MEDAN, SUMUTPOS.CO – Rencana PT KAI untuk membongkar Centre Point mulai mendapat dukungan. Setidaknya ini diungkap anggota DPRD Medan yang sebelumnya memang menolak perubahan peruntukan lahan untuk Centre Point.
Anggota Komisi D DPRD Medan, Parlaungan Simangunsong mengatakan dengan adanya putusan PK, maka secara hukum tanah yang kini dikuasasi oleh PT Agra Citra Kharisma (ACK) itu adalah milik PT KAI.
Pun begitu, di atas tanah milik negara itu ada bangunan yang dibangun dengan dana pihak swasta. Maka dari itu, seyogianya PT ACK lah yang harus merobohkan sendiri bangunan tersebut.
“Tanahnya memang milik PT KAI, tapi bangunannya milik PT ACK, jadi PT ACK yang harus merubuhkan atau memindahkan sendiri bangunan tersebut,” kata Parlaungan, Minggu (3/5).
Kata dia, jika PT ACK tidak bersedia membongkar atau memindahkan bangunan Centre Point, maka PT KAI bisa mengajukan upaya eksekusi kepada Pengadilan Negeri (PN) Medan atas putusan MA tersebut. “Sekarang tergantung PT KAI mau berbuat seperti apa,”tutur Sekretaris Fraksi Demokrat itu.
Namun, Parlaungan lebih menyarankan agar PT KAI dan PT ACK menempuh jalur damai terkait sengketa tanah yang sudah terjadi sejak puluhan tahun lalu itu. Mengingat, sudah ribuan karyawan yang menggantungkan hidup dari operasional Centre Point.
“Win-Win solution (jalan tengah) yang harus diambil, apalagi untuk merubuhkan bangunan setinggi itu memerlukan waktu, serta biaya yang tidak sedikit,” bilangnya.
Ketua Fraksi PKS DPRD Medan, M Nasir juga berpendapat serupa. Menurutnya pasca putusan MA keluar, maka PT KAI yang berhak atas tanah seluas 7,2 hektar yang berada di Jalan Jawa Kelurahan Gang Buntu Kecamatan Medan Timur.
“Coba duduk bersama antara PT KAI dan PT ACK, bagaimana sistem pembagian hasil, atau berapa persen saham yang bisa diberikan PT ACK ke PT KAI, jalan-jalan seperti itu lebih baik lagi,”ujarnya.
Pengamat Tata Kota, Hendy Bhakti Alamsyah berpendapat pascakeluarnya putusan PK oleh MA atas perkara PT KAI dan PT ACK, maka DPRD Medan harus mengembalikan serta membatalkan perubahan peruntukan yang sudah disetujui sebelumnya. Dia pun menilai, DPRD Medan terlalu terburu-buru dalam mengambil keputusan untuk menyetujui perubahan peruntukan.
Akademisi itu menyebutkan, didalam Peraturan Daerah (Perda) Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) jalan Jawa tercatat sebagai pemukiman warga. Namun sudah dirubah menjadi kawasan bisnis oleh DPRD Medan.
Dengan dikabulkannya PK yang diajukan PT KAI, maka tanah tersebut harus dikembalikan kepada peruntukan semula. “Kalau dikembalikan kepada peruntukan awal, maka Centre Point dan bangunan yang disekitarnya harus dirobohkan,”terangnya.
Apakah DPRD Medan tidak menyalahi aturan dengan menyetujui perubahan peruntukan di tanah yang status hukumnya belum jelas waktu itu mengingat PT KAI masih mengajukan PK? “Tidak mungkin perubahan peruntukan disetujui oleh DPRD Medan di atas tanah bersengketa tanpa ada sesuatu (gratifikasi), jadi tergantung dari mana melihat persoalan ini,” jelasnya.