30 C
Medan
Thursday, May 16, 2024

Museum Alkitab yang Kontroversial Dibuka di Washington

Green mengatakan museum itu bersedia mengembalikan artefak tersebut ke negara asal mereka.

“Jika ada artefak apapun milik kita yang diklaim mereka, itu tidak apa-apa,” ujarnya.

Steve Green adalah Presiden Hobby Lobby, pengecer benda seni dan kerajinan tangan terbesar di dunia, yang didirikan oleh ayahnya. Pada tahun 2014, dengan alasan agama, perusahaan itu memenangkan sebuah kasus di Mahkamah Agung untuk menolak penggunaan kontrasepsi bagi pekerja di perusahaan-perusahaan milik keluarga itu.

“Sulit bagi kita – sebagai keluarga – untuk berupaya menyembunyikan apa yang kita percaya. Kami yakin kitab ini benar sebagaimana diklaim. Tetapi peran kita di sini adalah untuk menyajikan fakta-fakta tentang kitab Injil dalam tampilan yang lebih jurnalistik,” jelasnya.

Tetapi hal ini dipertanyakan, ujar John Fea, seorang penganut Kristen-Evangelis liberal yang juga ketua departemen sejarah di Messiah College di Pennsylvania.

John mengatakan, “Sebesar apapun mereka ingin bersikap netral dan memberi tujuan keberadaan kitab Injil, akan sangat sulit untuk menyajikan/ mempresentasikan kitab Injil dengan cara itu, karena kitab Injil senantiasa seolah-olah tertutup dan begitu terkait dengan tradisi keagamaan tertentu dan cara mereka menafsirkannya.”

Profesor Jacques Berlinerbrau di Universitas Georgetown yang juga seorang Yahudi, yakin museum itu memiliki agenda terselubung. Berlinerbrau memimpin program Peradaban Yahudi di universitas itu.

“Gagasan bahwa museum itu tidak bermaksud mengubah keyakinan orang untuk membaca kitab tentang Tuhan, atau Yesus Kristus, benar-benar tidak masuk akal,” ujarnya.

John Fea juga melihat ada agenda terselubung di balik keputusan untuk menempatkan museum itu ibukota Amerika.

“Sulit melihat museum ini sebagai sesuatu yang lain selain upaya menyajikan nilai-nilai Kristiani dan ajaran kitab Injil sebagaimana dipahami penganut agama Kriste Protestan Evangelis seperti Green, ke pusat kehidupan politik dan kebudayaan warga Amerika,” ungkap John.

Pejabat-pejabat Museum of the Bible menyambut baik skeptimisme itu dan mengajak orang untuk datang ke museum itu dan menilai sendiri makna museum itu bagi mereka. (voa)

Green mengatakan museum itu bersedia mengembalikan artefak tersebut ke negara asal mereka.

“Jika ada artefak apapun milik kita yang diklaim mereka, itu tidak apa-apa,” ujarnya.

Steve Green adalah Presiden Hobby Lobby, pengecer benda seni dan kerajinan tangan terbesar di dunia, yang didirikan oleh ayahnya. Pada tahun 2014, dengan alasan agama, perusahaan itu memenangkan sebuah kasus di Mahkamah Agung untuk menolak penggunaan kontrasepsi bagi pekerja di perusahaan-perusahaan milik keluarga itu.

“Sulit bagi kita – sebagai keluarga – untuk berupaya menyembunyikan apa yang kita percaya. Kami yakin kitab ini benar sebagaimana diklaim. Tetapi peran kita di sini adalah untuk menyajikan fakta-fakta tentang kitab Injil dalam tampilan yang lebih jurnalistik,” jelasnya.

Tetapi hal ini dipertanyakan, ujar John Fea, seorang penganut Kristen-Evangelis liberal yang juga ketua departemen sejarah di Messiah College di Pennsylvania.

John mengatakan, “Sebesar apapun mereka ingin bersikap netral dan memberi tujuan keberadaan kitab Injil, akan sangat sulit untuk menyajikan/ mempresentasikan kitab Injil dengan cara itu, karena kitab Injil senantiasa seolah-olah tertutup dan begitu terkait dengan tradisi keagamaan tertentu dan cara mereka menafsirkannya.”

Profesor Jacques Berlinerbrau di Universitas Georgetown yang juga seorang Yahudi, yakin museum itu memiliki agenda terselubung. Berlinerbrau memimpin program Peradaban Yahudi di universitas itu.

“Gagasan bahwa museum itu tidak bermaksud mengubah keyakinan orang untuk membaca kitab tentang Tuhan, atau Yesus Kristus, benar-benar tidak masuk akal,” ujarnya.

John Fea juga melihat ada agenda terselubung di balik keputusan untuk menempatkan museum itu ibukota Amerika.

“Sulit melihat museum ini sebagai sesuatu yang lain selain upaya menyajikan nilai-nilai Kristiani dan ajaran kitab Injil sebagaimana dipahami penganut agama Kriste Protestan Evangelis seperti Green, ke pusat kehidupan politik dan kebudayaan warga Amerika,” ungkap John.

Pejabat-pejabat Museum of the Bible menyambut baik skeptimisme itu dan mengajak orang untuk datang ke museum itu dan menilai sendiri makna museum itu bagi mereka. (voa)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/