DELISERDANG, SUMUTPOS.CO – Ibu korban jatuhnya pesawat Malaysia Airlines (MAS) MH17 di Ukraina, Tan A In tampak masih belum ikhlas menerima kepergian anak pertamanya, Hendri (27). Hal tersebut terungkap saat jenazah warga Jalan Garuda Kelurahan Bantan Timur, Kecamatan Medan Tembung itu dikremasi di Crematorium Zang Dian, Tanjungmorawa Km 14, Kabupaten Deliserdang.
Pantauan Sumut Pos, keluarga korban tiba di Crematorium Zang Dian sekitar pukul 11.05 WIB dengan mobil Nissan Grand Livina berwarna hitam. Selang 30 menit kemudian, mobil jenazah dari Yayasan Budi Murni warna kuning BK 7090 DP dengan diiringi suara sirene datang ke Crematorium Zang Dian yang membawa jasad Hendri.
Saat jenazah Hendri turun dari mobil, Tan A In terlihat tak kuasa melihat peti mayat tersebut. Amatan kru koran ini, Tan A In terus mengeluarkan air mata yang selalu dibasuhnya dengan menggunakan tisu. 2 Suhu Buddha yang mendampingi proses kremasi jasad Hendri tersebut.
Bapak korban, Ng Siang Seng menuturkan setelah dilakukannya kremasi ini pihaknya akan membawa abu anaknya itu ke Vihara Borobudur di Jalan Imam Bonjol, Medan. Menurutnya, kenapa terpilih di sana karena di Vihara tersebut merupakan prosesi akhir dari kepercayaan yang dianutnya.
“2 jam nunggu kremasi ini, setelah itu abu dibawa ke Vihara Borobudur Jalan Imam Bonjol, Medan. Hanya sembahyang, habis itu dikremasi (dibakar). Sembahyang dan teman-temn banyak yang datang tadi malam,” ungkapnya kepada wartawan, Senin (1/9).
Dia mengungkapkan pihak MAS sudah memberikan santunan kepadanya sebesar 5.000 US dollar. Sejauh ini, pihak keluarga dan maskapai belum berunding mengenai kompensasi.
“Pihak Malaysia Airlines mau datang kemari. Harapan tidak dapat berbuat banyak. Kita ikhlaskan ini semua,” kenang bapak korban.
Dikisahkannya, keseharian korban yakni menjadi guru private mulai Senin hingga Sabtu. Sejauh ini pihaknya juga melakukan komunikasi dengan pihak MAS melalui sambungan telepon. Selain pihak maskapai yang mau datang, Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) juga datang saat jasad Henry tiba di rumah duka.
“Almarhum sendiri guru private, dari pagi hingga malam ngajar les. Sejak kuliah dia (Hendry-red) ngajar pelajaran matematika dan fisika kimia dan umum. Hari Minggu baru di Vihara. Tidak ada tanda-tanda sama sekali,” sebutnya.
Paman korban, Ng Suang Kuei juga mengaku berat hati meninggalkan Hendri. Pasalnya, saat di Belanda korban selalu bersama-sama dengannya. Ia juga mengaku korban 3 bulan penuh bersamanya di Belanda sangat senang dan belajar berbahasa Belanda dengannya.
“Berat hati mengikhlas, berat hati kali. 3 bulan bersama Hendri di Belanda. Tapi ini semua kehendak Tuhan. Hendri brsama saya berjalan ke beberapa kota Eropa. Full 3 bulan di Belanda,” ucapnya.
Menurutnya, Hendri awalnya berencana akan bekerja di Belanda. Namun, pamannya tersebut melarang. Ia mengatakan lebih baik Hendri lanjut belajar ke Strata 2 di Hans College, Belanda. Selain itu, Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Belanda juga berperan penuh untuk mengurus kepulangan jenazah Hendri.
“Kenangan manis itu makan bersama, bersepeda kadang saya di depan dan dia di belakang. Banyak tempat yang kami kunjungi,” ucapnya mengakhiri. (ted/smg)