26.8 C
Medan
Tuesday, May 21, 2024

Kejagung Takut Diprapid

ilustrasi-korupsi-bansos

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Semangat Kejaksaan Agung (Kejagung) mengusut persoalan dana bantuan sosial (Bansos) di Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprovsu) tak berbanding lurus dengan hasilnya. Buktinya, Kejagung malah ‘takut’ di praperadilan-kan.
Hingga Selasa (1/9) malam, Kejagung belum juga menetapkan nama-nama tersangka kasus dugaan korupsi dana bansos yang berasal dari APBD 2011-2013. Penetapan belum dilakukan, dikarenakan penyidik masih mendalami bukti-bukti maupun keterangan saksi yang telah dikumpulkan.

“Belum (ditetapkan tersangka kasus dugaan korupsi bansos Sumut,red),” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung saat dihubungi Selasa, (1/9).

Saat disinggung mengapa prosesnya begitu lama, Tony mengatakan Kejagung ingin benar-benar berkas yang ada lengkap, sehingga semua pihak yang terlibat dapat mempertanggungjawabkan dugaan perbuatannya di hadapan hukum.

“Sekarang ini harus lebih hati-hati dalam menetapkan tersangka, mengingat proses hukum, sekarang lagi trend ke praperadilan. Makanya untuk menetapkan tersangka kami tidak mengacu pada aturan minimal harus didukung dua alat bukti, tapi sebanyak-banyaknya alat bukti,” ujarnya.

Ketika kembali ditanyakan apakah tidak ada proses batas waktu bagi Kejagung untuk menangani sebuah perkara ketika telah memasuki tahap penyidikan, Tony mengatakan waktu sangat relatif tergantung kebutuhan. Artinya ketika penyidik merasa masih membutuhkan pendalaman berkas maupun pemeriksaan saksi-saksi, maka masih dimungkinkan untuk kembali melakukan pemeriksaan.

“Jadi kalau penyidikan itu relatif sepanjang masih diperlukan bukti atau keterangan saksi-saksi,” ujarnya.

Tony mengaku sangat memahami rasa penasaran masyarakat, akibat belum juga ditetapkan tersangka dalam kasus ini. Namun, ia menegaskan, proses hukum perlu dilakukan secara profesional. Apalagi dalam kasus Bansos Sumut, mirip dengan kasus dugaan penyelewengan dana Bansos Cirebon beberapa waktu lalu.

“Bansos Cirebon 200 saksi, ini saya duga hampir sama. Karena Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) perlu alat bukti untuk mendukung perhitungan. Enggak bisa kami (melakukan pemeriksaan,red) secara random,” ujarnya.

Tony kemudian mencontohkan jika dana Bansos yang dikucurkan Rp 1 miliar untuk sepuluh satuan kerja perangkat daerah (SKPD). Artinya tiap SKPD menerima Rp100 juta. Maka Kejagung tidak bisa memeriksa hanya lima saksi, kemudian ketika menemukan indikasi digenerlisir kesepuluh penerima diduga terlibat penyelewengan.

ilustrasi-korupsi-bansos

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Semangat Kejaksaan Agung (Kejagung) mengusut persoalan dana bantuan sosial (Bansos) di Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprovsu) tak berbanding lurus dengan hasilnya. Buktinya, Kejagung malah ‘takut’ di praperadilan-kan.
Hingga Selasa (1/9) malam, Kejagung belum juga menetapkan nama-nama tersangka kasus dugaan korupsi dana bansos yang berasal dari APBD 2011-2013. Penetapan belum dilakukan, dikarenakan penyidik masih mendalami bukti-bukti maupun keterangan saksi yang telah dikumpulkan.

“Belum (ditetapkan tersangka kasus dugaan korupsi bansos Sumut,red),” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung saat dihubungi Selasa, (1/9).

Saat disinggung mengapa prosesnya begitu lama, Tony mengatakan Kejagung ingin benar-benar berkas yang ada lengkap, sehingga semua pihak yang terlibat dapat mempertanggungjawabkan dugaan perbuatannya di hadapan hukum.

“Sekarang ini harus lebih hati-hati dalam menetapkan tersangka, mengingat proses hukum, sekarang lagi trend ke praperadilan. Makanya untuk menetapkan tersangka kami tidak mengacu pada aturan minimal harus didukung dua alat bukti, tapi sebanyak-banyaknya alat bukti,” ujarnya.

Ketika kembali ditanyakan apakah tidak ada proses batas waktu bagi Kejagung untuk menangani sebuah perkara ketika telah memasuki tahap penyidikan, Tony mengatakan waktu sangat relatif tergantung kebutuhan. Artinya ketika penyidik merasa masih membutuhkan pendalaman berkas maupun pemeriksaan saksi-saksi, maka masih dimungkinkan untuk kembali melakukan pemeriksaan.

“Jadi kalau penyidikan itu relatif sepanjang masih diperlukan bukti atau keterangan saksi-saksi,” ujarnya.

Tony mengaku sangat memahami rasa penasaran masyarakat, akibat belum juga ditetapkan tersangka dalam kasus ini. Namun, ia menegaskan, proses hukum perlu dilakukan secara profesional. Apalagi dalam kasus Bansos Sumut, mirip dengan kasus dugaan penyelewengan dana Bansos Cirebon beberapa waktu lalu.

“Bansos Cirebon 200 saksi, ini saya duga hampir sama. Karena Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) perlu alat bukti untuk mendukung perhitungan. Enggak bisa kami (melakukan pemeriksaan,red) secara random,” ujarnya.

Tony kemudian mencontohkan jika dana Bansos yang dikucurkan Rp 1 miliar untuk sepuluh satuan kerja perangkat daerah (SKPD). Artinya tiap SKPD menerima Rp100 juta. Maka Kejagung tidak bisa memeriksa hanya lima saksi, kemudian ketika menemukan indikasi digenerlisir kesepuluh penerima diduga terlibat penyelewengan.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/