30 C
Medan
Wednesday, May 22, 2024

Keluarga Diculik, Rumah Dibakar

“Kami sebenarnya adalah bagian dari pemerintahan Myanmar, nenek moyang kami sudah ada 900 tahun lalu di Myanmar. Cuma, kami Rohingya Muslim tidak diakui dan bakal terus dibunuh. Jadi, apa yang terjadi saat ini merupakan kejadian yang sama pada masa kami kabur dari Myanmar,” cerita Jabar.

Hal senada juga disampaikan Mussrof Husein, pria berusia 21 tahun yang sudah 9 bulan di Indonesia? trauma dengan kekejaman para militer Myanmar yang membantai warga Rohingya. “Saya kabur dari Myanmar karena rumah dan semua keluarga saya dibunuh. Sebelumnya, saya sudah berada di Malaysia 3 tahun, belakangan ini saya coba mencari kerja dan kabur ke Indonesia,” kata Mussrof.

Dikatakan Mussrof, seluruh warga Rohingya yang berada di Myanmar mengalami pembantaian sadis. Mereka sangat mengharapkan perhatian dunia untuk keselamatan warga dan keluarga mereka yang masih berada di Myanmar. “Ini sudah lama terjadi, saudara-saudara kami bakal terus disiksa dan dibunuh. Militer Myanmar sangat kejam, kami tahu apa yang meresakan disana, mereka pasti terancam dan tersiksa,” ungkap Mussrof.

Terpisah, Kepala Rudemin Belawan, Abdul Karim SH, MH mengatakan, adanya isu yang sedang hangat mengenai pembantai warga Rohingya tidak mempengaruhi psikologis bagi penghuni Rohingya di Rudemin Belawan. “Mereka tahu ada peristiwa yang terjadi di negara mereka, tapi kita terus memberikan terapi dan pemahaman secara psikologis melalui lembaga IOM yang datang berjumpa dengan para imigran,” kata Abdul Karim.

Dijelaskan Abdul Karim, di Rudenim Belawan ada sebanyak 27 imigran Rohingya Myanmar. Mereka dapat berbaur dengan para imigran lain dan tidak pernah melakukan tindakan diluar akal sehat. “Untuk saat ini, tidak ada masalah khusunya bagi warga Rohingya Myanmar. Kita terus melakukan pengawasan dan memberikan pencerahan dengan pelatihan sosial, seni, penidikan dan olah raga,” jelas Abdul Karim.

Ditanya jumlah seluruh penghuni di Rudenim Belawan dan apakah ada perselisihan atau kendala yang terjadi, Abdul Karim mengatakan, ada sebanyak 309 penghuni imigran dari berbagai negara seperti Srilangka, Myanmar, Somalia, Pakistan dan Palestina.

“Seluruh imigran yang berada di Rudenim dapat berbaur dan bersosialisasi dengan baik, jadi, selama ini tidak ada perselisihan atau tekanan mental yang mereka hadapi,” jelas Abdul Karim di ruang kerjanya.

“Kami sebenarnya adalah bagian dari pemerintahan Myanmar, nenek moyang kami sudah ada 900 tahun lalu di Myanmar. Cuma, kami Rohingya Muslim tidak diakui dan bakal terus dibunuh. Jadi, apa yang terjadi saat ini merupakan kejadian yang sama pada masa kami kabur dari Myanmar,” cerita Jabar.

Hal senada juga disampaikan Mussrof Husein, pria berusia 21 tahun yang sudah 9 bulan di Indonesia? trauma dengan kekejaman para militer Myanmar yang membantai warga Rohingya. “Saya kabur dari Myanmar karena rumah dan semua keluarga saya dibunuh. Sebelumnya, saya sudah berada di Malaysia 3 tahun, belakangan ini saya coba mencari kerja dan kabur ke Indonesia,” kata Mussrof.

Dikatakan Mussrof, seluruh warga Rohingya yang berada di Myanmar mengalami pembantaian sadis. Mereka sangat mengharapkan perhatian dunia untuk keselamatan warga dan keluarga mereka yang masih berada di Myanmar. “Ini sudah lama terjadi, saudara-saudara kami bakal terus disiksa dan dibunuh. Militer Myanmar sangat kejam, kami tahu apa yang meresakan disana, mereka pasti terancam dan tersiksa,” ungkap Mussrof.

Terpisah, Kepala Rudemin Belawan, Abdul Karim SH, MH mengatakan, adanya isu yang sedang hangat mengenai pembantai warga Rohingya tidak mempengaruhi psikologis bagi penghuni Rohingya di Rudemin Belawan. “Mereka tahu ada peristiwa yang terjadi di negara mereka, tapi kita terus memberikan terapi dan pemahaman secara psikologis melalui lembaga IOM yang datang berjumpa dengan para imigran,” kata Abdul Karim.

Dijelaskan Abdul Karim, di Rudenim Belawan ada sebanyak 27 imigran Rohingya Myanmar. Mereka dapat berbaur dengan para imigran lain dan tidak pernah melakukan tindakan diluar akal sehat. “Untuk saat ini, tidak ada masalah khusunya bagi warga Rohingya Myanmar. Kita terus melakukan pengawasan dan memberikan pencerahan dengan pelatihan sosial, seni, penidikan dan olah raga,” jelas Abdul Karim.

Ditanya jumlah seluruh penghuni di Rudenim Belawan dan apakah ada perselisihan atau kendala yang terjadi, Abdul Karim mengatakan, ada sebanyak 309 penghuni imigran dari berbagai negara seperti Srilangka, Myanmar, Somalia, Pakistan dan Palestina.

“Seluruh imigran yang berada di Rudenim dapat berbaur dan bersosialisasi dengan baik, jadi, selama ini tidak ada perselisihan atau tekanan mental yang mereka hadapi,” jelas Abdul Karim di ruang kerjanya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/