerap diterpa dualisme. Hal itu pun pernah dialaminya saat menggelar Kompetisi Piala Medco U-15 , 2008 lalu. “Kalau kita memanam padi pasti ada rumput yang tumbuh di sekitarnya. Tapi kalau rumput yang kita tanam, tidak akan pernah tumbuh padi di situ. Artinya kalau baik yang kita buat, ada saja orang-orang yang mengganggu,” ucapnya berfilosofi. (jul)

Ambil Filosofi Memancing dan Berburu

Keterlibatan Anuar Shah di olahraga sudah dilakoni sejak duduk di bangku Sekolah Dasar (SD). Dimulai di cabang beladiri, pria yang akrab disapa Aweng ini pernah mendapat didikan dari Winta Karna saat bergabung di Kala Hitam Jalan Listrik Medan.

Ketika harus mengikuti orangtua ke Kota Pematang Siantar, Aweng bergabung di Tangan Kosong (Tako) di bawah asuhan sang guru, Djamin Purba. Sepak bola pun menjadi permainan masa kecil meskipun tidak seserius cabang beladiri tadi.

Tak heran, waktu luang yang ada diisi dengan kegiatan yang juga berbau olahraga. “Kalau lagi ada waktu luang saya sekarang suka memancing dan berburu. Kedua olahraga ini menurut saya sangat menantang, jantan, juga membutuhkan kesabaran yang tinggi,” jelasnya.

Bagi Aweng cabang memancing dan memburu menawarkan sebuah proses yang berhubungan dengan suasana yang berbeda. Seperti kesabaran saat menunggu ikan menangkap umpan dilanjutkan dengan menarik pancing dan menaklukkan ikan sebelum akhirnya kembali dilepas. Memancing sendiri pernah dilakoninya selama dua hari dua malam tanpa tidur.

Berbagai daerah sudah pernah dijajakinya untuk kedua kegiatan tadi seperti Sabang, Pulau Berhala, Pelabuhan Ratu, sebagian besar kawasan di Aceh, Pulau Ilik Madina, hingga ke Negeri Gajah Putih, Thailand. Perjalanan yang meninggalkan beberapa kisah kelak untuk selalu diingat. “Waktu berburu babi hutan di Aceh saya yakin kalau ke tujuh peluru yang saya tembak itu kena. Tapi itu babi malah berjalan santai dan tidak terluka sedikit pun. Saya berpikir mungkin ini yang dibilang rantai babi itu. Kita juga dengan mendiang Samin Pardede pernah nyaris ditelan tornado waktu mancing di Pulau Ilik Madina,” kenangnya. (jul)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/