26.7 C
Medan
Friday, May 24, 2024

Bangunan Megah Ancam Penyempitan Aliran Sungai

Foto: Riadi/PM Apartemen Condominum yang berdiri tegak di areal sempada Sungai Deli Medan, Jalan Palang Merah Medan. Bangunan ini diduga melanggar Permen PU No. 63/PRT/1996 tentang Garis Sempadan Sungai, Daerah Manfaat Sungai, Daerah Penguasaan Sungai, dan Bekas Sungai.
Foto: Riadi/PM
Apartemen Condominum yang berdiri tegak di areal sempada Sungai Deli Medan, Jalan Palang Merah Medan. Bangunan ini diduga melanggar Permen PU No. 63/PRT/1996 tentang Garis Sempadan Sungai, Daerah Manfaat Sungai, Daerah Penguasaan Sungai, dan Bekas Sungai.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Kawasan zona hijau di kota Medan kian hari makin tergerus. Khususnya kawasan sempadan sungai. Salahsatunya adalah keberadaan sebuah bangunan mewah berupa apartemen Royal Condominium di jalan Palang Merah, Medan.

Bangunan itu diduga melanggar Permen PU No. 63/PRT/1996 tentang Garis Sempadan Sungai, Daerah Manfaat Sungai, Daerah Penguasaan Sungai, dan Bekas Sungai, diatur mengenai garis sempadan sungai (batas sungai).

Dalam aturan itu telah ditetapkan sekurang-kurangnya 10 meter dihitung dari tepi sungai. Aturan ini untuk sungai yang mempunyai kedalaman tidak lebih dari 3 meter. Semakin dalam sungai, maka semakin lebarlah garis sempadan yang ditetapkan. Sementara garis sempadan antara Royal Condominium dengan sungai Deli itu hampir tak berbatas. Hanya tersisa sedikit jarak saja sekitar 30 centimeter.

”Itu sangat berbahaya bagi perkotaaan. Sebab dapat menyebabkan penyempitan aliran sungai. Efeknya, banjir besar bisa tak terelakkan. Di sisi lain, bangunan itu pun dapat ambruk kapan saja karena terkikis oleh air sungai,” kata Rahmadsyah, Koordinator Aliansi Peduli Sungai.

Ia mengatakan, banyaknya bangunan di kota Medan yang dibangun tanpa memeperhatikan poin-poin penting itu karena lemahnya penegakan hukum dan lemahnya sistem ketatanegaraan di kota Medan. Terbukti dari tidak adanya gerakan yang lahir dari politisi di DPRD Kota Medan untuk menyelamatkan sungai2-sungai dari ancaman predator kota (pengembang nakal) yang membangun bangunan diatas jalur hijau dan kawasan sempadan sungai.

“Mereka itu tidak tahu atau pura-pura tidak tahu itu menyebabkan rusaknya ekosistem sungai, musibah banjir, terganggunya objek vital dan korbannya massal. Dan kini tata ruang telah menjadi tata uang,” ujar Rahmadsyah.

Sebab itu harus ada gerakan politik yang lahir dari gedung DPRD Kota Medan. Itu yang menjadi arus utama menyelamatkan sungai kita, yaitu gerakan Hak Interpelasi.

“Penyempitan aliran sungai oleh pengusaha dan pembiaran oleh eksekutif adalah kejahatan terencana dan bentuk terorisme. Terorisme Ekologis yang menyebabkan rusaknya Ekosistem sungai, bencana banjir dengan jumlah korban massal dan terganggunya objek vital,” tukasnya.

Foto: Riadi/PM Apartemen Condominum yang berdiri tegak di areal sempada Sungai Deli Medan, Jalan Palang Merah Medan. Bangunan ini diduga melanggar Permen PU No. 63/PRT/1996 tentang Garis Sempadan Sungai, Daerah Manfaat Sungai, Daerah Penguasaan Sungai, dan Bekas Sungai.
Foto: Riadi/PM
Apartemen Condominum yang berdiri tegak di areal sempada Sungai Deli Medan, Jalan Palang Merah Medan. Bangunan ini diduga melanggar Permen PU No. 63/PRT/1996 tentang Garis Sempadan Sungai, Daerah Manfaat Sungai, Daerah Penguasaan Sungai, dan Bekas Sungai.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Kawasan zona hijau di kota Medan kian hari makin tergerus. Khususnya kawasan sempadan sungai. Salahsatunya adalah keberadaan sebuah bangunan mewah berupa apartemen Royal Condominium di jalan Palang Merah, Medan.

Bangunan itu diduga melanggar Permen PU No. 63/PRT/1996 tentang Garis Sempadan Sungai, Daerah Manfaat Sungai, Daerah Penguasaan Sungai, dan Bekas Sungai, diatur mengenai garis sempadan sungai (batas sungai).

Dalam aturan itu telah ditetapkan sekurang-kurangnya 10 meter dihitung dari tepi sungai. Aturan ini untuk sungai yang mempunyai kedalaman tidak lebih dari 3 meter. Semakin dalam sungai, maka semakin lebarlah garis sempadan yang ditetapkan. Sementara garis sempadan antara Royal Condominium dengan sungai Deli itu hampir tak berbatas. Hanya tersisa sedikit jarak saja sekitar 30 centimeter.

”Itu sangat berbahaya bagi perkotaaan. Sebab dapat menyebabkan penyempitan aliran sungai. Efeknya, banjir besar bisa tak terelakkan. Di sisi lain, bangunan itu pun dapat ambruk kapan saja karena terkikis oleh air sungai,” kata Rahmadsyah, Koordinator Aliansi Peduli Sungai.

Ia mengatakan, banyaknya bangunan di kota Medan yang dibangun tanpa memeperhatikan poin-poin penting itu karena lemahnya penegakan hukum dan lemahnya sistem ketatanegaraan di kota Medan. Terbukti dari tidak adanya gerakan yang lahir dari politisi di DPRD Kota Medan untuk menyelamatkan sungai2-sungai dari ancaman predator kota (pengembang nakal) yang membangun bangunan diatas jalur hijau dan kawasan sempadan sungai.

“Mereka itu tidak tahu atau pura-pura tidak tahu itu menyebabkan rusaknya ekosistem sungai, musibah banjir, terganggunya objek vital dan korbannya massal. Dan kini tata ruang telah menjadi tata uang,” ujar Rahmadsyah.

Sebab itu harus ada gerakan politik yang lahir dari gedung DPRD Kota Medan. Itu yang menjadi arus utama menyelamatkan sungai kita, yaitu gerakan Hak Interpelasi.

“Penyempitan aliran sungai oleh pengusaha dan pembiaran oleh eksekutif adalah kejahatan terencana dan bentuk terorisme. Terorisme Ekologis yang menyebabkan rusaknya Ekosistem sungai, bencana banjir dengan jumlah korban massal dan terganggunya objek vital,” tukasnya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/