31.7 C
Medan
Thursday, May 2, 2024

Yangtze, Sungai Terpenting Selama 2.000 Tahun

Foto: Boy Slamet/jawa Pos
Kabut menyelimuti sungai Yang Tze kota Nanjing Povinsi Jiangsu, China 31/5/2017. Sungai Yang Tze merupakan jalur pertama Armada Cheng Ho untuk melayari dunia. Kini sungai Yang Tse dijadikan alur pelayaran niaga.

Membahas Nanjing dan Tiongkok tak bisa dipisahkan dari peran Sungai Yangtze. Dalam kurun waktu lebih dari 2.000 tahun, Yangtze menjadi sungai terpenting. Dan selalu menjadi saksi pasang surutnya peradaban bumi para kaisar ini.

—–

SALAH satu alasan Nanjing menjadi ibu kota pada awal-awal peradaban Tiongkok adalah letaknya yang di tepi Sungai Yangtze. ”Peradaban mana pun selalu bermula dari sebelah sungai. Lihat saja Mesopotamia (Mesir, Red) dan peradaban mana pun,” kata Zhang Huiye, dosen Universitas Yunnan.

Tidak terkecuali yang terjadi di Tiongkok. Di kiri-kanan Sungai Yangtze pun muncul peradaban. ”Apalagi, dulu sungai merupakan alat transportasi utama,” imbuhnya. Selain transportasi, Sungai Yangtze menjadi sarana utama irigasi dan sumber energi.

Sungai Yangtze sangat besar dan panjang. Terpanjang di Asia dan ketiga di dunia. Panjangnya 6.943 km. Hulunya ada di Pegunungan Kunlun, Provinsi Qinghai (perbatasan India), dan bermuara di laut timur Tiongkok, dekat Shanghai. Lebarnya rata-rata 7–8 km. Paling lebar 10 km. Sungai Yangtze dulu sering menjadi arena perang angkatan laut. Yang sudah menonton film Battle of the Red Cliff pasti tahu perang antara Kerajaan Wu dan Ts’ao-Ts’ao. Nah, perang laut kolosal itu terjadi di Sungai Yangtze.

Airnya tenang dan memiliki kedalaman hingga 200 meter. Tak heran bila Laksamana Cheng Ho dulu memilih Sungai Yangtze di Nanjing untuk membangun armada lautnya yang superbesar itu. Galangan kapal yang mampu membikin ribuan kapal untuk kepentingan menjelajah dunia didirikan di sana. Begitu pula angkatan lautnya.

Dalam kehidupan Nanjing modern, Sungai Yangtze tetap menjadi bagian penting. Apalagi, konsep Nanjing adalah front water city. Artinya, sungai menjadi halaman muka dan bagian integral dalam kehidupan kota. Selain menjadi medium bagi kapal kargo yang lalu-lalang, sungai itu merupakan daya tarik pariwisata. Tiap tahun dihelat Festival Kapal Naga di Sungai Yangtze.

Selain itu, Pemkot Nanjing kreatif dalam menyambungkan sisi utara dan selatan Nanjing yang dipisahkan Sungai Yangtze. Untuk menyambungkannya, ada 3 jalur kereta bawah tanah, 2 terowongan bawah tanah, 3 jembatan besar, dan 1 jalur kereta. ”Jalur kereta dibangun persis di jembatan tersebut,” kata Chandra Kurniawan, mahasiswa Institut Kereta Api Nanjing asal Indonesia.

Jembatan itu membentang sepanjang hampir 5 km. ”Dicari yang jaraknya paling pendek. Supaya lebih menghemat ongkos dan waktu,” jelasnya. Rata-rata jarak lebar Sungai Yangtze yang membelah Nanjing sebenarnya 7 km. Yang paling besar lebarnya berada di depan galangan Longjiang, mencapai 8 km.

Bangunan tersebut juga menunjukkan majunya infrastruktur kota seluas sekitar 6.900 km persegi itu. Apalagi, pembangunan-pembangunan tersebut baru dimulai 20 tahun lalu. Berpenduduk sekitar 8,2 juta jiwa, kemacetan tidak terlalu terasa di kota itu.

Selain jembatan, subway, dan terowongan, masih ada satu moda lagi untuk menyeberangi Sungai Yangtze. Yakni kapal feri yang mengantarkan pergi pulang menyeberangi sungay tersebut. Tiap hari ada dua kapal yang disediakan dan berjalan ulang-alik tiap 30 menit. Membayar CNY 2 (Rp 4 ribu), perahu itu menyeberang dalam waktu 20 menit.

Jadi, meski dibelah salah satu sungai terbesar di dunia, Nanjing tetap terintegrasi. Sebagai kota besar, Nanjing memang tetap macet. Tapi, jangan bayangkan macetnya seperti Jakarta atau Bangkok yang sama sekali tidak bisa bergerak. Di Nanjing macet itu masih merayap. Kira-kira sama seperti Surabaya. Itu pun hanya pada jam-jam tertentu.

”Pemerintah memang memperhatikan betul mobilitas penduduk. Kami sering melihat di televisi bahwa kredo utama pembangunan di sini adalah soal mobilitas,” terang Chandra.

Foto: Boy Slamet/jawa Pos
Kabut menyelimuti sungai Yang Tze kota Nanjing Povinsi Jiangsu, China 31/5/2017. Sungai Yang Tze merupakan jalur pertama Armada Cheng Ho untuk melayari dunia. Kini sungai Yang Tse dijadikan alur pelayaran niaga.

Membahas Nanjing dan Tiongkok tak bisa dipisahkan dari peran Sungai Yangtze. Dalam kurun waktu lebih dari 2.000 tahun, Yangtze menjadi sungai terpenting. Dan selalu menjadi saksi pasang surutnya peradaban bumi para kaisar ini.

—–

SALAH satu alasan Nanjing menjadi ibu kota pada awal-awal peradaban Tiongkok adalah letaknya yang di tepi Sungai Yangtze. ”Peradaban mana pun selalu bermula dari sebelah sungai. Lihat saja Mesopotamia (Mesir, Red) dan peradaban mana pun,” kata Zhang Huiye, dosen Universitas Yunnan.

Tidak terkecuali yang terjadi di Tiongkok. Di kiri-kanan Sungai Yangtze pun muncul peradaban. ”Apalagi, dulu sungai merupakan alat transportasi utama,” imbuhnya. Selain transportasi, Sungai Yangtze menjadi sarana utama irigasi dan sumber energi.

Sungai Yangtze sangat besar dan panjang. Terpanjang di Asia dan ketiga di dunia. Panjangnya 6.943 km. Hulunya ada di Pegunungan Kunlun, Provinsi Qinghai (perbatasan India), dan bermuara di laut timur Tiongkok, dekat Shanghai. Lebarnya rata-rata 7–8 km. Paling lebar 10 km. Sungai Yangtze dulu sering menjadi arena perang angkatan laut. Yang sudah menonton film Battle of the Red Cliff pasti tahu perang antara Kerajaan Wu dan Ts’ao-Ts’ao. Nah, perang laut kolosal itu terjadi di Sungai Yangtze.

Airnya tenang dan memiliki kedalaman hingga 200 meter. Tak heran bila Laksamana Cheng Ho dulu memilih Sungai Yangtze di Nanjing untuk membangun armada lautnya yang superbesar itu. Galangan kapal yang mampu membikin ribuan kapal untuk kepentingan menjelajah dunia didirikan di sana. Begitu pula angkatan lautnya.

Dalam kehidupan Nanjing modern, Sungai Yangtze tetap menjadi bagian penting. Apalagi, konsep Nanjing adalah front water city. Artinya, sungai menjadi halaman muka dan bagian integral dalam kehidupan kota. Selain menjadi medium bagi kapal kargo yang lalu-lalang, sungai itu merupakan daya tarik pariwisata. Tiap tahun dihelat Festival Kapal Naga di Sungai Yangtze.

Selain itu, Pemkot Nanjing kreatif dalam menyambungkan sisi utara dan selatan Nanjing yang dipisahkan Sungai Yangtze. Untuk menyambungkannya, ada 3 jalur kereta bawah tanah, 2 terowongan bawah tanah, 3 jembatan besar, dan 1 jalur kereta. ”Jalur kereta dibangun persis di jembatan tersebut,” kata Chandra Kurniawan, mahasiswa Institut Kereta Api Nanjing asal Indonesia.

Jembatan itu membentang sepanjang hampir 5 km. ”Dicari yang jaraknya paling pendek. Supaya lebih menghemat ongkos dan waktu,” jelasnya. Rata-rata jarak lebar Sungai Yangtze yang membelah Nanjing sebenarnya 7 km. Yang paling besar lebarnya berada di depan galangan Longjiang, mencapai 8 km.

Bangunan tersebut juga menunjukkan majunya infrastruktur kota seluas sekitar 6.900 km persegi itu. Apalagi, pembangunan-pembangunan tersebut baru dimulai 20 tahun lalu. Berpenduduk sekitar 8,2 juta jiwa, kemacetan tidak terlalu terasa di kota itu.

Selain jembatan, subway, dan terowongan, masih ada satu moda lagi untuk menyeberangi Sungai Yangtze. Yakni kapal feri yang mengantarkan pergi pulang menyeberangi sungay tersebut. Tiap hari ada dua kapal yang disediakan dan berjalan ulang-alik tiap 30 menit. Membayar CNY 2 (Rp 4 ribu), perahu itu menyeberang dalam waktu 20 menit.

Jadi, meski dibelah salah satu sungai terbesar di dunia, Nanjing tetap terintegrasi. Sebagai kota besar, Nanjing memang tetap macet. Tapi, jangan bayangkan macetnya seperti Jakarta atau Bangkok yang sama sekali tidak bisa bergerak. Di Nanjing macet itu masih merayap. Kira-kira sama seperti Surabaya. Itu pun hanya pada jam-jam tertentu.

”Pemerintah memang memperhatikan betul mobilitas penduduk. Kami sering melihat di televisi bahwa kredo utama pembangunan di sini adalah soal mobilitas,” terang Chandra.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/