31.8 C
Medan
Saturday, May 18, 2024

UU Darurat era Kolonial Diberlakukan, Hongkongkers Semakin Marah

DAMAI: Ribuan warga Hongkong melakukan aksi damai dengan menggunakan masker sebagai bentuk protes kepada pemerintah terhadap pemberlakuan UU Darurat.

SUMUTPOS.CO – Unjuk rasa yang tak kunjung padam membuat pemerintah Hongkong memutar otak mencari cara agar bisa diredam. Teranyar, pemimpin Hongkong, Carrie Lam, menggunakan cara yang cukup mengejutkan yakni akan memberlakukan Undang-Undang Darurat Era Kolonial. Pemerintah melarang penggunaan masker atau topeng bagi warga Hongkong saat berada di area publik.

Ini dilakukan alam upaya menekan demonstrasi pro-demokrasi yang telah mengguncang Hongkong sejak Juni lalu. Bahkan, Hongkongers semakin marah setelah beberapa hari lalu seorang remaja terkena tembakan peluru tajam di dada dari jarak dekat. Saat terjadi bentrok, polisi terlihat menembakkan pistol ke arah remaja tersebut dan mengenai dada. Saat ini, remaja tersebut masih dalam perawatan.

Pemimpin Hongkong, Carrie Lam mengatakan bahwa larangan itu akan mulai berlaku pada Sabtu, 5 Oktober. Laporan mengatakan bahwa larangan tersebut diberlakukan pada tengah malam. Bagi siapa saja yang melanggar akan dikenai denda dan hukuman penjara satu tahun.

“Kekerasan telah menghancurkan Hongkong,” ungkap Lam seperti dilansir Al Jazeera terkait penerapan larangan tersebut. Lam menambahkan bahwa pelarangan masker atau topeng penutup wajah akan menjadi pencegah yang efektif karena pengunjuk rasa tak akan bisa menyembuyikan identitas mereka.

Tentu saja aturan tersebut membuat demonstran pro-demokrasi terpojok. Selama ini mereka memang menggunakan topeng atau masker untuk menyembunyikan identitas saat melakukan unjuk rasa. Artinya, dengan diberlakukannya larangan tersebut, para pengunjuk rasa bisa dikenali dan dengan mudah aparat keamanan mendata mereka. “Sudah saatnya demonstrasi dihentikan karena efeknya makin tak meng untungkan,” beber Lam.

Seperti diketahui, selama ini pengunjuk rasa telah menggunakan masker atau topeng dan dilengkapi dengan helm kuning. Mereka juga mengenakan kacamata dan respirator untuk melindungi diri dari gas air mata, peluru karet dan meriam air, dan untuk menyulitkan aparat keamanan mengenali mereka.

Meski Presiden Tiongkok Xi Jinping menegaskan bahwa Hongkong tetap milik Tiongkok, Hongkongers tetap melakukan unjuk rasa menuntut diberikan kebebasan untuk menentukan nasib sendiri.

Di satu sisi, larangan tersebut jelas membuat warga Hongkong pro-demokrasi semakin marah. Aktivis Hongkong, Joshua Wong, yang juga sekretaris jenderal partai pro-demokrasi Demosisto, mengatakan bahwa pelarangan penggunaan topeng menjadi awal dari lebih banyak penindasan yang akan dilakukan pemerintah.

“Penangkapan dan memburu yang sewenang-wenang, memperpanjang penahanan hingga 96 jam atau lebih, melarang akses internet, undang-undang darurat secara de facto memang itu yang sangat diharapkan pemerintah,” sebut Joshua di akun media sosial miliknya.

Sementara itu, warga Hongkong pada umumnya ternyata banyak yang tak setuju dengan pemberlakuan larangan memakai masker atau topeng saat berada di area publik. Sebagai bentuk protes akan diberlakukannya larangan tersebut, ribuan warga Hongkong melakukan unjuk rasa damai pada Jumat (4/10). Mereka sebagian besar adalah pekerja kantoran. (jpc/ram)

DAMAI: Ribuan warga Hongkong melakukan aksi damai dengan menggunakan masker sebagai bentuk protes kepada pemerintah terhadap pemberlakuan UU Darurat.

SUMUTPOS.CO – Unjuk rasa yang tak kunjung padam membuat pemerintah Hongkong memutar otak mencari cara agar bisa diredam. Teranyar, pemimpin Hongkong, Carrie Lam, menggunakan cara yang cukup mengejutkan yakni akan memberlakukan Undang-Undang Darurat Era Kolonial. Pemerintah melarang penggunaan masker atau topeng bagi warga Hongkong saat berada di area publik.

Ini dilakukan alam upaya menekan demonstrasi pro-demokrasi yang telah mengguncang Hongkong sejak Juni lalu. Bahkan, Hongkongers semakin marah setelah beberapa hari lalu seorang remaja terkena tembakan peluru tajam di dada dari jarak dekat. Saat terjadi bentrok, polisi terlihat menembakkan pistol ke arah remaja tersebut dan mengenai dada. Saat ini, remaja tersebut masih dalam perawatan.

Pemimpin Hongkong, Carrie Lam mengatakan bahwa larangan itu akan mulai berlaku pada Sabtu, 5 Oktober. Laporan mengatakan bahwa larangan tersebut diberlakukan pada tengah malam. Bagi siapa saja yang melanggar akan dikenai denda dan hukuman penjara satu tahun.

“Kekerasan telah menghancurkan Hongkong,” ungkap Lam seperti dilansir Al Jazeera terkait penerapan larangan tersebut. Lam menambahkan bahwa pelarangan masker atau topeng penutup wajah akan menjadi pencegah yang efektif karena pengunjuk rasa tak akan bisa menyembuyikan identitas mereka.

Tentu saja aturan tersebut membuat demonstran pro-demokrasi terpojok. Selama ini mereka memang menggunakan topeng atau masker untuk menyembunyikan identitas saat melakukan unjuk rasa. Artinya, dengan diberlakukannya larangan tersebut, para pengunjuk rasa bisa dikenali dan dengan mudah aparat keamanan mendata mereka. “Sudah saatnya demonstrasi dihentikan karena efeknya makin tak meng untungkan,” beber Lam.

Seperti diketahui, selama ini pengunjuk rasa telah menggunakan masker atau topeng dan dilengkapi dengan helm kuning. Mereka juga mengenakan kacamata dan respirator untuk melindungi diri dari gas air mata, peluru karet dan meriam air, dan untuk menyulitkan aparat keamanan mengenali mereka.

Meski Presiden Tiongkok Xi Jinping menegaskan bahwa Hongkong tetap milik Tiongkok, Hongkongers tetap melakukan unjuk rasa menuntut diberikan kebebasan untuk menentukan nasib sendiri.

Di satu sisi, larangan tersebut jelas membuat warga Hongkong pro-demokrasi semakin marah. Aktivis Hongkong, Joshua Wong, yang juga sekretaris jenderal partai pro-demokrasi Demosisto, mengatakan bahwa pelarangan penggunaan topeng menjadi awal dari lebih banyak penindasan yang akan dilakukan pemerintah.

“Penangkapan dan memburu yang sewenang-wenang, memperpanjang penahanan hingga 96 jam atau lebih, melarang akses internet, undang-undang darurat secara de facto memang itu yang sangat diharapkan pemerintah,” sebut Joshua di akun media sosial miliknya.

Sementara itu, warga Hongkong pada umumnya ternyata banyak yang tak setuju dengan pemberlakuan larangan memakai masker atau topeng saat berada di area publik. Sebagai bentuk protes akan diberlakukannya larangan tersebut, ribuan warga Hongkong melakukan unjuk rasa damai pada Jumat (4/10). Mereka sebagian besar adalah pekerja kantoran. (jpc/ram)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/