30 C
Medan
Monday, June 24, 2024

Usung Masalah Sosial dalam Karya

Berbagai masalah sosial yang terjadi di tengah-tengah masyarakat menjadi perhatian Komunitas Film Indie (KOFi) 52  yang hadir sejak 2006 silam. Tanpa struktur yang baku, ide pun menjadi pemersatu anggotanya.

“Kita memang fokus pada film indie yang mengangkat masalah-masalah sosial seperti kemiskinan, korupsi, pendidikan, dan sebagainya. Karena, sampai saat ini masalah-masalah itu tidak pernah mendapat perhatian dari pemerintah,” ucap pendiri KOFi 52 Andi Hutagalung kepada Sumut Pos, Jumat (20/5).

Mereka memulai dengan film “Salah Benar” yang mengangkat korupsi di lingkungan kampus baik dari pihak rektorat hingga mahasiswa. Salah satunya dalam penyambutan mahasiswa baru. Digarap dengan konsep fiksi film berdurasi 30 menit itu ikut meramaikan festival film yang digelar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 2006 lalu.

Begitu juga pada film “Petaniku Kembali” yang mengangkat perjuangan petani dengan latar pertanian di Kabupaten Serdang Bedagai 2008. Dilanjutkan 2009 dengan film “Jadi Masalah” yang menceritakan kesulitan siswa mendapatkan buku pelajaran. Kegelisahan remaja yang menyaksikan berbagai ketidakberesan di negara ini diangkat pada film “Garis Putus-Putus” 2010 lalu.

KOFi 52 juga meraih beberapa penghargaan seperti III Terbaik dari Dinas Budaya dan Pariwisata lewat film “Ulos Batak” 2009 lalu. Film itu juga mendapat penghargaan untuk Panorama pada Festival Internasional Film Asia-Afrika. Sementara di tahun yang sama film “Korban, Berkorban, dan Mengorbankan” yang mengangkat permasalahan polusi meraih nominasi 2009.

Terakhir KOFi 52 dipercaya menggarap video report kegiatan KKSP salah satu Yayasan yang konsern di bidang sosial di Meulaboh-NAD 2009 lalu dalam konsep semi dokumenter. “Ya untuk profit orientit kita terkendala legalitas. Makanya dalam kegiatannya KOFi 52 fokus pada edukasi keanggotaan. Kita sama-sama belajar. Sekalipun peralatannya masih sederhana dan pendanaan kita saweran,” tambah Andi.

Sekalipun bermarkas di kampus Institut Teknologi Medan (ITM) Jalan Gedung Arca Medan, KOFi 52 tidak membatasi keanggotaannya. Begitu juga sistem koordinasi yang tidak mengenal struktur baku seperti komunitas kebanyakan. Mereka pun disatukan dengan semangat, kemauan, dan ide-ide akan sebuah film berkualitas. “Siapa saja boleh gabung kok. Yang penting punya kemauan belajar, semangat berbuat, dan ide. Tinggal bilang dengan lainnya, kita langsung kumpul,” pungkasnya. (jul)

Berbagai masalah sosial yang terjadi di tengah-tengah masyarakat menjadi perhatian Komunitas Film Indie (KOFi) 52  yang hadir sejak 2006 silam. Tanpa struktur yang baku, ide pun menjadi pemersatu anggotanya.

“Kita memang fokus pada film indie yang mengangkat masalah-masalah sosial seperti kemiskinan, korupsi, pendidikan, dan sebagainya. Karena, sampai saat ini masalah-masalah itu tidak pernah mendapat perhatian dari pemerintah,” ucap pendiri KOFi 52 Andi Hutagalung kepada Sumut Pos, Jumat (20/5).

Mereka memulai dengan film “Salah Benar” yang mengangkat korupsi di lingkungan kampus baik dari pihak rektorat hingga mahasiswa. Salah satunya dalam penyambutan mahasiswa baru. Digarap dengan konsep fiksi film berdurasi 30 menit itu ikut meramaikan festival film yang digelar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 2006 lalu.

Begitu juga pada film “Petaniku Kembali” yang mengangkat perjuangan petani dengan latar pertanian di Kabupaten Serdang Bedagai 2008. Dilanjutkan 2009 dengan film “Jadi Masalah” yang menceritakan kesulitan siswa mendapatkan buku pelajaran. Kegelisahan remaja yang menyaksikan berbagai ketidakberesan di negara ini diangkat pada film “Garis Putus-Putus” 2010 lalu.

KOFi 52 juga meraih beberapa penghargaan seperti III Terbaik dari Dinas Budaya dan Pariwisata lewat film “Ulos Batak” 2009 lalu. Film itu juga mendapat penghargaan untuk Panorama pada Festival Internasional Film Asia-Afrika. Sementara di tahun yang sama film “Korban, Berkorban, dan Mengorbankan” yang mengangkat permasalahan polusi meraih nominasi 2009.

Terakhir KOFi 52 dipercaya menggarap video report kegiatan KKSP salah satu Yayasan yang konsern di bidang sosial di Meulaboh-NAD 2009 lalu dalam konsep semi dokumenter. “Ya untuk profit orientit kita terkendala legalitas. Makanya dalam kegiatannya KOFi 52 fokus pada edukasi keanggotaan. Kita sama-sama belajar. Sekalipun peralatannya masih sederhana dan pendanaan kita saweran,” tambah Andi.

Sekalipun bermarkas di kampus Institut Teknologi Medan (ITM) Jalan Gedung Arca Medan, KOFi 52 tidak membatasi keanggotaannya. Begitu juga sistem koordinasi yang tidak mengenal struktur baku seperti komunitas kebanyakan. Mereka pun disatukan dengan semangat, kemauan, dan ide-ide akan sebuah film berkualitas. “Siapa saja boleh gabung kok. Yang penting punya kemauan belajar, semangat berbuat, dan ide. Tinggal bilang dengan lainnya, kita langsung kumpul,” pungkasnya. (jul)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/