27 C
Medan
Wednesday, July 3, 2024

Bawa Gambus Tembus Dunia

Irwansyah Harahap

Selalu memberikan yang terbaik menjadi orientasi Irwansyah Harahap (48), etnomusikolog asal Sumatera Utara dalam meramaikan belantara musik tidak hanya nasional juga internasional.

Seperti saat tampil di 3rd International Rondalla Festival Cuerdas sa Pagkakaisa di Tagum City Philipina, 12-19 Februari ini. Festival tiga tahunan yang diikuti musisi musik petik wakil dari beberapa negara seperti India, Thailand, Rusia, Irian, Philipina, dan Indonesia. Lewat permainan Gambus Melayu Irwansyah bersama grup Suara Sama yang mewakili Indonesia mendapat apresiasi dari seluruh peserta kegiatan.

Apresiasi tersebut membuat panitia meminta dirinya bersama kelompok untuk tampil di penjara yang ada di Kota Tagum Philipina tersebut. Pada kesempatan itu jebolan University of Washington (1994) ini pun memberikan workshop dan master class di University of Philiphines mengenai Gambus Melayu yang digarap secara temporer olehnya.

“Kuncinya orientasi musisi itu apa? Artinya, harus tahu posisi kita di dunia musik itu di mana. Misalnya, musisi aliran pop tahu dunianya di mana. Di era globalisasi sekarang ini musisi harus buat pilihan. Begitu juga musisi harus bisa menjelaskan musik yang diusungnya sebagai salah satu standar di forum internasional,” jelas Irwansyah yang ditemui di kediamannya Jalan Stela 1 No 27 Medan, Rabu (9/3).

Tampil di forum internasional sendiri sudah tidak asing bagi Irwansyah. Dimulai di Asia Pacific Performa Excahange di Los Angles 1998, Irwansyah pun meramaikan berbagai festival kebudayaan internasional yang ada. Sebut saja Afrika, Timur Tengah, India, Pakistan, Eropa Timur, dan Asia Tenggara. Tidak hanya bermain musik, juga pemikiran-pemikiran tentang musik yang selalu mendapat apresiasi itu membuat dirinya diberikan gelar master oleh musisi-musisi yang turut berpartisipasi.

Tidak itu saja, suami dari Rithaony Hutajulu ini pun memberikan kontribusi dalam meramaikan warna musik dunia lewat Suara Sama yang mengusung world musik yang sudah menelurkan tiga album. Album pertama yang berjudul ‘Fajar di Atas Awan’ bahkan berada di urutan lima besar World Music Album oleh San Francisco Chronicle, 10 best world of music album oleh Uncut Magazine of London, 10 Best Album oleh Global Rhythm Magazine USA (2008).
Ayah dari Niesya Ridhania Harahap (15) siswa SMA Harapan Medan ini tengah menyelesaikan mastering album ke IV-nya di London Inggris yang direncanakan album tersebut akan launching pertengahan tahun ini.

Semua itu tentunya tidak diraih dengan mudah. Apalagi bungsu dari 12 bersaudara ini sempat mendapat tentangan dari kedua orangtua yang lebih menginginkan dirinya menjadi insinyur daripada sebagai musisi. Dua tahun pun terbuang begitu saja. Bukan Irwansyah yang cepat menyerah. Cepat dirinya beradaptasi terhadap perbedaan yang didapat saat masuk ke Etnomusikologi USU 1983 silam.

Pertemuan dengan musisi tradisional Batak Toba Marsius Sitohang lantas mengubah sudut pandang Irwansyah yang semula begitu mengagumi musik Jazz. (jul)

Boleh Gondrong Asal Rapi

Seperti musisi kebanyakan, penampilan Irwansyah Harahap pun tidak jauh berbeda. Rambut gondrong sebahu dengan jambang yang menghiasi wajahnya, cuek. Membuat sang istri Rithaony Hutajulu harus sering mengingatkan penampilannya.

“Dia memang cuek lah. Saya sih tidak masalah dengan rambut gondrongnya tapi akan lebih rapi kalau diikat gitu. Atau seperti dibalur jeli jadi kelihatan wajahnya,” ucap Rithaony Hutajulu, Rabu (9/3).

Namun sikap cuek tadi bukanlah wujud utuh seorang Irwansyah Harahap. Karena di sisi lain dirinya ada kehangatan yang siap dibagi dengan orang lain. Seperti saat menyampaikan materi kepada mahasiswanya di ruang kuliah, dalam suasana rileks. Begitu juga keinginan untuk mewujudkan kebersamaan dalam musik lewat grup Suara Sama sejak 1995 silam.

Untuk itu dirinya menyiapkan satu ruangan dengan berbagai instrumen di kediamannya untuk berkarya sekaligus membagi pengalaman dengan siapapun yang ingin bergabung. Tidak cukup di situ sisi kiri rumah pun dibangun untuk kehadiran lembaga yang akan menularkan semangat world music tadi.

“Itu lah si Abang, yang gak pernah berhenti untuk berkarya. Sekalipun orang tidak melihat adanya peluang, dia selalu bilang kita ciptakan ruang yang lain,” papar ibu dari Niesy Ridhania Harahap ini. (jul)

Irwansyah Harahap

Selalu memberikan yang terbaik menjadi orientasi Irwansyah Harahap (48), etnomusikolog asal Sumatera Utara dalam meramaikan belantara musik tidak hanya nasional juga internasional.

Seperti saat tampil di 3rd International Rondalla Festival Cuerdas sa Pagkakaisa di Tagum City Philipina, 12-19 Februari ini. Festival tiga tahunan yang diikuti musisi musik petik wakil dari beberapa negara seperti India, Thailand, Rusia, Irian, Philipina, dan Indonesia. Lewat permainan Gambus Melayu Irwansyah bersama grup Suara Sama yang mewakili Indonesia mendapat apresiasi dari seluruh peserta kegiatan.

Apresiasi tersebut membuat panitia meminta dirinya bersama kelompok untuk tampil di penjara yang ada di Kota Tagum Philipina tersebut. Pada kesempatan itu jebolan University of Washington (1994) ini pun memberikan workshop dan master class di University of Philiphines mengenai Gambus Melayu yang digarap secara temporer olehnya.

“Kuncinya orientasi musisi itu apa? Artinya, harus tahu posisi kita di dunia musik itu di mana. Misalnya, musisi aliran pop tahu dunianya di mana. Di era globalisasi sekarang ini musisi harus buat pilihan. Begitu juga musisi harus bisa menjelaskan musik yang diusungnya sebagai salah satu standar di forum internasional,” jelas Irwansyah yang ditemui di kediamannya Jalan Stela 1 No 27 Medan, Rabu (9/3).

Tampil di forum internasional sendiri sudah tidak asing bagi Irwansyah. Dimulai di Asia Pacific Performa Excahange di Los Angles 1998, Irwansyah pun meramaikan berbagai festival kebudayaan internasional yang ada. Sebut saja Afrika, Timur Tengah, India, Pakistan, Eropa Timur, dan Asia Tenggara. Tidak hanya bermain musik, juga pemikiran-pemikiran tentang musik yang selalu mendapat apresiasi itu membuat dirinya diberikan gelar master oleh musisi-musisi yang turut berpartisipasi.

Tidak itu saja, suami dari Rithaony Hutajulu ini pun memberikan kontribusi dalam meramaikan warna musik dunia lewat Suara Sama yang mengusung world musik yang sudah menelurkan tiga album. Album pertama yang berjudul ‘Fajar di Atas Awan’ bahkan berada di urutan lima besar World Music Album oleh San Francisco Chronicle, 10 best world of music album oleh Uncut Magazine of London, 10 Best Album oleh Global Rhythm Magazine USA (2008).
Ayah dari Niesya Ridhania Harahap (15) siswa SMA Harapan Medan ini tengah menyelesaikan mastering album ke IV-nya di London Inggris yang direncanakan album tersebut akan launching pertengahan tahun ini.

Semua itu tentunya tidak diraih dengan mudah. Apalagi bungsu dari 12 bersaudara ini sempat mendapat tentangan dari kedua orangtua yang lebih menginginkan dirinya menjadi insinyur daripada sebagai musisi. Dua tahun pun terbuang begitu saja. Bukan Irwansyah yang cepat menyerah. Cepat dirinya beradaptasi terhadap perbedaan yang didapat saat masuk ke Etnomusikologi USU 1983 silam.

Pertemuan dengan musisi tradisional Batak Toba Marsius Sitohang lantas mengubah sudut pandang Irwansyah yang semula begitu mengagumi musik Jazz. (jul)

Boleh Gondrong Asal Rapi

Seperti musisi kebanyakan, penampilan Irwansyah Harahap pun tidak jauh berbeda. Rambut gondrong sebahu dengan jambang yang menghiasi wajahnya, cuek. Membuat sang istri Rithaony Hutajulu harus sering mengingatkan penampilannya.

“Dia memang cuek lah. Saya sih tidak masalah dengan rambut gondrongnya tapi akan lebih rapi kalau diikat gitu. Atau seperti dibalur jeli jadi kelihatan wajahnya,” ucap Rithaony Hutajulu, Rabu (9/3).

Namun sikap cuek tadi bukanlah wujud utuh seorang Irwansyah Harahap. Karena di sisi lain dirinya ada kehangatan yang siap dibagi dengan orang lain. Seperti saat menyampaikan materi kepada mahasiswanya di ruang kuliah, dalam suasana rileks. Begitu juga keinginan untuk mewujudkan kebersamaan dalam musik lewat grup Suara Sama sejak 1995 silam.

Untuk itu dirinya menyiapkan satu ruangan dengan berbagai instrumen di kediamannya untuk berkarya sekaligus membagi pengalaman dengan siapapun yang ingin bergabung. Tidak cukup di situ sisi kiri rumah pun dibangun untuk kehadiran lembaga yang akan menularkan semangat world music tadi.

“Itu lah si Abang, yang gak pernah berhenti untuk berkarya. Sekalipun orang tidak melihat adanya peluang, dia selalu bilang kita ciptakan ruang yang lain,” papar ibu dari Niesy Ridhania Harahap ini. (jul)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/