MEDAN, SUMUTPOS.CO – Tuntutan agar Hari Buruh Internasional (May Day) yang jatuh pada 1 Mei menjadi libur nasional telah dikabulkan pemerintah era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 24/2013. Sejak itu, seluruh kantor-kantor pemerintahan dan sejumlah perusahaan diliburkan setiap tanggal 1 Mei. Dengan begitu, tak ada lagi tempat mereka menyampaikan aspirasi saat melakukan aksi turun ke jalan.
Seperti pantauan Sumut Pos, Senin (1/5), konsentrasi aksi buruh di Kota Medan terpecah ke beberapa titik. Di antaranya ada di gedung DPRD Sumut Jalan Imam Bonjol dan Kantor Gubernur Sumut Jalan Dipenogoro, yang saat itu sedang kosong alias tidak ada aktivitas apapun karena hari libur.
Meski gedung wakil rakyat itu sedang kosong, ribuan buruh yang tergabung dalam Gerakan Rakyat Melawan (Geram) Sumut tetap berorasi menyampaikan beberapa tuntutannya. Diantaranya, soal pencabutan Peraturan Pemerintah Nomor 78 tahun 2015 tentang pengupahan. Mereka menganggap peraturan itu telah menindas kaum buruh.
Koordinator aksi, Amin Basri mengaku sudah melayangkan gugatan ke Mahkamah Konstitusi terkait pencabutan peraturan itu. “Kita mendesak pemerintah Jokowi-JK yang masih mempertahankan PP Nomor 78 agar segera mencabutnya,” kata Amin di sela aksi.
Selanjutnya, mereka menolak wacana pemerintah untuk merevisi UU 13 tahun 2003. Mereka meminta agar UU ini dihapuskan dan digantikan dengan UU yang mengabdikan untuk kesejahteraan buruh. Menurutnya, wacana revisi UU No 13 malah akan melegalkan PP No 78. “Kami juga meminta Gubernur Sumut Tengku Erry Nuradi menggunakan hak dekresi penetapan UMP mengacu pada SK Gubernur,” katanya.
Jika tuntutan itu tidak dipenuhi, buruh mengancam akan menurunkan massa yang lebih banyak. “Jika tidak, kita pastikan mahasiswa, buruh, dan petani akan bergerak,” pungkasnya.
Masih di seputar kawasan DPRD Sumut, aksi buruh yang terdiri dari kaum perempuan menuntut agar pemerintah memperhatikan mereka yang belum mendapat jaminan kesehatan. Pasalnya, mereka mengaku masih banyak buruh yang belum mendapatkan jaminan kesehatan dari perusahaan tempat mereka bekerja.
Seorang buruh perempuan, Jumarni (45), warga Tembung yang ikut dalam aksi itu mengatakan, selain penghapusan upah murah, pemerintah diminta mengawasi perusahaan yang tidak memberikan jaminan kesehatan kepada buruhnya. “Saya sudah tujuh tahun menjadi buruh, namun sampai saat ini jaminan kesehatan tidak ada diberikan oleh perusahaan kami,” terang di sela-sela aksi.
Begitu juga di Kantor Gubernur Sumut. Kantor orang nomor satu di Sumut itu juga kosong, hanya beberapa Satpol PP yang bertugas menjaga gedung. Meski begitu, Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Sumut dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Medan tetap menggelar orasi di Kantor Gubernur Sumut. Ketua FSPMI, Willy Agus Utomo menyampaikan sindiran kalau peringatan Hari Buruh Internasional kini telah menjadi kegiatan piknik bersama keluarga. Hal ini disampaikannya, ketika Hari Buruh Internasional dijadikan hari libur oleh pemerintah.