26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Kejagung Takut Diprapid

“Jadi tidak bisa langsung digeneralisir. Makanya mau enggak mau semua (penerima,red) maupun pemberi harus diperiksa. Ini yang bikin lama, kalau enggak hanya lima yang jadi tersangka. Padahal belum tentu juga penerimanya tersangka. Misalnya si penerima memperoleh Rp 100 juta, kemudian ternyata disunat sama si penanggungjawab atau kan jadi masuk barang itu oleh pelaku yang menyunat,” ujar Tony menggunakan istilah yang biasa dipakai orang Medan.

Karena dugaan korupsi Bansos Sumut sangat masif, maka penyidik menurut jaksa yang dipromosikan menjadi Kepala Kejaksaan Tinggi DI Yogyakarta ini, perlu sangat berhati-hati.

Saat ditanya apakah terbuka peluang penetapan tersangka akan dilakukan dalam waktu dekat, Tony kembali mengatakan hal tersebut kewenangan penyidik. Namun ia memastikan jika semua hal-hal yang dibutuhkan telah lengkap, maka Kejagung pasti akan mengumumkan nama tersangka dalam kasus ini.

“Itu kewenangan penyidik, saya kan enggak bisa ngomong tanpa informasi (dari penyidik,red). Prinsipnya kami semakin hati-hati menetapkan tersangka. Harus bukti yang maksimal,bukan lagi bukti minimal dua alat bukti,” ujar Tony.

Terpisah, Sekretaris Daerah Pemprovsu, Hasban Ritonga mengatakan terkait pertanggungjawaban hibah dan bansos, belum ada perkembangan. “Sampai sekarang masih tetap tujuh persen penerima/lembaga yang belum serahkan LPj. Kalau nilai uangnya 7 persen itu, kira-kira Rp3-4 miliar lagilah,” ujarnya.

Tapi begitupun, kata Hasban, ia akan menanyakan ke Biro Keuangan untuk angka pastinya. “Kalau SKPD saja, ya tersebarlah jumlahnya. Tapi kan sebenarnya hibah bansos untuk rumah ibadah dan lembaga Pemprov Sumut tahun 2012 dan 2013, kecilnya anggarannya. Janganlah pula dimasukkan anggaran hibah untuk KPU Sumut, Bawaslu Sumut dan hibah Bantuan Operasional Sekolah (BOS),” pungkasnya.

Bisa Jadi Lembaga Banci
Direktur Pusat Studi Hukum dan Pembaruan (Pushpa) Sumut, Muslim Muis menilai Korps Adhyaksa jangan sampai menjadi lembaga banci. Bila perlu, laporan masyarakat sekecil apapun harus tetap ditindaklanjuti bahkan diproses.

“Kejagung jangan bertindak banci. Mereka adalah lembaga penegak hukum. Inikan aneh, masa lembaga penegak hukum takut dipraperadilkan,” katanya.

Dia menegaskan, jika Kejagung merasa tidak mampu menangani perkara tersebut, silahkan serahkan kepada KPK. “Seandainya ada dua laporan masuk, katakanlah dari Kejatisu dan ke Kejari Medan. Lantas Kejagung mau mengambilalih kasus ini, ya silahkan ambil. Tidak susahkan? Karena masih sama garis koordinasinya. Namun jika mereka tidak mampu, serahkan sajalah ke KPK biar KPK. Jadi baik Kejatisu maupun Kejagung harus bergerak cepat menuntaskan kasus ini,” tegasnya.

Muis menekankan bahwa tidak ada alasan apapun selain orientasi penegakan hukum dalam dugaan kasus tersebut. “Kita berharap Kejagung mampu menuntaskan dugaan kasus ini. Kalau perlu lembaga ini konsisten dalam penegakan kasus korupsi. Jika tidak, ya silahkan kasih bolanya ke KPK,” pungkasnya

“Jadi tidak bisa langsung digeneralisir. Makanya mau enggak mau semua (penerima,red) maupun pemberi harus diperiksa. Ini yang bikin lama, kalau enggak hanya lima yang jadi tersangka. Padahal belum tentu juga penerimanya tersangka. Misalnya si penerima memperoleh Rp 100 juta, kemudian ternyata disunat sama si penanggungjawab atau kan jadi masuk barang itu oleh pelaku yang menyunat,” ujar Tony menggunakan istilah yang biasa dipakai orang Medan.

Karena dugaan korupsi Bansos Sumut sangat masif, maka penyidik menurut jaksa yang dipromosikan menjadi Kepala Kejaksaan Tinggi DI Yogyakarta ini, perlu sangat berhati-hati.

Saat ditanya apakah terbuka peluang penetapan tersangka akan dilakukan dalam waktu dekat, Tony kembali mengatakan hal tersebut kewenangan penyidik. Namun ia memastikan jika semua hal-hal yang dibutuhkan telah lengkap, maka Kejagung pasti akan mengumumkan nama tersangka dalam kasus ini.

“Itu kewenangan penyidik, saya kan enggak bisa ngomong tanpa informasi (dari penyidik,red). Prinsipnya kami semakin hati-hati menetapkan tersangka. Harus bukti yang maksimal,bukan lagi bukti minimal dua alat bukti,” ujar Tony.

Terpisah, Sekretaris Daerah Pemprovsu, Hasban Ritonga mengatakan terkait pertanggungjawaban hibah dan bansos, belum ada perkembangan. “Sampai sekarang masih tetap tujuh persen penerima/lembaga yang belum serahkan LPj. Kalau nilai uangnya 7 persen itu, kira-kira Rp3-4 miliar lagilah,” ujarnya.

Tapi begitupun, kata Hasban, ia akan menanyakan ke Biro Keuangan untuk angka pastinya. “Kalau SKPD saja, ya tersebarlah jumlahnya. Tapi kan sebenarnya hibah bansos untuk rumah ibadah dan lembaga Pemprov Sumut tahun 2012 dan 2013, kecilnya anggarannya. Janganlah pula dimasukkan anggaran hibah untuk KPU Sumut, Bawaslu Sumut dan hibah Bantuan Operasional Sekolah (BOS),” pungkasnya.

Bisa Jadi Lembaga Banci
Direktur Pusat Studi Hukum dan Pembaruan (Pushpa) Sumut, Muslim Muis menilai Korps Adhyaksa jangan sampai menjadi lembaga banci. Bila perlu, laporan masyarakat sekecil apapun harus tetap ditindaklanjuti bahkan diproses.

“Kejagung jangan bertindak banci. Mereka adalah lembaga penegak hukum. Inikan aneh, masa lembaga penegak hukum takut dipraperadilkan,” katanya.

Dia menegaskan, jika Kejagung merasa tidak mampu menangani perkara tersebut, silahkan serahkan kepada KPK. “Seandainya ada dua laporan masuk, katakanlah dari Kejatisu dan ke Kejari Medan. Lantas Kejagung mau mengambilalih kasus ini, ya silahkan ambil. Tidak susahkan? Karena masih sama garis koordinasinya. Namun jika mereka tidak mampu, serahkan sajalah ke KPK biar KPK. Jadi baik Kejatisu maupun Kejagung harus bergerak cepat menuntaskan kasus ini,” tegasnya.

Muis menekankan bahwa tidak ada alasan apapun selain orientasi penegakan hukum dalam dugaan kasus tersebut. “Kita berharap Kejagung mampu menuntaskan dugaan kasus ini. Kalau perlu lembaga ini konsisten dalam penegakan kasus korupsi. Jika tidak, ya silahkan kasih bolanya ke KPK,” pungkasnya

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/