29 C
Medan
Sunday, April 28, 2024

KKP: Aktivitas KJA Dihentikan Dua Bulan

Foto: Edi Saragih/Metro Siantar/SMG
Para petani mengevakuasi ribuan bangkai ikan mas mati yang dipelihara warga di Keramba Jaring Apung, di perairan Pangururan, Danau Roba, 2 Agustus 2018.

DANAU TOBA- Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menerjunkan Tim Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Penyakit Ikan dan Lingkungan. Upaya itu dilakukan untuk menindaklanjuti kasus kematian massal ikan di danau Toba, yakni di kelurahan Pintu Sona Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir.

Anggota Tim Satgas KKP Ahmad Jauhari menjelaskan, hasil monitoring kualitas perairan dan investigasi di lapangan setidaknya ada tiga dugaan sementara penyebab kematian massal ikan tersebut. Pertama, terjadinya penurunan suplai oksigen bagi ikan, kedua, kepadatan ikan dalam KJA yang terlalu tinggi, dan ketiga, lokasi KJA terlalu dangkal sementara dasar perairan merupakan lumpur.

Menurutnya, turunnya suplai oksigen disebabkan oleh terjadinya upwelling (umbalan) yang dipicu oleh cuaca yang cukup ekstrim dan berakibat adanya perbedaan suhu yang mencolok antara air permukaan dan suhu air di bawahnya. Inilah yang mengakibatkan terjadinya pergerakan masa air dari bawah ke permukaan.

“Cuaca ekstrim telah memicu upwelling. Jadi, pergerakan massa air secara vertical ini membawa nutrient dan partikel-partikel dari dasar perairan ke permukaan, dan ini menyebabkan pasokan oksigen untuk ikan menjadi berkurang, apalagi lokasi KJA cukup dangkal dan sustratnya berlumpur,” ucap Jauhari.

Di samping itu, pihaknya melihat, ternyata kepadatan ikan dalam KJA juga terlalu tinggi, sehingga sangat mengganggu sirkulasi oksigen.

Tim Satgas juga merekomendasikan agar untuk sementara waktu aktivitas KJA dihentikan terlebih dahulu sekitar dua bulan, agar perairan bisa me-recovery kondisinya seperti semula. “Ya paling tidak dua bulan ke depan. Kami imbau masyarakat menghentikan sementara waktu aktivitas budidayanya, hingga perairan kembali stabil,” pungkasnya.

Sebelumnya, KKP menerjunkan Tim Satgas Penanganan Penyakit Ikan dan Lingkungan, untuk menindaklanjuti kasus kematian massal ikan di danau Toba. Tim Satgas yang diwakili para ahli perikanan budidaya pada Balai Perikanan Budidaya Air Tawar (BPBAT) Jambi dan Balai Karantina Ikan Medan ini, bertugas untuk mengidentifikasi sekaligus memetakan penyebab teknis dan sumber dampak atas kematian massal ikan. Sekaligus memberikan arahan untuk menentukan langkah-langkah yang bisa diambil.

Kasus kematian massal ikan terjadi di keramba jaring apung milik sekitar 18 kepala keluarga. Total jumlah ikan mati diperkirakan mencapai 180 ton dengan, taksiran kerugian diperkirakan mencapai Rp5 miliar.

Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Slamet Soebjakto menyampaikan keprihatinannya atas musibah tersebut. Slamet menyatakan bahwa kasus upwelling di perairan umum merupakan hal yang terjadi secara periodik, khususnya pada kondisi cuaca ekstrim.

Untuk itu, menurutnya perlu upaya yang sifatnya preventif sehingga kejadian serupa tidak menimbulkan efek kerugian ekonomi yang lebih besar.

“Kasus up-welling di perairan umum ini, secara periodic selalu terjadi, dan menjadi siklus tahunan, terlebih dipicu oleh kondisi cuaca ekstrim. Karakteristiknya sama di hampir seluruh perairan umum,” kata Slamet.

KKP menurut Slamet, -menerus mengimbau masyarakat untuk melakukan pengelolaan budidaya secara bertanggung jawab. Misalnya menerapkan manajemen pakan yang lebih efisien, sumber pakan yang sedikit mengandung phosphor, pengaturan kepadatan tebar, pengaturan jadwal budidaya hingga pengaturan jumlah KJA yang disesuaikan dengan daya dukung lingkungan yang ada.

Di sisi lain, masalah perairan umum ini tidak bisa dilihat secara parsial tapi harus holistik. Begitupun dengan penyelesaiannya harus komprehensif. Ada banyak faktor yang mempengaruhi kualitas lingkungan perairan. Oleh karenanya, ia menghimbau semua pihak bisa duduk bareng mencari solusi yang sifatnya jangka panjang.

Dari aspek legalitas, Slamet juga menggarisbawahi bahwa aktivitas usaha budidaya ikan di Perairan Danau Toba telah diatur dalam berbagai regulasi, di antaranya tertuang dalam Peraturan Presiden No. 81 tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Danau Toba dan Sekitarnya yang membolehkan kegiatan budidaya ikan sepanjang dapat dikendalikan dan dilakukan pada zona budidaya perikanan.

Foto: Edi Saragih/Metro Siantar/SMG
Para petani mengevakuasi ribuan bangkai ikan mas mati yang dipelihara warga di Keramba Jaring Apung, di perairan Pangururan, Danau Roba, 2 Agustus 2018.

DANAU TOBA- Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menerjunkan Tim Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Penyakit Ikan dan Lingkungan. Upaya itu dilakukan untuk menindaklanjuti kasus kematian massal ikan di danau Toba, yakni di kelurahan Pintu Sona Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir.

Anggota Tim Satgas KKP Ahmad Jauhari menjelaskan, hasil monitoring kualitas perairan dan investigasi di lapangan setidaknya ada tiga dugaan sementara penyebab kematian massal ikan tersebut. Pertama, terjadinya penurunan suplai oksigen bagi ikan, kedua, kepadatan ikan dalam KJA yang terlalu tinggi, dan ketiga, lokasi KJA terlalu dangkal sementara dasar perairan merupakan lumpur.

Menurutnya, turunnya suplai oksigen disebabkan oleh terjadinya upwelling (umbalan) yang dipicu oleh cuaca yang cukup ekstrim dan berakibat adanya perbedaan suhu yang mencolok antara air permukaan dan suhu air di bawahnya. Inilah yang mengakibatkan terjadinya pergerakan masa air dari bawah ke permukaan.

“Cuaca ekstrim telah memicu upwelling. Jadi, pergerakan massa air secara vertical ini membawa nutrient dan partikel-partikel dari dasar perairan ke permukaan, dan ini menyebabkan pasokan oksigen untuk ikan menjadi berkurang, apalagi lokasi KJA cukup dangkal dan sustratnya berlumpur,” ucap Jauhari.

Di samping itu, pihaknya melihat, ternyata kepadatan ikan dalam KJA juga terlalu tinggi, sehingga sangat mengganggu sirkulasi oksigen.

Tim Satgas juga merekomendasikan agar untuk sementara waktu aktivitas KJA dihentikan terlebih dahulu sekitar dua bulan, agar perairan bisa me-recovery kondisinya seperti semula. “Ya paling tidak dua bulan ke depan. Kami imbau masyarakat menghentikan sementara waktu aktivitas budidayanya, hingga perairan kembali stabil,” pungkasnya.

Sebelumnya, KKP menerjunkan Tim Satgas Penanganan Penyakit Ikan dan Lingkungan, untuk menindaklanjuti kasus kematian massal ikan di danau Toba. Tim Satgas yang diwakili para ahli perikanan budidaya pada Balai Perikanan Budidaya Air Tawar (BPBAT) Jambi dan Balai Karantina Ikan Medan ini, bertugas untuk mengidentifikasi sekaligus memetakan penyebab teknis dan sumber dampak atas kematian massal ikan. Sekaligus memberikan arahan untuk menentukan langkah-langkah yang bisa diambil.

Kasus kematian massal ikan terjadi di keramba jaring apung milik sekitar 18 kepala keluarga. Total jumlah ikan mati diperkirakan mencapai 180 ton dengan, taksiran kerugian diperkirakan mencapai Rp5 miliar.

Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Slamet Soebjakto menyampaikan keprihatinannya atas musibah tersebut. Slamet menyatakan bahwa kasus upwelling di perairan umum merupakan hal yang terjadi secara periodik, khususnya pada kondisi cuaca ekstrim.

Untuk itu, menurutnya perlu upaya yang sifatnya preventif sehingga kejadian serupa tidak menimbulkan efek kerugian ekonomi yang lebih besar.

“Kasus up-welling di perairan umum ini, secara periodic selalu terjadi, dan menjadi siklus tahunan, terlebih dipicu oleh kondisi cuaca ekstrim. Karakteristiknya sama di hampir seluruh perairan umum,” kata Slamet.

KKP menurut Slamet, -menerus mengimbau masyarakat untuk melakukan pengelolaan budidaya secara bertanggung jawab. Misalnya menerapkan manajemen pakan yang lebih efisien, sumber pakan yang sedikit mengandung phosphor, pengaturan kepadatan tebar, pengaturan jadwal budidaya hingga pengaturan jumlah KJA yang disesuaikan dengan daya dukung lingkungan yang ada.

Di sisi lain, masalah perairan umum ini tidak bisa dilihat secara parsial tapi harus holistik. Begitupun dengan penyelesaiannya harus komprehensif. Ada banyak faktor yang mempengaruhi kualitas lingkungan perairan. Oleh karenanya, ia menghimbau semua pihak bisa duduk bareng mencari solusi yang sifatnya jangka panjang.

Dari aspek legalitas, Slamet juga menggarisbawahi bahwa aktivitas usaha budidaya ikan di Perairan Danau Toba telah diatur dalam berbagai regulasi, di antaranya tertuang dalam Peraturan Presiden No. 81 tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Danau Toba dan Sekitarnya yang membolehkan kegiatan budidaya ikan sepanjang dapat dikendalikan dan dilakukan pada zona budidaya perikanan.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/