25.6 C
Medan
Wednesday, May 29, 2024

Rumah Sakit se-Sumut Bersinergi Antisipasi Peningkatan Pasien Covid-19

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Mengantisipasi terjadinya peningkatan kasus kematian karena Covid-19 serta ketersediaan tempat tidur (Bed Occupancy Rate/BOR), Gubernur Edy Rahmayadi mengonsolidasikan seluruh rumah sakit yang ada di Sumatera Utara (Sumut). Diketahui saat ini, angka kematian akibat Covid-19 sudah mencapai 3,3%, sedangkan BOR sudah melampaui 60%.

TINJAU: Gubernur Sumatera Utara (Sumut) Edy Rahmayadi meninjau dua Rumah Sakit (RS), yakni RS Martha Friska Jalan Multatuli Medan dan RS Haji Jalan RS Haji Nomor 47, Deliserdang, Selasa (4/5). Gubsu mengkonsolidasikan rumah-rumah sakit di Sumut, mengantisipasi peningkatan pasien Covid-19 pascaLebaran.Dinas Kominfo Provinsi Sumut/Veri Ardian.

“ANGKA KEMATIAN harus diturunkan. Untuk itu, sinergi antar-rumah sakit dan pihak terkait sangat diperlukan. Mengenai ketersediaan tempat tidur, saya harapkan agar penanganan pasien tidak tertumpuk di satu tempat, melainkan tersebar di sejumlah rumah sakit yang tersedia. Apabila diperlukan, kita akan menyiapkann

cadangan isolasi,” kata Gubernur Edy Rahmayadi saat memimpin rapat koordinasi terkait penanganan Covid-19 dengan Rumah Sakit se-Sumut di Aula Tengku Rizal Nurdin, Rumah Dinas Gubernur, Medan, Selasa (4/5).

Menanggapi Gubsu, Ketua Tim Penanganan Penyakit Infeksi Emerging Satgas Covid-19 Provinsi Sumut, Restuti Hidayani Saragih, mengatakan ada faktor yang menyebabkan peningkatan angka kematian dan ketersediaan kamar isolasi. Antara lain faktor penerapan protokol kesehatan masyarakat. “Penerapan protokol kesehatan adalah faktor dari eksternal rumah sakit,” katanya.

Menurut Restuti, saat ini semakin banyak varian virus Covid-19. Untuk itu, penyekatan wilayah diperlukan guna membatasi mobilitas warga, terutama saat libur Lebaran.

Senada, Direktur Operasional Rumah Sakit Murni Teguh, Jong Khai, mengatakan kapasitas kamar di rumah sakit tersebut untuk isolasi Covid-19 saat ini sudah penuh. Karena itu, ia mengharapkan sinergi antar-rumah sakit guna mengantisipasi pasien yang tidak tertampung. Sehingga seluruh pasien Covid-19 dapat ditangani dengan baik.

Direktur Utama Rumah Sakit Haji Adam Malik, Zainal Safri, mengatakan kematian yang tinggi bisa disebabkan oleh keterlambatan pasien dibawa ke rumah sakit. “Ada pasien yang datang ke rumah sakit, memang yang kondisinya sudah berat. Ada juga kiriman dari luar Kota Medan,” ujar Zainal

Ia mengusulkan ada sebuah grup atau tim besar dari berbagai rumah sakit yang berisikan bermacam dokter spesialis mulai dari paru-paru hingga penyakit dalam. Gunanya untuk saling membantu dalam menangani pasien yang kritis dan membutuhkan pertolongan segera.

RS Martha Friska Tak Lagi Rujukan

Sementara itu terhitung sejak Selasa (4/5) kemarin, Rumah Sakit Martha Friska di Jalan Multatuli Medan, bukan lagi sebagai rumah sakit rujukan untuk pasien Covid-19, baik kategori sedang dan berat. Rumah sakit yang berada di Jalan Multatuli Nomor 1 ini akan dikembalikan fungsinya sebagai rumah sakit umum.

Ini terungkap saat Gubernur Sumut (Gubsu) Edy Rahmayadi bersama pejabat Pemprovsu dan Satgas Penanganan Covid-19 Sumut, berpamitan sekaligus menyampaikan terimakasih kepada pemilik RS Martha Friska beserta para relawan tenaga medis di halaman rumah sakit tersebut, Selasa (4/5). 

Menurut Gubsu, penghentian kerjasama ini lantaran RS Martha Friska ingin mulai mengelola dan mengoperasikan sendiri RS tersebut. “Untuk itu, provinsi harus tahu diri dan harus mendorong, dengan menggeliatnya perusahaan-perusahaan yang di luar provinsi ini. Perusahaan provinsi itu ‘kan BUMD. Inilah yang menjadi alasan. Tetapi sebenarnya kita masih sangat memerlukan rumah sakit ini,” katanya. 

Edy pun menceritakan, awalnya kerja sama Pemprovsu dengan RS Martha Friska hanya berlangsung selama enam bulan. Namun karena pandemi Covid-19 belum juga berakhir, Pemprovsu kembali memperpanjang pengelolaan RS Martha Friska hingga kemarin. 

“Kebetulan kita meminjam tempat untuk pasien kita. Pertama, hanya enam bulan. Karena kita prediksi selama enam bulan Covid-19 itu selesai. Lanjut menjadi satu tahun. Begitu mau ditutup, pasien masih begitu banyak,” ungkap mantan Pangdam I Bukit Barisan itu. 

Edy berharap, meski tak lagi dikelola Pemprovsu, RS Martha Friska diminta tetap beroperasi sehingga para relawan tenaga kesehatan yang bertugas merawat pasien Covid-19, masih memiliki wadah untuk bekerja.

Walau RS Martha Friska tidak lagi menjadi RS rujukan Covid-19, Gubernur Sumut Edy Rahmayadi memastikan tenaga kesehatan (nakes) yang selama ini bertugas di RS ini akan tetap bekerja. Menurutnya, para nakes tersebut merupakan pahlawan di masa pandemi Covid-19 yang harus dihargai jasanya.

“Saya tidak akan lupakan pengabdian kalian semua, saya sangat mengapresiasi keberadaan kalian. Saya pastikan kalian akan tetap bekerja setelah ini. Kita akan sebar di rumah sakit-rumah sakit yang ada. Intinya, kalian akan tetap bekerja,” kata Edy Rahmayadi, di depan ratusan tenaga medis di halaman RS Martha Friska, Selasa (4/5).

Selanjutnya, sebut Edy, bagi pasien Covid-19 kategori berat dan sedang akan dirujuk ke RS Adam Malik, RS Haji, RS FL Tobing, RS Royal Prima dan lainnya.

Ia mengungkapkan saat ini jumlah tempat tidur yang terisi merawat pasien Covid-19 sebanyak 64 persen. “Berarti 36 persen lagi siap menampung pasien, saudara-saudara kita. Untuk pasien khusus ibu dan anak ada sembilan room di Rumah Sakit Haji,” sebutnya. 

Direktur RS Martha Friska, dr Fransiscus Ginting menyebutkan, pascaberakhir kerjasama dengan Pemprovsu, owner RS Martha Friska akan mengelola rumah sakit, salahsatunya untuk menangani pasien Covid-19.

Begitu juga bagi para relawan tenaga medis, bila akhirnya RS tersebut kembali beroperasi, maka akan menjadi prioritas untuk diperkerjakan oleh manajemen RS Martha Friska. “Kalaupun nanti tidak dikelola oleh pemprov, pemilik berencana akan melanjutkan khususnya pelayanan Covid-19 dengan kapasitas 200 tempat tidur. Nantinya perawat atau relawan yang ingin bekerja di sini, silakan,” katanya.

Sebelumnya, terhitung sejak tanggal 20 April, rumah sakit yang difungsikan sebagai tempat khusus pelayanan Covid-19 ini juga sudah tidak lagi menerima rujukan pasien.

Jubir Satgas Penanganan Covid-19 Sumut dr Aris Yudhariansyah membenarkan penghentian layanan Covid-19 di rumah sakit tersebut. Karena itu, saat ini Pemerintah Provinsi Sumut tinggal memiliki satu rumah sakit khusus Covid-19 yakni RS GL Tobing. “Resmi tutup hari ini (kemarin, red). Pasiennya juga sudah tidak ada lagi, karena pasien terakhirnya sudah sembuh,” ungkap Aris.

Jika suatu saat terjadi lonjakan kasus Covid-19 di Sumut, Aris mengatakan, hal itu sudah bisa diantisipasi dengan telah bertambahnya ruang isolasi baru di rumah sakit swasta. Misalnya, RSU Royal Prima, saat ini juga telah dilakukan penambahan sebanyak 20 ruang isolasi baru. “Jadi seharusnya tidak ada dampak berarti dengan tutupnya layanan Covid-19 di Martha Friska,” kata dia.

Aris juga mengatakan, kabupaten/kota di Sumut diharapkan tidak lagi mengirimkan pasiennya ke Medan. Terkecuali, dengan kondisi-kondisi khusus. “Daerah juga harus siap menangani pasien Covid-19. Sehingga pasien bisa dirujuk bila memiliki kondisi-kondisi yang khusus,” pungkasnya.

Diketahui, RS Martha Friska Multatuli telah menjadi rujukan utama penanganan pasien corona di Sumut sejak 2 April 2020. Rumah sakit itu memiliki 110 kamar dan mempekerjakan kurang lebih 220 tenaga medis. Gubernur Sumut Edy Rahmayadi langsung meninjau proses pengoperasian rumah sakit, yang ditandai dengan simulasi penanganan pasien Covid-19.

Direktur RS Martha Friska Fransiscus Ginting mengatakan, sebanyak 220 tenaga kesehatan di RS Martha Friska saat ini didominasi perawat 110 orang, kemudian dokter spesialis, apoteker, petugas laboratorium, kebersihan dan lainnya. Dia berharap RS Martha Friska bisa segera beroperasi kembali dan membantu pemerintah menyehatkan masyarakat Sumut.

“Paling banyak itu perawat, ada juga dokter spesialis, petugas lab, apoteker, petugas kebersihan dan lainnya. Kita berharap RS kami bisa segera beroperasi dan membantu pemerintah meningkatkan kesehatan masyarakat Sumut,” kata Ginting.

Usai meninjau RS Martha Friska, Edy Rahmayadi bersama rombongan bergerak ke RSU Haji Medan, Jalan Rumah Sakit Haji Nomor 47, Deliserdang. RSU Haji saat ini sedang disiapkan untuk menjadi RS rujukan pasien Covid-19 khusus ibu dan anak. “Di sini ada sembilan ruangan yang bisa digunakan untuk perawatan pasien Covid-19 khusus untuk ibu dan anak. Kesiapannya sudah bagus,” tambah Edy, di RSU Haji Medan.

Beberapa hari terakhir, tren kasus penyebaran Covid-19 di Sumut cenderung menurun. Rata-rata per minggu (26 April – 2 Mei) 64 kasus per hari, dibanding minggu sebelumnya (18-24 April) 66 kasus per hari. (prn/ris)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Mengantisipasi terjadinya peningkatan kasus kematian karena Covid-19 serta ketersediaan tempat tidur (Bed Occupancy Rate/BOR), Gubernur Edy Rahmayadi mengonsolidasikan seluruh rumah sakit yang ada di Sumatera Utara (Sumut). Diketahui saat ini, angka kematian akibat Covid-19 sudah mencapai 3,3%, sedangkan BOR sudah melampaui 60%.

TINJAU: Gubernur Sumatera Utara (Sumut) Edy Rahmayadi meninjau dua Rumah Sakit (RS), yakni RS Martha Friska Jalan Multatuli Medan dan RS Haji Jalan RS Haji Nomor 47, Deliserdang, Selasa (4/5). Gubsu mengkonsolidasikan rumah-rumah sakit di Sumut, mengantisipasi peningkatan pasien Covid-19 pascaLebaran.Dinas Kominfo Provinsi Sumut/Veri Ardian.

“ANGKA KEMATIAN harus diturunkan. Untuk itu, sinergi antar-rumah sakit dan pihak terkait sangat diperlukan. Mengenai ketersediaan tempat tidur, saya harapkan agar penanganan pasien tidak tertumpuk di satu tempat, melainkan tersebar di sejumlah rumah sakit yang tersedia. Apabila diperlukan, kita akan menyiapkann

cadangan isolasi,” kata Gubernur Edy Rahmayadi saat memimpin rapat koordinasi terkait penanganan Covid-19 dengan Rumah Sakit se-Sumut di Aula Tengku Rizal Nurdin, Rumah Dinas Gubernur, Medan, Selasa (4/5).

Menanggapi Gubsu, Ketua Tim Penanganan Penyakit Infeksi Emerging Satgas Covid-19 Provinsi Sumut, Restuti Hidayani Saragih, mengatakan ada faktor yang menyebabkan peningkatan angka kematian dan ketersediaan kamar isolasi. Antara lain faktor penerapan protokol kesehatan masyarakat. “Penerapan protokol kesehatan adalah faktor dari eksternal rumah sakit,” katanya.

Menurut Restuti, saat ini semakin banyak varian virus Covid-19. Untuk itu, penyekatan wilayah diperlukan guna membatasi mobilitas warga, terutama saat libur Lebaran.

Senada, Direktur Operasional Rumah Sakit Murni Teguh, Jong Khai, mengatakan kapasitas kamar di rumah sakit tersebut untuk isolasi Covid-19 saat ini sudah penuh. Karena itu, ia mengharapkan sinergi antar-rumah sakit guna mengantisipasi pasien yang tidak tertampung. Sehingga seluruh pasien Covid-19 dapat ditangani dengan baik.

Direktur Utama Rumah Sakit Haji Adam Malik, Zainal Safri, mengatakan kematian yang tinggi bisa disebabkan oleh keterlambatan pasien dibawa ke rumah sakit. “Ada pasien yang datang ke rumah sakit, memang yang kondisinya sudah berat. Ada juga kiriman dari luar Kota Medan,” ujar Zainal

Ia mengusulkan ada sebuah grup atau tim besar dari berbagai rumah sakit yang berisikan bermacam dokter spesialis mulai dari paru-paru hingga penyakit dalam. Gunanya untuk saling membantu dalam menangani pasien yang kritis dan membutuhkan pertolongan segera.

RS Martha Friska Tak Lagi Rujukan

Sementara itu terhitung sejak Selasa (4/5) kemarin, Rumah Sakit Martha Friska di Jalan Multatuli Medan, bukan lagi sebagai rumah sakit rujukan untuk pasien Covid-19, baik kategori sedang dan berat. Rumah sakit yang berada di Jalan Multatuli Nomor 1 ini akan dikembalikan fungsinya sebagai rumah sakit umum.

Ini terungkap saat Gubernur Sumut (Gubsu) Edy Rahmayadi bersama pejabat Pemprovsu dan Satgas Penanganan Covid-19 Sumut, berpamitan sekaligus menyampaikan terimakasih kepada pemilik RS Martha Friska beserta para relawan tenaga medis di halaman rumah sakit tersebut, Selasa (4/5). 

Menurut Gubsu, penghentian kerjasama ini lantaran RS Martha Friska ingin mulai mengelola dan mengoperasikan sendiri RS tersebut. “Untuk itu, provinsi harus tahu diri dan harus mendorong, dengan menggeliatnya perusahaan-perusahaan yang di luar provinsi ini. Perusahaan provinsi itu ‘kan BUMD. Inilah yang menjadi alasan. Tetapi sebenarnya kita masih sangat memerlukan rumah sakit ini,” katanya. 

Edy pun menceritakan, awalnya kerja sama Pemprovsu dengan RS Martha Friska hanya berlangsung selama enam bulan. Namun karena pandemi Covid-19 belum juga berakhir, Pemprovsu kembali memperpanjang pengelolaan RS Martha Friska hingga kemarin. 

“Kebetulan kita meminjam tempat untuk pasien kita. Pertama, hanya enam bulan. Karena kita prediksi selama enam bulan Covid-19 itu selesai. Lanjut menjadi satu tahun. Begitu mau ditutup, pasien masih begitu banyak,” ungkap mantan Pangdam I Bukit Barisan itu. 

Edy berharap, meski tak lagi dikelola Pemprovsu, RS Martha Friska diminta tetap beroperasi sehingga para relawan tenaga kesehatan yang bertugas merawat pasien Covid-19, masih memiliki wadah untuk bekerja.

Walau RS Martha Friska tidak lagi menjadi RS rujukan Covid-19, Gubernur Sumut Edy Rahmayadi memastikan tenaga kesehatan (nakes) yang selama ini bertugas di RS ini akan tetap bekerja. Menurutnya, para nakes tersebut merupakan pahlawan di masa pandemi Covid-19 yang harus dihargai jasanya.

“Saya tidak akan lupakan pengabdian kalian semua, saya sangat mengapresiasi keberadaan kalian. Saya pastikan kalian akan tetap bekerja setelah ini. Kita akan sebar di rumah sakit-rumah sakit yang ada. Intinya, kalian akan tetap bekerja,” kata Edy Rahmayadi, di depan ratusan tenaga medis di halaman RS Martha Friska, Selasa (4/5).

Selanjutnya, sebut Edy, bagi pasien Covid-19 kategori berat dan sedang akan dirujuk ke RS Adam Malik, RS Haji, RS FL Tobing, RS Royal Prima dan lainnya.

Ia mengungkapkan saat ini jumlah tempat tidur yang terisi merawat pasien Covid-19 sebanyak 64 persen. “Berarti 36 persen lagi siap menampung pasien, saudara-saudara kita. Untuk pasien khusus ibu dan anak ada sembilan room di Rumah Sakit Haji,” sebutnya. 

Direktur RS Martha Friska, dr Fransiscus Ginting menyebutkan, pascaberakhir kerjasama dengan Pemprovsu, owner RS Martha Friska akan mengelola rumah sakit, salahsatunya untuk menangani pasien Covid-19.

Begitu juga bagi para relawan tenaga medis, bila akhirnya RS tersebut kembali beroperasi, maka akan menjadi prioritas untuk diperkerjakan oleh manajemen RS Martha Friska. “Kalaupun nanti tidak dikelola oleh pemprov, pemilik berencana akan melanjutkan khususnya pelayanan Covid-19 dengan kapasitas 200 tempat tidur. Nantinya perawat atau relawan yang ingin bekerja di sini, silakan,” katanya.

Sebelumnya, terhitung sejak tanggal 20 April, rumah sakit yang difungsikan sebagai tempat khusus pelayanan Covid-19 ini juga sudah tidak lagi menerima rujukan pasien.

Jubir Satgas Penanganan Covid-19 Sumut dr Aris Yudhariansyah membenarkan penghentian layanan Covid-19 di rumah sakit tersebut. Karena itu, saat ini Pemerintah Provinsi Sumut tinggal memiliki satu rumah sakit khusus Covid-19 yakni RS GL Tobing. “Resmi tutup hari ini (kemarin, red). Pasiennya juga sudah tidak ada lagi, karena pasien terakhirnya sudah sembuh,” ungkap Aris.

Jika suatu saat terjadi lonjakan kasus Covid-19 di Sumut, Aris mengatakan, hal itu sudah bisa diantisipasi dengan telah bertambahnya ruang isolasi baru di rumah sakit swasta. Misalnya, RSU Royal Prima, saat ini juga telah dilakukan penambahan sebanyak 20 ruang isolasi baru. “Jadi seharusnya tidak ada dampak berarti dengan tutupnya layanan Covid-19 di Martha Friska,” kata dia.

Aris juga mengatakan, kabupaten/kota di Sumut diharapkan tidak lagi mengirimkan pasiennya ke Medan. Terkecuali, dengan kondisi-kondisi khusus. “Daerah juga harus siap menangani pasien Covid-19. Sehingga pasien bisa dirujuk bila memiliki kondisi-kondisi yang khusus,” pungkasnya.

Diketahui, RS Martha Friska Multatuli telah menjadi rujukan utama penanganan pasien corona di Sumut sejak 2 April 2020. Rumah sakit itu memiliki 110 kamar dan mempekerjakan kurang lebih 220 tenaga medis. Gubernur Sumut Edy Rahmayadi langsung meninjau proses pengoperasian rumah sakit, yang ditandai dengan simulasi penanganan pasien Covid-19.

Direktur RS Martha Friska Fransiscus Ginting mengatakan, sebanyak 220 tenaga kesehatan di RS Martha Friska saat ini didominasi perawat 110 orang, kemudian dokter spesialis, apoteker, petugas laboratorium, kebersihan dan lainnya. Dia berharap RS Martha Friska bisa segera beroperasi kembali dan membantu pemerintah menyehatkan masyarakat Sumut.

“Paling banyak itu perawat, ada juga dokter spesialis, petugas lab, apoteker, petugas kebersihan dan lainnya. Kita berharap RS kami bisa segera beroperasi dan membantu pemerintah meningkatkan kesehatan masyarakat Sumut,” kata Ginting.

Usai meninjau RS Martha Friska, Edy Rahmayadi bersama rombongan bergerak ke RSU Haji Medan, Jalan Rumah Sakit Haji Nomor 47, Deliserdang. RSU Haji saat ini sedang disiapkan untuk menjadi RS rujukan pasien Covid-19 khusus ibu dan anak. “Di sini ada sembilan ruangan yang bisa digunakan untuk perawatan pasien Covid-19 khusus untuk ibu dan anak. Kesiapannya sudah bagus,” tambah Edy, di RSU Haji Medan.

Beberapa hari terakhir, tren kasus penyebaran Covid-19 di Sumut cenderung menurun. Rata-rata per minggu (26 April – 2 Mei) 64 kasus per hari, dibanding minggu sebelumnya (18-24 April) 66 kasus per hari. (prn/ris)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/