30 C
Medan
Friday, May 17, 2024

Pasar Ikan yang Menjual Tekstil

Membicarakan perdagangan di Kota Medan, tak lepas dari sejarah induknya sendiri yaitu Sumatera Utara yang dulunya dikenal dengan nama Parijs Van Soematera. Pada dasarnya Parijs Van Soematera bukanlah sebuah nama yang menjadi julukan resmi dari suatu kota koloni Holland di Hindia Belanda. Tapi dahulu, nama ini memang pernah ada dan beredar sebagai sebuah kata-kata pujian untuk Soematra.

Sebuah kisah sejarah seringkali kabur dan hanya dipahami sebagai mitos disebabkan sedikitnya sumber-sumber yang menceritakan tentang sejarah tersebut. Perlu diketahui Parijs Van Soematera sesungguhnya adalah sebuah kisah masa lalu yang unik. Ia merupakan satu wakil sejarah dari zaman kolonial Hollandia di nusantara yang luas.

Pasar Tradisional di Kota Medan

Orang-orang Holland dianggap sebagai pencetus nama Parijs Van Soematera. Pencapaian Holland lebih condong pada ukuran ekonomi dengan nilai gulden hingga angka jutaan ditambah popularitas tembakaunya yang mendunia.

Adalah Sultan Deli yaitu Makmun Perkasa Alam yang pertama kali mengetahui masa depan kota Medan. Beliau melihat perkembangan Medan begitu pesat. Lalu ia menggunakan posisi kesultanannya untuk memperluas usaha dan menghidupkan aktifitas ekonomi di Kota Medan.

Akhirnya pada Tahun 1891 Masehi Sultan Makmum Perkasa Alam pindah ke Medan dan menempati istana baru (sekarang Istana Maimoon). Dari kepindahannya ini, Medan kemudian menjadi ramai dengan berbagai ritme perdagangan, bisnis dan urusan-urusan pemerintahan.

Selanjutnya Medan pun berkembang menjadi pusat perdagangan dimana didirikannya pasar-pasar tradisional yang tersebar di seluruh luas wilayahnya. Sampai sejauh ini lebih kurang ada 54 pasar tradisional di Medan yang pengelolaannya dibawah Perusahaan Daerah (PD) Pasar Kota Medan.

Hanya saja pengelolaan dan pengawasan pasar-pasar tersebut kurang baik. Bisa dilihat dari minimnya sarana parkir, pedagang yang bebas membuka lapak dagangan hingga menyentuh badan jalan sampai kurangnya penanggulangan terhadap sampah dan limbah.

Salah satu Pasar tradisional yang akan dibahas disini adalah Pasar Ikan Lama atau lebih dikenal Pajak Ikan Lama yang berada di jantung Kota Medan tak jauh dari kawasan Kesawan (pusat perniagaan utama pada masa kejayaan Kesultanan Deli). Karena letaknya yang strategis itulah Pajak Ikan Lama menjadi ramai dikunjungi.

Tempat ini dibuka sejak Tahun 1890. Awalnya jual beli diprioritaskan hanya pada hasil laut yakni perdagangan ikan dari Belawan yang diangkut dengan tongkang melalui Sungai Deli dan sayur mayur serta daging. Sayangnya, pada 1933 peta perniagaan agak berubah. Pemerintah Belanda membangun pasar yang lebih besar dan modern yaitu Pasar Sentral (Pusat Pasar). Bersamaan dengan itu, Sungai Deli tak lagi bisa dilayari sehingga hasil laut dibawa menggunakan jalur darat. Ini berdampak pada barang dagangan di Pajak Ikan Lama. Pedagang tak lagi menjual hasil laut, sayur dan daging.

Barang dagangan di Pasar Ikan Lama berubah. Produk tekstil, seperti busana muslim, kerudung, batik, mulai mendominasi. Pedagang dari beragam etnik seperti keturunan Arab dan Tionghoa yang umumnya menjual tekstil bahan pakaian semakin mendominasi. Pajak Ikan Lama pun menjelma menjadi pusat produk tekstil terutama perangkat ibadah sampai sekarang. (far)

Membicarakan perdagangan di Kota Medan, tak lepas dari sejarah induknya sendiri yaitu Sumatera Utara yang dulunya dikenal dengan nama Parijs Van Soematera. Pada dasarnya Parijs Van Soematera bukanlah sebuah nama yang menjadi julukan resmi dari suatu kota koloni Holland di Hindia Belanda. Tapi dahulu, nama ini memang pernah ada dan beredar sebagai sebuah kata-kata pujian untuk Soematra.

Sebuah kisah sejarah seringkali kabur dan hanya dipahami sebagai mitos disebabkan sedikitnya sumber-sumber yang menceritakan tentang sejarah tersebut. Perlu diketahui Parijs Van Soematera sesungguhnya adalah sebuah kisah masa lalu yang unik. Ia merupakan satu wakil sejarah dari zaman kolonial Hollandia di nusantara yang luas.

Pasar Tradisional di Kota Medan

Orang-orang Holland dianggap sebagai pencetus nama Parijs Van Soematera. Pencapaian Holland lebih condong pada ukuran ekonomi dengan nilai gulden hingga angka jutaan ditambah popularitas tembakaunya yang mendunia.

Adalah Sultan Deli yaitu Makmun Perkasa Alam yang pertama kali mengetahui masa depan kota Medan. Beliau melihat perkembangan Medan begitu pesat. Lalu ia menggunakan posisi kesultanannya untuk memperluas usaha dan menghidupkan aktifitas ekonomi di Kota Medan.

Akhirnya pada Tahun 1891 Masehi Sultan Makmum Perkasa Alam pindah ke Medan dan menempati istana baru (sekarang Istana Maimoon). Dari kepindahannya ini, Medan kemudian menjadi ramai dengan berbagai ritme perdagangan, bisnis dan urusan-urusan pemerintahan.

Selanjutnya Medan pun berkembang menjadi pusat perdagangan dimana didirikannya pasar-pasar tradisional yang tersebar di seluruh luas wilayahnya. Sampai sejauh ini lebih kurang ada 54 pasar tradisional di Medan yang pengelolaannya dibawah Perusahaan Daerah (PD) Pasar Kota Medan.

Hanya saja pengelolaan dan pengawasan pasar-pasar tersebut kurang baik. Bisa dilihat dari minimnya sarana parkir, pedagang yang bebas membuka lapak dagangan hingga menyentuh badan jalan sampai kurangnya penanggulangan terhadap sampah dan limbah.

Salah satu Pasar tradisional yang akan dibahas disini adalah Pasar Ikan Lama atau lebih dikenal Pajak Ikan Lama yang berada di jantung Kota Medan tak jauh dari kawasan Kesawan (pusat perniagaan utama pada masa kejayaan Kesultanan Deli). Karena letaknya yang strategis itulah Pajak Ikan Lama menjadi ramai dikunjungi.

Tempat ini dibuka sejak Tahun 1890. Awalnya jual beli diprioritaskan hanya pada hasil laut yakni perdagangan ikan dari Belawan yang diangkut dengan tongkang melalui Sungai Deli dan sayur mayur serta daging. Sayangnya, pada 1933 peta perniagaan agak berubah. Pemerintah Belanda membangun pasar yang lebih besar dan modern yaitu Pasar Sentral (Pusat Pasar). Bersamaan dengan itu, Sungai Deli tak lagi bisa dilayari sehingga hasil laut dibawa menggunakan jalur darat. Ini berdampak pada barang dagangan di Pajak Ikan Lama. Pedagang tak lagi menjual hasil laut, sayur dan daging.

Barang dagangan di Pasar Ikan Lama berubah. Produk tekstil, seperti busana muslim, kerudung, batik, mulai mendominasi. Pedagang dari beragam etnik seperti keturunan Arab dan Tionghoa yang umumnya menjual tekstil bahan pakaian semakin mendominasi. Pajak Ikan Lama pun menjelma menjadi pusat produk tekstil terutama perangkat ibadah sampai sekarang. (far)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/