33.9 C
Medan
Friday, May 10, 2024

Hasil Sementara Pilpres Amerika, Biden Unggul vs Trump

SUMUTPOS.CO – Penghitungan suara Pemilu presiden Amerika Serikat (Pilpres AS) 2020 belum menunjukkan hasil final. Hingga Rabu (4/11) malam, belum diketahui siapa pemenang pilpres, apakah petahana Donald Trump (Partai Republik) atau Joe Biden (Partai Demokrat). Namun perhitungan sementara, Joe Biden unggul dari rivalnya Donald Trump, berdasarkan suara populer maupun elektoral. Suara elektoral berbeda 25.

MELANSIR Associated Press (AP), hingga Rabu (4/11) pukul 21.37 WIB, Joe Biden masih unggul dengan suara populer sebanyak 69,59 juta (50,1 persen) dan suara elektoral sebanyak 238. Rivalnya Donald Trump hanya berhasil meraup suara populer sebesar 67,1 juta (48.3 persen) suara dan suara elektoral sebanyak 213 suara.

Guna memastikan diri menjadi Presiden AS selanjutnya, baik Biden maupun Trump membutuhkan 270 electoral votes. Biden membutuhkan tambahan 32 electoral votes, sementara itu Donald Trump harus mendapatkan 57 tambahan electoral votes, guna memastikan diri tetap mempertahankan posisinya sebagai Presiden AS.

Saat berita ini ditulis, sebanyak 451 electoral votes sudah terkumpul di mana sebanyak 136,7 juta suara telah masuk dalam perhitungan. Dari total 538 electoral votes, tersisa 87 electoral votes yang belum masuk dalam perhitungan, di mana electoral votes ini akan menentukan siapa Presiden AS ke-46 selanjutnya.

Pencoblosan sendiri dimulai Selasa (3/11) pagi waktu setempat. Namun karena banyaknya suara yang masuk melalui surat pos pada Pilpres AS kali ini, beberapa hasil negara bagian belum bisa terlihat hingga beberapa hari bahkan minggu ke depan. Lebih dari 100 juta penduduk Amerika memberikan suaranya pada Pilpres lebih dini yang menjadi rekor jumlah partisipan pada pemilu di AS.

Sementara 9 negara bagian yang belum selesai penghitungan suara adalah Alaska, Arizona, Georgia, Maine, Michigan, Nevada, North Carolina, Pennsylvania, dan Wisconsin. Dan seiring makin banyaknya kertas suara berdatangan, persaingan menjadi sengit.

Perlu diingat, sistem pemilu AS bukanlah seperti yang ada di Indonesia yang berbasis pada prinsip one man one vote. Sistem one man one vote membuat setiap suara yang diberikan dihitung.

Misal dalam sebuah pemilihan umum di wilayah yang menganut sistem suara mayoritas ada dua kandidat yang sedang bertanding merebutkan jabatan eksekutif. Sebut saja A dan B. Jika 51% warga wilayah tersebut memilih A, maka A akan didapuk sebagai pimpinan eksekutif di wilayah tersebut.

Di AS tidak demikian, karena menggunakan sistem yang dikenal dengan nama electoral college. Saat pemilu, warga AS tak langsung memilih presiden melainkan memilih para elektor yang nantinya bakal memilih presiden.

Elektor ini adalah orang-orang yang diutus partai dalam kasus AS ada Partai Demokrat dan Partai Republik. Elektor akan berjumlah sama dengan anggota kongres yaitu 538. Sebanyak 438 mencerminkan jumlah anggota majelis rendah atau House of Representative (House) dan sisanya mencerminkan jumlah anggota senat.

Ada 50 negara bagian di AS yang jumlah penduduknya tidak sama dan tidak tersebar secara merata. Oleh karena itu ada semacam kuota atau jatah elektor di masing-masing negara bagian.

Banyak atau sedikitnya elektor ini disesuaikan dengan ukuran populasi di setiap negara bagian. Misal California yang penduduknya paling padat mendapat jatah elektor terbesar sebanyak 55 elektor disusul Texas sebanyak 38 elektor.

Sistem pemilu AS juga menggunakan pendekatan winner takes all. Artinya, apabila salah satu partai memenangkan suara sebesar 51% maka suara partai lain akan diklaim sebagai suara partai yang menang secara keseluruhan.

Ilustrasi sederhananya, untuk kasus AS California memiliki total penduduk sebanyak 41 juta jiwa. Jatah elektor untuk negara bagian ini ada 55 orang. Dalam pemilu kali ini ada 18 juta orang yang berpartisipasi.

Sebanyak 52% warga California yang ikut pemilu memilih Biden dan sisanya memilih Trump. Nah, yang dihitung untuk kalkulasi penentuan pemenang di negara bagian ini bukanlah suara 9,18 juta masyarakat tadi melainkan suara elektoral lah yang dihitung.

Artinya, Biden telah mengamankan 55 suara atau setara dengan 20% dari targetnya untuk menang meraup suara elektor sebanyak 270.

Kontestasi politik semakin dinamis dan tak mudah diprediksi, karena ada negara bagian yang tidak secara konsisten berpihak pada salah satu partai. Negara-negara bagian ini disebut swing state dan menjadi sasaran kampanye para kandidat karena di sinilah lokasi perang sesungguhnya terjadi (battleground).

Untuk tahun 2020, setidaknya ada 14 negara bagian yang menyumbang 30% suara pemilu yang termasuk ke dalam kategori swing state. Sembilan negara bagian tersebut saat ini masih dalam cengkeraman Trump sementara sisanya berada di tangan Biden.

Trump untuk sementara menguasai Pennsylvania dan Wisconsin dengan perolehan suara populer masing-masing sebanyak 57% dan 52%. Namun belum semua suara terhitung.

Negara bagian lain yang tergolong swing state masih abu-abu ada Georgia, Pennsylvania, Wisconsin, Michigan dan North Carolina. Secara rata-rata suara terkumpul di negara-negara bagian swing state sudah mencapai angka 85%. Namun tetap penghitungan belum benar-benar selesai.

Suara Mayoritas

Jika tidak ada kandidat yang memperoleh mayoritas suara elektoral karena perselisihan yang belum terselesaikan di negara bagian tertentu, Dewan Perwakilan Rakyat yang baru terpilih akan memutuskan siapa yang akan menjadi presiden paling lambat 6 Januari, sebagaimana yang ditetapkan dalam Konstitusi AS. Namun keadaan ini terakhir kali ini terjadi pada abad ke-19.

Jika tidak ada presiden yang diputuskan pada hari pelantikan pada 20 Januari, akan ada orang yang menjadi penjabat presiden. Orang tersebut bisa berupa wakil presiden yang telah terpilih atau Ketua DPR. Namun ini juga tergantung pada apakah senat telah berhasil memilih wakil presiden sebelum Januari 20.

Kemungkinan lain yang juga bisa terjadi adalah Trump menolak untuk menerima hasil pemilu jika dia kalah. Menanggapi komentar Trump pada bulan September yang menyatakan bahwa “Kita lihat nanti apa yang terjadi,” para senator dengan suara bulat mengeluarkan resolusi yang menjamin berlangsungnya transisi kekuasaan secara damai.

Banyak pengamat berharap bahwa hasil pemilu akan cukup jelas. “Saya secara umum optimis bahwa kita akan membuat hal ini berhasil karena minat pada pemilu sangat tinggi,” pungkas Goldenberg.

Saling Klaim Menang

Calon presiden dari Partai Demokrat, Joe Biden, telah menyampaikan pidato singkat terkait hasil pilpres Amerika Serikat. Dalam pidatonya, Biden mengungkapkan optimismenya akan memenangi pilpres.

Joe Biden, dalam pidato di hadapan para pendukungnya di Delaware, mengatakan “tahun ini akan berjalan panjang. Tapi siapa tahu kita bisa bertarung mungkin sampai besok pagi, mungkin lebih lama!”cetus Biden.

“Ini belum selesai sampai semua suara, semua kertas suara dihitung,” katanya dan menyebutkan bahwa “ia berada dalam jalur untuk menang.”

Donald Trump, 74 tahun, berusaha keras agar tidak menjadi presiden petahana pertama yang gagal memenangkan periode kedua sejak George HW Bush pada 1992. Ia menyampaikan pidato terkait hasil Pilpres Amerika. Ia menyatakan hal tersebut di Gedung Putih. “Kita sudah bersiap memenangkan pemilu ini. Dan sebenarnya, kami memang sempat memenangkan pemilu ini,” kata Trump dilansir CNN.

Ia mengklaim memenangkan jutaan suara dari masyarakat AS. Kemudian ia menjabarkan sejumlah negara bagian yang sudah dimenangkan sejauh ini.

Donald Trump juga menyinggung soal kecurangan pemilu dan akan menggugatnya ke Mahkamah Agung.

Saat ditanya mengenai rencananya, Trump mengaku belum punya persiapan. “Tidak, saya belum memikirkan pidato kekalahan atau pidato penerimaan. Mudah-mudahan kita hanya akan melakukan salah satu dari dua itu dan, Anda tahu, menang itu mudah, kalah tidak pernah mudah. Bukan untuk saya, bukan untuk saya,” ujar Trump.

Di sisi lain, Joe Biden, capres dari Partai Demokrat, mengaku dirinya “penuh harapan”. Akan tetapi, Biden tidak mau menjabarkan rencananya jika hasil tidak diumumkan pada 3 November.

“Ada begitu banyak hak yang berlangsung saat ini…Kita lihat nanti,” kata Biden.

“Jika ada sesuatu untuk dibicarakan mengenai malam ini, saya akan berbicara. Jika tidak, saya akan menunggu sampai kertas suara dihitung keesokan hari,” lanjutnya.

Pilpres kali ini cukup berbeda dengan empat tahun lalu. Tidak sampai 24 jam setelah pencoblosan dilakukan pada waktu itu pemenang sudah bisa diketahui. Trump yang menjadi pemenang bahkan langsung memberikan pernyataan pada dini hari waktu pemilihan.

Pada waktu itu, Trump memenangkan suara di 29 negara bagian. Ia meraih sebanyak 288 suara electoral.

Lawan Trump kala itu, Hillary Clinton berhasil menang di 18 negara bagian dengan hanya memeroleh 215 suara electoral.

Setelah maraton berkampanye selama beberapa hari menjelang pemilihan presiden, Trump kembali ke Gedung Putih; sementara Biden ke Scranton, Pennsylvania, rumah masa kecilnya dan juga basis Partai Demokrat di Philadelphia. (kps/lp6/bbc/bs/voa/cnn/cnbc)

SUMUTPOS.CO – Penghitungan suara Pemilu presiden Amerika Serikat (Pilpres AS) 2020 belum menunjukkan hasil final. Hingga Rabu (4/11) malam, belum diketahui siapa pemenang pilpres, apakah petahana Donald Trump (Partai Republik) atau Joe Biden (Partai Demokrat). Namun perhitungan sementara, Joe Biden unggul dari rivalnya Donald Trump, berdasarkan suara populer maupun elektoral. Suara elektoral berbeda 25.

MELANSIR Associated Press (AP), hingga Rabu (4/11) pukul 21.37 WIB, Joe Biden masih unggul dengan suara populer sebanyak 69,59 juta (50,1 persen) dan suara elektoral sebanyak 238. Rivalnya Donald Trump hanya berhasil meraup suara populer sebesar 67,1 juta (48.3 persen) suara dan suara elektoral sebanyak 213 suara.

Guna memastikan diri menjadi Presiden AS selanjutnya, baik Biden maupun Trump membutuhkan 270 electoral votes. Biden membutuhkan tambahan 32 electoral votes, sementara itu Donald Trump harus mendapatkan 57 tambahan electoral votes, guna memastikan diri tetap mempertahankan posisinya sebagai Presiden AS.

Saat berita ini ditulis, sebanyak 451 electoral votes sudah terkumpul di mana sebanyak 136,7 juta suara telah masuk dalam perhitungan. Dari total 538 electoral votes, tersisa 87 electoral votes yang belum masuk dalam perhitungan, di mana electoral votes ini akan menentukan siapa Presiden AS ke-46 selanjutnya.

Pencoblosan sendiri dimulai Selasa (3/11) pagi waktu setempat. Namun karena banyaknya suara yang masuk melalui surat pos pada Pilpres AS kali ini, beberapa hasil negara bagian belum bisa terlihat hingga beberapa hari bahkan minggu ke depan. Lebih dari 100 juta penduduk Amerika memberikan suaranya pada Pilpres lebih dini yang menjadi rekor jumlah partisipan pada pemilu di AS.

Sementara 9 negara bagian yang belum selesai penghitungan suara adalah Alaska, Arizona, Georgia, Maine, Michigan, Nevada, North Carolina, Pennsylvania, dan Wisconsin. Dan seiring makin banyaknya kertas suara berdatangan, persaingan menjadi sengit.

Perlu diingat, sistem pemilu AS bukanlah seperti yang ada di Indonesia yang berbasis pada prinsip one man one vote. Sistem one man one vote membuat setiap suara yang diberikan dihitung.

Misal dalam sebuah pemilihan umum di wilayah yang menganut sistem suara mayoritas ada dua kandidat yang sedang bertanding merebutkan jabatan eksekutif. Sebut saja A dan B. Jika 51% warga wilayah tersebut memilih A, maka A akan didapuk sebagai pimpinan eksekutif di wilayah tersebut.

Di AS tidak demikian, karena menggunakan sistem yang dikenal dengan nama electoral college. Saat pemilu, warga AS tak langsung memilih presiden melainkan memilih para elektor yang nantinya bakal memilih presiden.

Elektor ini adalah orang-orang yang diutus partai dalam kasus AS ada Partai Demokrat dan Partai Republik. Elektor akan berjumlah sama dengan anggota kongres yaitu 538. Sebanyak 438 mencerminkan jumlah anggota majelis rendah atau House of Representative (House) dan sisanya mencerminkan jumlah anggota senat.

Ada 50 negara bagian di AS yang jumlah penduduknya tidak sama dan tidak tersebar secara merata. Oleh karena itu ada semacam kuota atau jatah elektor di masing-masing negara bagian.

Banyak atau sedikitnya elektor ini disesuaikan dengan ukuran populasi di setiap negara bagian. Misal California yang penduduknya paling padat mendapat jatah elektor terbesar sebanyak 55 elektor disusul Texas sebanyak 38 elektor.

Sistem pemilu AS juga menggunakan pendekatan winner takes all. Artinya, apabila salah satu partai memenangkan suara sebesar 51% maka suara partai lain akan diklaim sebagai suara partai yang menang secara keseluruhan.

Ilustrasi sederhananya, untuk kasus AS California memiliki total penduduk sebanyak 41 juta jiwa. Jatah elektor untuk negara bagian ini ada 55 orang. Dalam pemilu kali ini ada 18 juta orang yang berpartisipasi.

Sebanyak 52% warga California yang ikut pemilu memilih Biden dan sisanya memilih Trump. Nah, yang dihitung untuk kalkulasi penentuan pemenang di negara bagian ini bukanlah suara 9,18 juta masyarakat tadi melainkan suara elektoral lah yang dihitung.

Artinya, Biden telah mengamankan 55 suara atau setara dengan 20% dari targetnya untuk menang meraup suara elektor sebanyak 270.

Kontestasi politik semakin dinamis dan tak mudah diprediksi, karena ada negara bagian yang tidak secara konsisten berpihak pada salah satu partai. Negara-negara bagian ini disebut swing state dan menjadi sasaran kampanye para kandidat karena di sinilah lokasi perang sesungguhnya terjadi (battleground).

Untuk tahun 2020, setidaknya ada 14 negara bagian yang menyumbang 30% suara pemilu yang termasuk ke dalam kategori swing state. Sembilan negara bagian tersebut saat ini masih dalam cengkeraman Trump sementara sisanya berada di tangan Biden.

Trump untuk sementara menguasai Pennsylvania dan Wisconsin dengan perolehan suara populer masing-masing sebanyak 57% dan 52%. Namun belum semua suara terhitung.

Negara bagian lain yang tergolong swing state masih abu-abu ada Georgia, Pennsylvania, Wisconsin, Michigan dan North Carolina. Secara rata-rata suara terkumpul di negara-negara bagian swing state sudah mencapai angka 85%. Namun tetap penghitungan belum benar-benar selesai.

Suara Mayoritas

Jika tidak ada kandidat yang memperoleh mayoritas suara elektoral karena perselisihan yang belum terselesaikan di negara bagian tertentu, Dewan Perwakilan Rakyat yang baru terpilih akan memutuskan siapa yang akan menjadi presiden paling lambat 6 Januari, sebagaimana yang ditetapkan dalam Konstitusi AS. Namun keadaan ini terakhir kali ini terjadi pada abad ke-19.

Jika tidak ada presiden yang diputuskan pada hari pelantikan pada 20 Januari, akan ada orang yang menjadi penjabat presiden. Orang tersebut bisa berupa wakil presiden yang telah terpilih atau Ketua DPR. Namun ini juga tergantung pada apakah senat telah berhasil memilih wakil presiden sebelum Januari 20.

Kemungkinan lain yang juga bisa terjadi adalah Trump menolak untuk menerima hasil pemilu jika dia kalah. Menanggapi komentar Trump pada bulan September yang menyatakan bahwa “Kita lihat nanti apa yang terjadi,” para senator dengan suara bulat mengeluarkan resolusi yang menjamin berlangsungnya transisi kekuasaan secara damai.

Banyak pengamat berharap bahwa hasil pemilu akan cukup jelas. “Saya secara umum optimis bahwa kita akan membuat hal ini berhasil karena minat pada pemilu sangat tinggi,” pungkas Goldenberg.

Saling Klaim Menang

Calon presiden dari Partai Demokrat, Joe Biden, telah menyampaikan pidato singkat terkait hasil pilpres Amerika Serikat. Dalam pidatonya, Biden mengungkapkan optimismenya akan memenangi pilpres.

Joe Biden, dalam pidato di hadapan para pendukungnya di Delaware, mengatakan “tahun ini akan berjalan panjang. Tapi siapa tahu kita bisa bertarung mungkin sampai besok pagi, mungkin lebih lama!”cetus Biden.

“Ini belum selesai sampai semua suara, semua kertas suara dihitung,” katanya dan menyebutkan bahwa “ia berada dalam jalur untuk menang.”

Donald Trump, 74 tahun, berusaha keras agar tidak menjadi presiden petahana pertama yang gagal memenangkan periode kedua sejak George HW Bush pada 1992. Ia menyampaikan pidato terkait hasil Pilpres Amerika. Ia menyatakan hal tersebut di Gedung Putih. “Kita sudah bersiap memenangkan pemilu ini. Dan sebenarnya, kami memang sempat memenangkan pemilu ini,” kata Trump dilansir CNN.

Ia mengklaim memenangkan jutaan suara dari masyarakat AS. Kemudian ia menjabarkan sejumlah negara bagian yang sudah dimenangkan sejauh ini.

Donald Trump juga menyinggung soal kecurangan pemilu dan akan menggugatnya ke Mahkamah Agung.

Saat ditanya mengenai rencananya, Trump mengaku belum punya persiapan. “Tidak, saya belum memikirkan pidato kekalahan atau pidato penerimaan. Mudah-mudahan kita hanya akan melakukan salah satu dari dua itu dan, Anda tahu, menang itu mudah, kalah tidak pernah mudah. Bukan untuk saya, bukan untuk saya,” ujar Trump.

Di sisi lain, Joe Biden, capres dari Partai Demokrat, mengaku dirinya “penuh harapan”. Akan tetapi, Biden tidak mau menjabarkan rencananya jika hasil tidak diumumkan pada 3 November.

“Ada begitu banyak hak yang berlangsung saat ini…Kita lihat nanti,” kata Biden.

“Jika ada sesuatu untuk dibicarakan mengenai malam ini, saya akan berbicara. Jika tidak, saya akan menunggu sampai kertas suara dihitung keesokan hari,” lanjutnya.

Pilpres kali ini cukup berbeda dengan empat tahun lalu. Tidak sampai 24 jam setelah pencoblosan dilakukan pada waktu itu pemenang sudah bisa diketahui. Trump yang menjadi pemenang bahkan langsung memberikan pernyataan pada dini hari waktu pemilihan.

Pada waktu itu, Trump memenangkan suara di 29 negara bagian. Ia meraih sebanyak 288 suara electoral.

Lawan Trump kala itu, Hillary Clinton berhasil menang di 18 negara bagian dengan hanya memeroleh 215 suara electoral.

Setelah maraton berkampanye selama beberapa hari menjelang pemilihan presiden, Trump kembali ke Gedung Putih; sementara Biden ke Scranton, Pennsylvania, rumah masa kecilnya dan juga basis Partai Demokrat di Philadelphia. (kps/lp6/bbc/bs/voa/cnn/cnbc)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/