28.9 C
Medan
Tuesday, May 21, 2024

Super Moon Tertutup Awan

Tadi malam, dia bersama tiga anaknya sejak pukul 19.30 WIB sudah berada di teras rumah sambil memandang ke arah langit. Bahkan, acara makan malam yang biasa digelar di ruang makan terpaksa dipindah ke teras demi menyaksikan gerhana bulan. Namun gerhana yang diidamkannya tak kunjung kelihatan karena tertutup awan.

Senada, warga lainnya, Sri Nanny yang bermukim di Kecamatan Galang, juga kecewa karena tak bisa menyaksikan gerhana bulan total. Acara makan malam yang dilakukanya di sebuah cafe, demi melihat gernaha bulan, terpaksa gagal. “Pulanglah, tak nampak pun bulannya. Lebih baik kembali ke rumah, tidur. Besok mau kerja. Bulannya pun tak kelihatan,” cetus wanita yang bekerja di RSU Lubukpakam itu.

Sementara, meski sedikit kecewa, namun warga Kabupaten Karo tetap antusias menyambut fenomena alam super blue blood moon. Dari pukul 20.00 WIB, warga Kota Kabanjahe, Berastagi maupun  desa-desa yang tersebar di Bumi Turang beramai-ramai keluar rumah untuk menyaksikan fenomena alam yang terjadi 152 tahun sekali itu.  Namun sayang, penantian warga terhalang oleh kondisi cuaca yang berawan. Alhasil, bulan yang sudah mulai memerah tak terlihat sempurna dan leboh sering tertutup awan.

Hanya seperempat dari permukaan bulan saja yang terlihat. Itu pun hanya dalam durasi sekitar 10 detik. Karena tak telihat dengan jelas, sebagian warga lebih memilih menonton gerhana bulan ini melalui stasion televisi swasta yang menayangkan live dari satelit Nasa. “Sayang kali cuaca buruk sehingga gerhana bulan tak terlihat sempurna. Hanya sebagian permukaan bulan saja yang tampak, warnanya merah, cantik kali,” kata Firdaus Ginting, salah seorang warga Desa Pertumbuken, Kecamatan Barusjahe yang turut keluar rumah untuk menyaksikan fenomena alam yang langka ini.

“Meski sedikit kecewa, tapi saya dan teman-teman masih berayukur karena masih diberi kesempatan untuk melihat gerhana bulan ini. Karena ga semua manusia bisa menyaksikan peristiwa ini,” tambah Moko, juga warga yang sama.

Karena terhalang cuaca, warga lebih memilih menyaksikan gerhana bulan tersebut di televisi. “Bulan terlihat lebih jelas lagi di televisi,” ujar Firdaus. Warga beharap, gerhana bulan ini menjadi tanda baik bagi Indonesia. “Semoga tak ada bencana apa pun di balik gerhana bulan ini. Ini doa dan harapan kami,” tandas Firdaus. (ain/ris/deo/ian/btr/dvs/adz)

Tadi malam, dia bersama tiga anaknya sejak pukul 19.30 WIB sudah berada di teras rumah sambil memandang ke arah langit. Bahkan, acara makan malam yang biasa digelar di ruang makan terpaksa dipindah ke teras demi menyaksikan gerhana bulan. Namun gerhana yang diidamkannya tak kunjung kelihatan karena tertutup awan.

Senada, warga lainnya, Sri Nanny yang bermukim di Kecamatan Galang, juga kecewa karena tak bisa menyaksikan gerhana bulan total. Acara makan malam yang dilakukanya di sebuah cafe, demi melihat gernaha bulan, terpaksa gagal. “Pulanglah, tak nampak pun bulannya. Lebih baik kembali ke rumah, tidur. Besok mau kerja. Bulannya pun tak kelihatan,” cetus wanita yang bekerja di RSU Lubukpakam itu.

Sementara, meski sedikit kecewa, namun warga Kabupaten Karo tetap antusias menyambut fenomena alam super blue blood moon. Dari pukul 20.00 WIB, warga Kota Kabanjahe, Berastagi maupun  desa-desa yang tersebar di Bumi Turang beramai-ramai keluar rumah untuk menyaksikan fenomena alam yang terjadi 152 tahun sekali itu.  Namun sayang, penantian warga terhalang oleh kondisi cuaca yang berawan. Alhasil, bulan yang sudah mulai memerah tak terlihat sempurna dan leboh sering tertutup awan.

Hanya seperempat dari permukaan bulan saja yang terlihat. Itu pun hanya dalam durasi sekitar 10 detik. Karena tak telihat dengan jelas, sebagian warga lebih memilih menonton gerhana bulan ini melalui stasion televisi swasta yang menayangkan live dari satelit Nasa. “Sayang kali cuaca buruk sehingga gerhana bulan tak terlihat sempurna. Hanya sebagian permukaan bulan saja yang tampak, warnanya merah, cantik kali,” kata Firdaus Ginting, salah seorang warga Desa Pertumbuken, Kecamatan Barusjahe yang turut keluar rumah untuk menyaksikan fenomena alam yang langka ini.

“Meski sedikit kecewa, tapi saya dan teman-teman masih berayukur karena masih diberi kesempatan untuk melihat gerhana bulan ini. Karena ga semua manusia bisa menyaksikan peristiwa ini,” tambah Moko, juga warga yang sama.

Karena terhalang cuaca, warga lebih memilih menyaksikan gerhana bulan tersebut di televisi. “Bulan terlihat lebih jelas lagi di televisi,” ujar Firdaus. Warga beharap, gerhana bulan ini menjadi tanda baik bagi Indonesia. “Semoga tak ada bencana apa pun di balik gerhana bulan ini. Ini doa dan harapan kami,” tandas Firdaus. (ain/ris/deo/ian/btr/dvs/adz)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/